Part IV

519 60 36
                                    

Bayangan akan sesaknya dada akibat tenggelam dalam lautan manusia, kini sirna dalam sekejap mata. Midoriya berdiri terpaku di depan pintu. Tidak ada deretan manusia saling desak-desakan, tidak ada aura pengap berkat kerumunan orang saling berebut udara.

Asui memperhatikan setiap mahasiswa yang ada di sana. Mereka memakai almamater yang sama dengan mereka.

"Tenang sekali."

"Sasuga T.I.U."

Aula besar yang ada di lantai atas gedung mahasiswa ini berpintu dua dengan model bak pintu teater. Besar dan megah. Sekumpulan mahasiswa yang berjalan masuk ke sana memakai pintu sebelah kanan, di atas pintu tersebut bertuliskan Normal Door.

Satu pintu lainnya kosong. Tidak ada satupun orang yang masuk lewat pintu itu. Di atasnya terjejer tulisan Emergency Door, yang berarti pintu darurat. Entah doktrin apa yang mengisi kepala orang-orang itu sehingga ketertiban mereka tidak masuk akal.

"Normalnya orang sebanyak itu akan saling dorong untuk masuk aula. Apalagi dengan dua pintu seperti itu. Dan mereka memilih antri di pintu normal."

Iida mengangguk kagum. "Asui-san benar. Sasuga mahasiswa elit T.I.U.."

Mereka bertiga sampai sedikit terlambat. Bukan hanya karena tersesat, insiden yang mereka alami tadi juga cukup memangkas waktu. Tiba di sini, gerbang lantai satu hampir di tutup dan pelataran aula telah dipenuhi ratusan orang.

Yang dapat mereka lakukan sekarang hanya berdiri tenang, menunggu antrian. Entah para penjaga itu dapat sabar menunggu giliran mereka masuk atau lebih dulu terusir sebab tidak ada lagi tempat duduk kosong.

Di lantai enam ini, Midoriya berubah bak penonton teater terbuka yang terpesona melihat moral baik seorang manusia. Begitu langka rasanya dapat menyaksikan ratusan mahasiswa damai berjalan tenang memasuki aula raksasa tanpa keributan sedikitpun. Orang-orang itu tampak baru turun dari langit.

Giliran mereka akhirnya tiba. Asui dan Iida telah masuk lebih dulu. Midoriya mengekor dari belakang. Baru selangkah menjejakkan kaki di lantai besar aula, perasaan ini kembali menghinggapi hatinya.

Midoriya terpaku cukup lama. Iris hijau kembali memandang layaknya anak adam yang terjatuh dari langit demi menikmati keindahan dunia untuk kali pertama. Midoriya lemas. Kemewahan ini tidak masuk akal. Bagaimana bisa mereka membuat aula kelas elit di dalam gedung seperti ini?

 Bagaimana bisa mereka membuat aula kelas elit di dalam gedung seperti ini?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Midoriya tidak merasa berada di dalam aula. Ini sepert gedung besar sebuah teater internasional.

"Midoriya-kun! Di sini!"

Midoriya terlepas dari lamunannya. Menangkap Iida tengah melambai-lambaikan tangan di ujung sana. Mereka memang terlambat, namun pemuda berkacamata itu berhasil menemuka tiga buah kursi kosong untuk mereka.

"Maafkan aku, Midoriya-kun. Aku tidak bisa menemukan kursi kosong di depan sana. Semua penuh. Hanya ini yang tersisa."

"Ini lebih dari cukup, Iida-kun. Terimakasih," balas Midoriya. Pemuda cantik itu memeluk ransel kelincinya yang tampak gendut penuh oleh muatan. "Ada LCD. Kita tetap bisa menyaksikan pidato penyambutan mahasiswa baru dari sana."

Meteor Garden [BakuDeku Ver.] *HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang