Chapter 6

1.8K 226 68
                                    

Siwon terbangun dengan wajah lelah. Ia sudah tak terlalu pusing dan efek sake sudah menghilang dari kepalanya. Yang tersisa hanya sedikit pegal-pegal di bahu dan punggungnya. Lelaki itu membuka tirai jendela kaca, memandangi langit pagi yang masih petang sebagian. Namun setitik matahari pagi sudah tampak di ujung, dengan beberapa sulur cahaya yang memecah langit keunguan.

"Waaah. Indah sekali," pujinya.

Yoona tersenyum menyetujuinya. Perempuan itu duduk di sampingnya, di tepian ranjang, memandangi pemandangan yang sama. Bahunya terasa rileks. Sudah lama ia tak melihat matahari terbit. Dan kini, ada Siwon di sampingnya. Perempuan itu bergeming beberapa saat. Ketika warna keunguan langit sudah mulai didominasi cahaya mentari, perempuan itu ingat kalau kebersamaan ia dan Siwon sudah harus diakhiri. "Mandilah duluan. Aku akan merapikan barang-barang dan siap-siap check-out."

"Sekarang?"

Yoona menoleh. "Memangnya kapan lagi?"

Siwon terdiam.

"Masih mau mengobrol?" tanya Yoona. "Aku … pendengar yang baik." Ya, ia bisa menjadi pendengar yang baik kalau Siwon ingin bicara—mungkin soal mendiang istrinya. Kemarin, tak terasa, banyak hal-hal pribadi yang terucapkan. Ia sudah bercerita soal keluarganya. Dan Siwon menceritakan soal keluarganya.

"Hari ini kerja, ya."

"Yah, kita akan kembali ke aktivitas harian kita," ucap Yoona, "Suasananya bagus sekali. Tapi, yah, kita harus kembali ke kehidupan masing-masing. Aah, sayang sekali, ya." Yoona pura-pura tertawa. "Bahkan kita sudah menginap di kamar yang sama. Tak terjadi apa-apa. Bahkan ciuman pun tak ada," candanya enteng. Yoona meregangkan tangannya. Meski nadanya bercanda, namun apa yang Yoona katakan memang ada benarnya.

Gara-gara sake sialan, Siwon teler.

Tapi kalau lelaki itu tak teler, mungkin Yoona tak akan tahu betapa rapuhnya lelaki itu.

"Kau ingin ciuman?"

Yoona sontak menoleh. Ia yang hampir bangkit berdiri langsung urung. Dipandanginya Siwon yang hanya menatapnya. Tak ada tawa. Itu … bukan candaan? Yoona termenung. Namun Siwon terlihat tak ada keinginan untuk menarik perkataannya. Bolehkah?

Yoona bergerak, mencondongkan tubuhnya.

Ia mengecup ringan bibir lelaki itu—hanya sedetik. Kedua pandangan mata itu beradu, tanpa kata-kata.

.

.

.

.

Yoona mengecupnya lagi. Kali ini lebih lama. Mata perempuan itu terpejam. Siwon tak menarik wajahnya. Ia bergeming di posisinya. Mata Siwon tak tertutup sempurna. Ia masih bisa melihat samar bulu mata lentik Yoona, dan ia bisa merasakan dengan jelas, napas hangat Yoona yang mengalir membelai wajahnya. Bolehkah?

Siwon menutup matanya. Lelaki itu akhirnya membalas ciuman Yoona. Ringan, singkat, dan keduanya saling memundurkan wajah untuk menarik napas.

Namun mata Yoona masih terpejam. Yoona mengecupnya lagi. Siwon membalasnya lebih singkat. Lelaki itu menelan ludah. Ia hampir mundur, namun tangan Yoona naik, menahan kerah kemejanya. Maka Siwon mengecup Yoona lebih dalam, lebih hangat, sampai ia bisa merasakan sisa-sisa manis di bibir Yoona. Siwon menangkup bingkai wajah Yoona dengan kedua tangannya, menciumnya lebih keras.

Emergency Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang