Surakarta, Maret 2015...
Pak Ervan memberi passing pada putrinya yang berada tujuh meter di samping kanannya. El menggocek dengan lincah. Melewati dua marka, lalu saat berada dua meter sebelum memasuki kotak pinalti, gadis berhijab itu menendang dengan keras. Si kulit bundar mengarah ke pojok gawang, dan masuk dengan sempurna.
Prok... prok... prok...Senyuman membingkai wajah gadis itu saat bertatapan dengan ayahnya. Dua jempol berhasil El dapatkan.
"Kamu kudu luwih kerep latihan fisik, El. Soale skill iku wae orak cukup. Percumo nduwe skill apik, nek fisik orak pernah dilatih." Pak Ervan menepuk pundak putrinya.
(Kamu harus lebih sering latihan fisik, El. Soalnya skill itu aja enggak cukup. Percuma punya skill bagus, kalau fisik enggak pernah dilatih.)
Setelah El mengambil bola yang ada di gawang, dua insan itu berlari-lari kecil menuju jalan pulang. Kata Pak Ervan, ini salah satu cara untuk melatih kekebalan fisik putrinya. Sudah seharusnya bakat El memang diasah.
*
"El, mau oleh salam sekoh Tomo," teriak Fahda saat El akan membelokkan sepeda ke rumahnya. "Lali awet mau aku. Entes kelingan."Sahabat El yang bertubuh gempal itu tertawa.
(El, tadi dapat salam dari Tomo.)
(Lupa dari tadi aku. Baru keingat.)Tiga sahabatnya yang sudah berada di teras rumah masing-masing, tertawa sambil memberi ledekan kecil untuk El. Membuat gadis berbalut seragam osis SMP itu memasang wajah cemberut. Perjumpaan mereka berakhir saat masing-masing masuk ke dalam rumah yang berdekatan satu sama lain. Mereka sudah akrab sejak kecil.
Langkah El terhenti di depan pintu saat ada suara pertengkaran dari dalam rumah. Gadis itu urung membuka pintu.
"Awakmu salah paham, Mas," kata Bu Qia dengan suara tinggi.
(Kamu salah paham, Mas.)
"Ijek wae ngelak. Derek jujur wae opo salahe, Qi," desak Pak Ervan.
(Masih aja mengelak. Tinggal jujur aja apa salahnya, Qi.)
"Kulo sampun jawab sejujure, Mas. Penjelasan opo seng iso gawe Mas percoyo?"
(Saya sudah jawab sejujurnya, Mas. Penjelasan apa yang bisa buat Mas percaya?)
"Yo, takon kaleh awakmu dewe," ketus Pak Ervan. "Kei jawaban logis seng iso gawe Mas percoyo, sehingga orak mengakhiri hubungan kita."
(Ya, tanya sama diri kamu sendiri.)
(Berikan jawaban logis yang bisa buat Mas percaya.)Bu Qia menatap suaminya tak percaya. Apa? Mengakhiri hubungan? Jelas ini adalah hal yang tidak terduga. Bukan hal baik untuk diterima begitu saja oleh pendengaran. Termasuk sampai ke telinga El. Gadis itu tidak tau apa yang menyebabkan petengkaran orangtuanya. Jadi dia harus bereaksi bagaimana?
"Maksute Mas, pisah?" tanya Bu Qia memastikan.
(Maksudnya Mas, pisah?)
Pak Ervan mengangguk cuek.
"Sebuah hubungan pernikahan, orak apik yen diakhiri karo berpisah. Allah mboten menyukai, Mas."
(Sebuah hubungan pernikahan, enggak baik jika diakhiri dengan perpisahan. Allah tidak menyukai, Mas.)
"Orak ono siji pun wong lanang seng iso urip karo bojo seng selingkuh neng mburi suamine."
(Enggak ada satu pun laki-laki yang bisa hidup dengan istri yang selingkuh di belakang suaminya.)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kartu Merah Untuk Mimpi
Tiểu Thuyết ChungIni kisah tentang seorang wanita berhijab bernama Adiba yang gemar bermain sepak bola. Cita-citanya juga tidak tanggung-tanggung. Dia ingin masuk Timnas Putri Indonesia, atau bahkan bisa bermain di luar negeri. Tapi sejak perceraian kedua orangtuany...