Prolog

7K 534 10
                                    

"kamu tidak perlu merasa takut. Sebab ada aku disini yang selalu melindungimu. Tidak perlu merasa sendiri, sebab ada aku yang akan selalu disisi. Kamu juga tidak perlu ragu, apalagi ambigu. Jangan takut aku meninggalkanmu. Karena tak ada sedikitpun niat untuk aku meninggalkanmu". Ucap gadis berambut ash grey berperawakan tinggi pada sahabatnya yang kini tengah berdiri dihadapannya.

"Buktikan Lim. Jangan hanya berjanji. Aku tidak butuh janjimu, pabo!" Jawab gadis itu.

Ya, mereka adalah Jennie dan Lisa. Mereka sudah bersahabat sejak 2016 silam. Meski persahabatannya baru memasuki tahun keempat, tapi mereka sudah seperti warna hitam dan putih. Dimana ada hitam, disitu ada putih. Dimana ada Jennie, disitu ada Lisa. Begitu sebaliknya. Jennie memanggil Lisa dengan nama Lim. Menurutnya, nama Lisa tidak cocok untuknya. Mengingat penampilan Lisa yang manly dan memiliki rahang tegas seperti pria pada umumnya. Dan jangan lupakan, Lisa memiliki wajah yang istimewa. Dia bisa terlihat tampan dan cantik dalam waktu yang bersamaan. Itu sebabnya Jennie, dan beberapa pelanggan Lisa memanggil Lisa dengan sebutan Lim.

Jennie adalah seorang mahasiswi semester 3 fakultas ekonomi di salah satu Universitas di Korea. Sedangkan Lisa, hanya seorang gadis pekerja keras di salah satu supermarket dekat Universitas Jennie berkuliah. Setiap harinya, mereka pulang--pergi bersama. Meski mereka tidak satu rumah, tiap hari Lisa selalu menjemput Jennie di apartement-nya. Bahkan ketika jam kuliah Jennie kosong, Jennie memilih untuk menemani Lisa bekerja di supermarket tersebut. Tak jarang, banyak orang yang mengira mereka adalah sepasang kekasih. Tapi nyatanya tidak. Mereka hanya sebatas sahabat. Tapi tidak tahu nantinya akan seperti apa hubungan mereka.
 

                             * * * * *

Lisa. Gadis berusia 22 tahun yang selalu tampil kasual sehari-harinya. Tidak ada dress, rok, apalagi heels. Ia hanya memakai kaos oblong, jeans, dan sneakers tiap harinya. Seperti sekarang, saat ia bekerja. Ia hanya memakai jeans hitam dan kaos polo warna hitam bertuliskan nama tempat Lisa bekerja di bagian kanan dadanya. Tidak ada polesan make-up berlebih pada wajahnya. Hanya ada sapuan tipis lipbalm yang ia gunakan hanya untuk bekerja saja. Jika tidak bekerja, ia sama sekali tidak menggunakan makeup apapun. Yang terlihat dari wajahnya adalah hanya wajah wanita muda yang hampir melupakan statusnya.

Tiap harinya, Lisa bekerja sebagai kasir di super market itu. Lisa sedang sibuk melayani pembeli yang tak hentinya berdatangan. Sebagian besar pelanggannya adalah gadis-gadis muda seumuran Lisa. Mereka datang untuk membeli kebutuhan, atau sekedar menggoda Lisa. Seorang pelanggan wanita menghampiri Lisa dengan membawa sekaleng kopi. "Lim, apakah kopi ini hanya tersisa satu?", Tanya wanita itu. Lisa pun menoleh ke arah wanita tersebut, "Mm. Ah sepertinya begitu. Hanya tinggal satu. Pengiriman hari ini sedikit terlambat. Maafkan aku". Jawab Lisa. "Ah tidak apa-apa. Aku ambil yang ini, ya Lim. Dan itu." Jawab wanita itu sambil menunjuk satu benda di belakang Lisa". Lisa menoleh ke arah yang ditunjuk wanita itu, "Hah? Apa? Kau? Ini?". "Aihhh. Tidak. Tidak. Bukan kondom pabo! Apa-apaan kau! Kau pikir aku wanita jalang! Mesum sekali otakmu itu Lim". Jawab wanita itu kembali. "Loh? Kamu tadi menunjuk itu bukan?". Jawab Lisa. "Kau pikir yang ada dibelakangmu hanya itu saja? Aku menunjuk itu loh! Itu! Cepat berikan padaku!". Jawab wanita itu yang mulai habis kesabarannya. "Hah? Astaga. Bilang kalau kau ingin membeli parfum. Jangan cuma itu itu saja. Mana aku tahu. Kau ini". Lisa menjawab tak kalah emosi. "Hah sudahlah. Malas aku berdebat denganmu. Berapa totalnya?". "3000 won". "Nah. Ini. Kembalinya simpan untukmu. Terimakasih, Lim". Wanita itupun keluar supermarket dengan membawa satu kantong plastik berisi belanjaan yang baru saja dibayar tadi. Lisa melihat jam tangannya. Sudah pukul 10 malam. Itu tandanya tugasnya sebagai kasir sudah berakhir. Ia menutup supermarketnya buru-buru karena ia sudah berjanji akan menemui seseorang malam itu. Begitu mengunci pintu toko, Lisa memasang headset di kedua telinganya untuk menemani perjalannya.

Too Much Too LateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang