ㅤ 📖 O5. Tak Tersampaikan (Bagian Dua)

220 31 15
                                        

w/n. Pada chapter ini, kalimat (selain bahasa asing) yang ditulisakan dalam font italic menandakan kilas balik (flashback) dan percakapan yang ditulis dengan font bold menandakan bahwa percakapan dilakukan dalam bahasa Kanton.


—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku sudah sering pergi bersama mama tetapi kali ini adalah kali pertamanya bagiku mengunjungi Grand Aquarium. Sebenarnya minggu lalu sekolahanku baru saja mengadakan study tour ke tempat yang sama—hanya saja aku tidak bisa ikut karena sakit. 

Mungkin mama merasa kasihan jadi memutuskan untuk membawaku kemari. Padahal mama pernah bilang kalau uang tabungannya akan digunakan untuk menengok nenek bulan depan.

"Yuk-hei. Kau tunggu di sini ya, jangan kemana-mana."



Seharusnya hanya diriku dan Kun-gelah yang menyusuri jalanan Orchard Rd. Entah bagaimana Xiao Jun pada akhirnya juga ikut dan di sinilah kami bertiga, di dalam pusat perbelanjaan ION Orchard, duduk di sebuah cafe yang terletak di lantai dasar. Cuaca di luar sana cukup panas sehingga bahkan dua orang yang sudah lama menetap di Singapura memutuskan untuk masuk ke dalam untuk berteduh.

Di luar dugaan, keadaan lantai dasar pusat perbelanjaan ini cukup ramai. Karena ternyata lantai dasar mayoritas gedung-gedung yang berada di Orchard Rd. saling terhubung. Sebelum memutuskan untuk menjadikan Singapura sebagai tujuanku tentu saja aku sudah banyak mencari tahu tentang negara ini. Penduduk Singapura lebih sering menggunakan alat transportasi umum ketimbang alat tranportasi pribadi. Maka dari itu sudah tidak asing apabila stasiun MRT dan halte bus dipadati oleh banyak orang.

Stasiun MRT terletak di bawah tanah sehingga lantai dasar mayoritas gedung di Orchard Rd. menjadi penghubung jalanan dengan stasiun. Ada banyak sekali orang berlalu-lalang bahkan sebelum waktu jam makan siang.

"Lucas? Apa kau sudah tahu mau makan apa?"

"... Hah?"

"Apa kau sudah tahu mau makan apa?"

Kun-ge mengulang pertanyaannya. Aku bukannya tidak menyimak. Aku bingung. Bukankah tadi ia mengajakku keluar untuk membeli bahan memasak?

"Untuk nanti siang?"

Kun-ge mengangguk. Senyum menghiasi parasnya. Aku bersumpah demi dewa-dewi manapun. Lelaki di hadapanku ini sangatlah rupawan. Aku tak dapat mengalihkan pandanganku dari sosok Kun-ge sampai suara decakan mengusik telingaku. Di sebelahku, De Jun entah mengapa terlihat kesal.



"Mama?" Aku dapat mendengar suaraku sendiri di antara kerumunan orang-orang.

I LOVE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang