Jennie

4K 437 9
                                    

Setelah beberapa menit perjalanan, Lisa akhirnya sampai di salah satu apartement di daerah Hongdae. Lisa mengetuk pintu apartemen bernomor 2809. Tak lama, muncul sosok wanita cantik dengan pipi seperti kue mochi yang gembul. "Aish. Lama sekali kau. Aku lelah menunggumu didepan pintu. Kau sedang apa, sih?" Omel Lisa kepada Jennie. "Apa-apaan kau baru datang sudah mengoceh. Mau masuk tidak? Kalau tidak aku kunci lagi pintunya". Jawab Jennie tak kalah sengit dari Lisa. "Kau mengusirku? Kau yang menyuruhku kesini lalu kau mengusirku? Tega sekali kau, Jen!". Lisa berjalan masuk ke apartement Jennie tanpa memperdulikan Jennie yang sedang menatap heran padanya. Lalu Lisa langsung merebahkan badannya di sofa panjang milik Jennie. "Yak! Apa-apaan kau Lim. Enak saja main masuk!" Teriak Jennie yang masih berdiri depan pintu. "Haha. Sudahlah. Sini. Aku bawakan makanan untukmu. Duduklah", Lisa menuntun Jennie untuk duduk disebelahnya. "Bagaimana keadaanmu? Sudah membaik?", Tanya Lisa penuh kelembutan kepada Jennie. "Iya. Aku sudah baik-baik saja. Tapi aku harus menghabiskan obatku". Jawab Jennie mengerucutkan bibirnya. "Astaga. Jangan seperti ini. Kau makin terlihat seperti kue mochi kalau begini. Kau tahu?". Lisa mencubit pipi Jennie dengan gemas. "Sakit pabo!". Jennie yang merasa sakit karena pipinya dicubit Lisa membalasnya dengan memukul paha Lisa dengan kencang. "Aw. Apa-apaan kau. Kau itu manusia atau hulk, hah? Tenagamu kuat sekali. Sakit pahaku". Lisa meringis sambil mengelus pahanya yang terkena pukulan Jennie. "Hehe. Mianhe. Aku tidak bermaksud menyakitimu, Lim".

                            * * * * *

Jennie dan Lisa. Begitulah sehari-harinya. Saling meledek. Apalagi Lisa. Hampir tiap hari ia meledek Jennie. Bahkan tak jarang Lisa membuat Jennie menangis karena ledekkannya yang terkadang kelewatan. Tapi meski begitu, Jennie tidak pernah membenci Lisa. Karena ia tahu bahwa sahabat nakalnya itu memang suka mengganggunya. Beberapa bulan lalu, Jennie datang ke supermarket tempat Lisa bekerja sambil menggandeng seorang laki-laki. Laki-laki itu adalah Kai, kekasih Jennie. Laki-laki itu lah yang hampir membuat Jennie kehilangan masa depannya.

Suatu malam, Jennie berada di sudut gang buntu dengan Kai. Hubungannya dengan Kai menjadi rumit. Kai hampir memperkosa Jennie malam itu. Beruntung, Lisa yang baru saja pulang kerja melewati jalan itu. Lisa mendengar suara tangisan yang ia yakini itu adalah suara Jennie. Ya. Dia hafal betul suara sahabatnya itu. Lisa panik. Ia berteriak memanggil Jennie. "Jen? Apakah itu kau? Dimana kau?", Teriak Lisa. Jennie yang juga hafal suara sahabatnya itu, akhirnya ikut berteriak. "Aku disini Lim! Aku di sudut gang buntu ini. Tolong aku!". Kai yang panik pun langsung membungkam mulut Jennie menggunakan tangannya. "Sst. Diamlah! Aku tidak mau sahabat anehmu merusak rencanaku!". Saat Kai mencoba membuka kancing baju Jennie, beruntung Lisa dapat menemukan keberadaan mereka. Ditariknya Kerah baju Kai oleh Lisa, lalu Lisa memukulnya tanpa ampun. Saat Kai tak sadarkan diri akibat pukulan-pukulan Lisa, saat itu Lisa membawa Jennie pulang ke apartementnya. Sepanjang jalan Jennie terus menangis. Lisa tak tinggal diam. Lisa menenangkan Jennie dengan cara merangkul tubuh mungil Jennie dan mengusap  bahu gadis berusia 23 tahun itu. Tidak perlu menghabiskan waktu yang lama, mereka sudah tiba diapartement Jennie. "Sudah, Jen. Jangan menangis terus. Ada aku disini. Kau aman bersamaku". "Terimakasih, Lim. Terimakasih. Aku tidak tahu bagaimana nasibku nantinya jika tidak ada kamu tadi". Jennie masih terus menangis sambil memeluk Lisa. "Sudahlah. Aku ini sahabatmu. Aku berjanji akan melindungimu dari laki-laki brengsek itu". "Maafkan aku dulu tidak mendengarkanmu jika Kai adalah lelaki yang tidak baik". "Sudah ya. Jangan dibahas lagi. Sekarang kamu mandi, lalu ganti bajumu, aku akan memasak sesuatu untukmu. Aku tahu kau belum makan". "Tidak. Aku tidak lapar". "Apa kau serius nonoa Jennie? Yakin kau tidak lapar?" Jawab Lisa menggoda. "Iya! Aku tidak lapar!". Seketika hening. Lisa menatap Jennie dengan senyum ala meme. Yang ditatap pun hanya menatap Lisa dengan tatapan tajam. Tak lama.. krruuukkkk.. kruuukkkk. "Gotcha! Apa ku bilang. Kau lapar Jennie. Sudahlah sana mandi! Kasian cacing diperutmu jika harus menunggu lama untuk makan!" Teriak Lisa sambil tertawa terbahak-bahak. "Pabo! Kau mengagetkanku! Tidak usah berteriak bisa, kan?". Jennie memukul-mukul bahu Lisa dengan gemas. "Haha haha. Ampun Jen. Astaga. Kau galak sekali, sih". "Awas kau Lim. Lihat balasanku". Ucap jennie menunjuk-nunjuk Lisa sambil berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

                              * * * * *

Setelah mereka makan, Lisa pamit kepada Jennie untuk pulang. "Jen. Aku pulang ya. Jaga dirimu baik-baik. Jika terjadi sesuatu, hubungi aku". "Oh no! Aku tidak mau kamu pulang. Bermalam lah disini. Aku masih takut dengan kejadian tadi, Lim. Please". Pinta Jennie kepada Lisa sambil menarik-narik ujung baju Lisa. "Hei. Apa-apaan kau menarik-narik bajuku. Nanti sobek, Jennie. Hentikan". Ucap Lisa menahan tangan Jennie untuk tidak menarik bajunya. "Apasih. Aku hanya menariknya pelan. Tidak akan sobek!". Jennie menatap Lisa tajam. "Apa? Pelan katamu? Badanku saja sampai ikut tertarik ke samping. Kau lupa? Kau pernah menarik bajuku seperti ini, lalu sobek. Ah jika aku tidak ingat kamu adalah sahabatku, mungkin aku sudah membuangmu ke sungai Han". Celetuk Lisa. "Jahat sekali kau manusia kardus! Sebelum kau membuangku, aku akan lebih dulu mencincang tubuhmu! Sini kau!". Ucap Jennie sambil menahan baju Lisa yang hendak kabur dari Jennie. "Baru ku bilang. Sudah kau tarik lagi bajuku. Aku hanya bercanda astaga. Mimpi apa aku punya sahabat galaknya 5x lipat dari boss ku". Meski Lisa selalu meledek Jennie, tapi Lisa sangat sayang dengan sahabatnya itu. Rasa sayang yang berlebihan pada Jennie, membuatnya menaruh dendam pada Kai. Pria brengsek yang hampir menghancurkan masa depan Jennie. Diam-diam, Lisa merencanakan upaya balas dendam terhadap Kai yang mungkin nantinya akan membuat Lisa menyesal pada akhirnya.

Too Much Too LateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang