21/ Keputusan dan Jelita Maharani Arsyilla

64 7 18
                                    

"Bukankah untuk menjadi kuat kita harus terjatuh terlebih dahulu?"

(Viola P.A.S)

***

Vio, Caca, dan Jimmy kini sedang duduk di pojok perpustakaan. Dikelas sedang jam kosong dan ketiga sejoli ini memutuskan menyusun rencana di perpustakaan.

Setelah Vio kembali ke kelas tadi, ia langsung menceritakan jika Kevin menuntut pilihan darinya, membuat Caca dan Jimmy merasa empati atas apa yang telah terjadi pada Vio.

"Jadi sama aja dia memaksakan kehendak, Vi! Dia cuma mementingkan keinginannya sendiri. Dia mau semua yang dia inginkan tuh didapatkan meski harus ada korban yang tersakiti dari keinginannya itu. Menurut gue, Kak Kevin tuh udah terlalu maksa tanpa pikirin lo mau atau tidak."

Wajah Caca memerah karena amarah. Memang dari dulu ia sudah tidak suka dengan Kevin semenjak ia mengenal kepribadian cowok itu dari desas-desus yang ia dengar, bahwa Kevin adalah si biang onar sejati di sekolah ini, namun memiliki nilai plus. Yaitu tampan dan pintar.

Apalagi sekarang ditambah dengan apa yang dilakukan Kevin pada Vio, sahabatnya.

Caca merasa tingkat ketidaksukaannya pada si biang onar sejati itu bertambah menjadi berkali-kali lipat.

"Hmm..." Jimmy bergumam.

"Jadi menurut kalian gue harus gimana sekarang?" tanya Vio. Ia mengetuk-ketukkan jari jemari nya di meja.

"Seperti saran gue malam itu, lo pilih jadi pasangannya Kevin!" ucap Jimmy kemudian. Ia merasa begitu yakin dengan usul yang ia ucapkan.

Vio hanya melongo terkejut. Ia tidak yakin dengan pilihan itu.

"Gue jelasin," Jimmy menempatkan dirinya menghadap pada kedua cewek di depannya. "Gini, lo pilih aja jadi pasangannya Kevin. Dengan begitu lo nggak perlu pulang bareng dia." Jimmy menjelaskannya sambil berbisik sehingga membuat tiga kepala itu saling mendekat.

Vio dan Caca mendengarkan dengan seksama. Berusaha memahami apa yang Jimmy rencanakan.

"Nah, pas hari H, waktu pestanya dimulai, lo pura-pura sakit. Lo bilang ke dia kalau lo habis kepleset dari kamar mandi, diare, atau lo tiba-tiba demam. Pokoknya lo pastiin ke Kevin kalo lo nggak bisa menghadiri pesta ulang tahun mamanya malam itu. Kan lo nggak bakal jadi pasangannya. Lo cuma butuh milih salah satunya, kan? Bukan melaksanakannya, percaya sama gue! Gue yakin rencana ini berhasil" Jimmy mengakhiri penjelasannya.

Vio memetik jarinya dan kembali duduk tegak, "pinter lo, Jim."

Vio tersenyum sumringah, "dengan begitu gue ada alasan buat menghindar. Gue bisa nolak pulang bareng dia dan dia nggak ada alasan buat gangguin gue lagi."

"Betul itu, gue setuju. Ih, Jimmy kok tumben pinter ya?" tambah Caca.

"Pala lo? Gue emang jenius tahu," Jimmy menjitak kening Caca pelan.

Ditengah kelegaan yang mengalir di dada Vio, ponsel biru di atas meja berbunyi. Sebuah nomor dengan nama My Prince Charming  terpampang jelas di layar ponselnya.

Vio menerima panggilan itu.

"Halo," sapa Vio.

"Lo pulang bareng gue hari ini." Ucap seseorang di seberang telepon.

"Maaf, ini siapa ya? Salah sambung?" Vio mengerutkan keningnya.

"Lo lupa sama gue? Lo abis kejedot? Atau lo amnesia?"

Who Is He?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang