ㅤ 📖 O3. Tetangga Baru

272 39 1
                                    

Tepat pada pukul tujuh pagi suara jam weker terdengar di penghujung apartemen 08-02, tepatnya dalam kamar yang ditempati oleh seorang mahasiswa kedokteran Universitas Nasional Singapura. Rambut hitam berantakan sang Adam menyembul keluar dari balik selimut yang sepanjang malam menutupi tubuhnya dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Jam weker terus berdering sampai sang pemuda benar-benar terbangun dan mematikannya dalam jangka waktu kurang lebih lima menit lamanya. Beruntunglah unit apartemen yang ia tinggali hanya memiliki dua apartemen di tiap lantainya—sehingga suara lantang jam weker setidaknya tidak mengganggu terlalu banyak orang.

Hari Sabtu adalah hari di mana ia biasanya dibangunkan oleh dering weker yang diiringi harumnya masakan sang teman tinggal yang juga merupakan tuan rumah asli dari apartemen yang ia tinggali selama setahun terakhir. Namun, Sabtu pagi kali ini meninggalkan indera pendengarannya tersiksa tanpa memberikan kenikmatan barang sedikit pun untuk indera penciumannya; membuat suasana sang teruna sedikit terusik.

Tak berpikir banyak, pemuda yang tengah berada di usia duapuluh tahun-nya itu kembali memejamkan mata; mencoba kembali terlelap untuk mencegah rusaknya suasana hati sepanjang hari Sabtu. Akan sangat menjengkelkan bukan apabila hari akhir pekan dijalani dengan suasana hati buruk?

Tinggal sedikit lagi sebelum sang Adam kembali terseret ke alam mimpi kalau saja bukan karena suara bel yang mengisi ruang apartemen 08-02. Mendecak, lelaki berahang kuat itu beranjak dari tempat tidurnya.

"Kun-ge?" Panggilnya seraya melewati ruang tengah.

Tidak adanya jawaban dari sosok yang ia panggil tak membuatnya berhenti berjalan semakin dekat ke arah pintu. Sesekali sepanjang langkahnya ke arah pintu, ia menoleh ke arah dapur untuk mencari sosok sang pemuda Qian. Awalnya ia meragukan penglihatannya karena ia sama sekali tidak mendapati sosok Qian Kun di dapur pada pagi hari di akhir pekan. Tak ambil pusing, ia berasumsi bahwa teman tinggalnya itu masih tertidur pulas karena begadang semalam suntuk sehingga ia pun meneruskan langkahnya.

Setibanya di balik pintu kayu berukuran cukup besar itu, tanpa repot-repot mengintip dari lubang pengintip maupun mengecek interkom, ia memutar knop pintu.

"Selamat pagi."

Pemuda dengan tinggi tubuh yang tak terlalu berbeda jauh dengan tinggi tubuh sang teman tinggal melangkah mundur dalam rasa tertegun. Sosok yang baru saja menyapanya selamat pagi itu amat tinggi menjulang, membuatnya mau tak mau menengadahkan kepalanya agar dapat bertemu pandang dengan sang penyapa.

"... Selamat pagi... Apa ada yang bisa kubantu?"

Lelaki jangkung di depan pintu masuk apartemen 08-02 itu tampak kebingungan, membuat sang penghuni merasa sedikit cemas. Bagaimana kalau yang berhadapan dengannya saat ini adalah orang dengan niat yang tidak baik?

"Ah, maaf. A-aku tidak yakin tadi dia minta diambilkan pisau daging atau pisau sayur..." Sosok tinggi itu berujar. Amat pelan.

"Dia? Dia siapa?"

"I-itu..."

"Lucas? Kenapa lama sekali?" Sebuah suara yang merupakan milik orang ketiga terdengar. Meskipun pandangannya terhalang oleh tubuh raksasa di depannya, ia tahu siapa gerangan pemilik suara lembut dan menenangkan itu.

"Kun-ge?"

"Selamat pagi, Xiao Jun." Sang pemuda Qian—teman tinggalnya—kini berdiri bersebelahan dengan sang 'tamu' tak diundang. Melihat bagaimana lelaki yang lebih tua itu menyentuh lengan sang sosok asing membuat sang pemuda Xiao yakin bahwa keduanya sudah saling mengenal—meski ia tidak tahu sejak kapan—sehingga ia berhenti merasa was-was.

"Oh iya, ayo kalian berkenalan 'lah!" Kun berujar seraya menarik tangan Lucas dan Xiao Jun seraya secara perlahan menuntun keduanya untuk berdiri cukup dekat dalam posisi saling berhadapan.

"Lucas, kenalkan ini teman tinggalku. Namanya Xiao De Jun dan usianya sepantaran denganmu."

Xiao Jun memamerkan senyum tipis pada sosok yang pada akhirnya ia ketahui bernama Lucas. Dan senyum tipis itu bertahan sampai setelah Kun mengenalkan dirinya pada Lucas.

"Halo... Lucas? Salam kenal," Xiao Jun kembali bersuara, sosok berambut hitam pekat itu mengulurkan tangannya sebagai ajakan untuk berjabat tangan.

"Halo, De Jun. Namaku Wong Yuk-hei tapi panggil Lucas saja. Itu lebih mudah," ajakan berjabat tangannya langsung disambut oleh Lucas ketika ia mengenalkan dirinya sendiri.

Senyum terlukis di sepanjang garis bibir Kun, "bagus. Kalian sudah saling kenal. Sebagai tetangga kita semua harus saling membantu. Mengerti?"

Xiao Jun dan Lucas menangguk bersamaan.

Dan Kun? Ia tersenyum puas. Senyum itu sangat menular—setidaknya bagi Xiao Jun karena lelaki yang lahir di tahun 1999 itu kini kembali tersenyum. Dan kali ini, lebih lebar dari sebelumnya.

I LOVE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang