Classical jazz buah tangan dari Billie Holiday merajut lembut udara. Dinding pualam cokelat memantulkan bayangan pada permukaan kacanya. Wujud dua anak manusia tengah berdansa mengikuti irama.
Pemuda berambut pirang sepakat berlaga layaknya putri istana. Mengayun lembut dengan gaun imajiner penuh bunga. Sementara pemuda, lain memeluk erat pinggangnya bagai sepasang kekasih. Surai merah marak itu membungkus garis wajah tampan penuh pesona.
Sebagai satu-satunya penggila musik klasik di antara teman-temannya, hal lumrah membawa beberapa keping piringan hitam sebagai bekal wajib. Sedangkan Kirishima, lebih baik ikut berdansa ketimbang menghadapi emosi labil temannya.
Dansa klasik dua pemuda itu berakhir mendadak. Piringan hitam pengantar musik mereka terhenti ketika sebuah tangan menarik paksa jarum penggeseknya.
Kaminari terkekeh. Kembali ke meja wine pribadinya. Menghadapi emosi labil Bakugou saat kesal adalah hal terbodoh sepanjang pertemanan mereka. Diam menjadi solusi terbaik.
Kirishima menghela napas. Kembali duduk di sofa dengan kerlingan mata bosan. Jika bukan sahabat karib, kepala pirang jikgak itu sudah benar-benar ia lempar gelas sekarang. "Mercon sialan."
"Siapa yang kau panggil mercon sialan hah."
"Todoroki. Benar, Todoroki," sahut Kaminari buru-buru. "Akhir-akhir ini si bucin itu sering mengajakku main mercon."
"Hah. Apa-apaan itu. Dasar bodoh."
Kaminari bernapas lega. Tugas sebagai orang penengah di antara mereka berjalan sukses seperti biasa. Pemuda modis itu tidak akan membiarkan emosi kekanak-kanakkan Bakugou merebut ketenangannya lebih banyak.
Kirishima membuka satu botol bening white wine. Gelas kacanya berdenting akibat teradu dengan meja kramik.
"Padahal Todoroki sibuk dengan pamerannya—aww! Oi! Sakit, Kaminari!"
"Kau sudah menghapal bagianmu, Bakugou?" tanya Kaminari mengalihkan perhatian. Sekali lagi, lelaki bersurai pirang tidak akan membiarkan waktu tenangnya hangus sia-sia berkat emosi teman-temannya.
Bakugou menjatuhkan tubuh ke sofa. Melepas jas formal dan melemparnya ke sembarang tempat. "Aku tidak perlu menghapal hanya untuk berdiri di panggung."
Iris merah melirik ke arah jam tangan berkali-kali. Bakugou mendecih frustasi. "Apa yang haldboy sialan itu lakukan. Bicara doang pake lama."
"Bilang saja kau nervous karena habis ini giliranmu."
Bakugou melempar bantal hias yang ada di sampingnya. Langsung dihindari Kirishima dengan sukses.
"Diam kau sialan."
Kaminari dan Kirishima terkekeh geli. Dua pemuda stylish itu mengambil minuman yang ada di meja dan bersulang. Kirishima menggelung lengan jasnya, menawarkan Bakugou segelas wine sebelum akhirnya mendapat tolakan mentah-mentah.
Gelas kesekian. Kirishima membuka botol baru yang lebih kecil. Bentuknya mirip wadah parfum dengan cairan kristal menghilat melapisi permukaannya.
"Kau yang meracik ini?"
Kaminari melirik Kirishima sekilas. Mengambil tegukan kedua. "Kenapa?"
"Terlalu asam."
"Penetralnya terbuat dari ragi Pitera. Bahan utamanya anggur putih asli Swedia. Lidahmu saja yang norak."
Kirishima mengerling bosan. "Jomblo sialan."
"Dasar Homo."
Ruang tunggu belakang panggung ini terlalu besar untuk mereka bertiga. Para arsitektur baru itu menambah luasnya hingga dua kali lipat. Kirishima mengatakan tempat ini cocok dipakai dugem semalam suntuk. Yang langsung dihadiahi tatapan dingin Todoroki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meteor Garden [BakuDeku Ver.] *HIATUS
Fiksi Penggemar[Diadaptasi dari drama legendaris Meteor Garden] Midoriya Izuku, satu-satunya mahasiswa yang tidak berasal dari keluarga konglomerat di Tokyo International University. Kehidupan perkuliahannya penuh warna akibat kehadiran grup paling ternama di sana...