Tiga

41 17 0
                                    

Setiap hari bertengkar di depan seorang anak perempuan yang berumur 12 tahun tidak mementingkan perasaan anak mereka yang sedang menonton pertengkaran anatara keduanya itu dengan disertai air mata. Mereka bertengkar karena hal-hal sepeleh saja, sungguh memalukan.

Ada saat dimana anak perempuan itu tidak sanggup lagi melihat adegan yang menyakitkan hatinya itu dia hanya bisa meluapkannya dengan menangis dan pada saat dia mendengar bahwa kedua orang tuanya itu berniat berpisah hatinya terasa sangat hancur.

Dan kedua orang tuanya memutuskan untuk pisah rumah dulu untuk sementara dan menyadari kesalahan masing-masing, Papa Feby meninggalkan Feby dengan mamanya walau itu sedikit berat bagi dirinya.

"Feb ingat ini, jangan pernah menunjukkan kelemahan pada odang lain,"

"Papa pasti sering menjenguk kamu disini sayang jangan takut ya, i love you so much baby."

Kata kata itu yang terakhir Feby dengar dari mulut papanya yang selalu menyayanginya dan memanjakannya selama ini.

Feby hanya bisa mengikuti alur drama dalam kehidupannya itu tidak bisa mengelak apa lagi membantah. Dirinya juga tidak mempunyai tenaga untuk melakukannya.

Hari demi hari dilewatinya tanpa seorang ayah disisinya. Tapi, Feby selalu menepati janjiya pada papanya bahwa tidak akan pernah memunjukkan kelemahannya pada orang lain termasuk mamannya.

Kesedihannya sellau dia tumpahkan di kamarnya, sampai Papanya juga menepati janji satu bulan sekali papanya menyempatkan diri untuk menjenguk dirinya.

Sekarang sudah tahun ke 3 kedua orang tuanya berpisah rumah. Tapi, tahun ini hubungan kedua orang tuanya seperti membaik pada saat papa Feby datang untuk menjenguknya sebelum pulang Feby pernah memergoki kedua orang tuanya sedang mengobrol di ruang tamu, Feby sangat gembira melihat keduanya akur.

Doa Feby selama ini akhirnya terkabul, tepat pada hari ini keduanya menyetujui untuk memperbaiki hubangan mereka yang hampir roboh. Tidak usah disebutkan lagi betapa gembiranya Feby setelah 3 tahun melihat kedua orang tuanya yang bertengkar dan pada akhirnya bersatu kembali.

Melihat tangisan penyesalan keduanya membuat Feby ikut menagis gembira. Tuhan memang adil.

Selama ini Feby sangat manja tapi sejak dia pisah rumah dengan papanya Feby sedikit belajar menjadi anak yang mandiri dan tidak serba bergantung pada orang lain.

"Gua turut bahagia ya Feb om dan tante akhirnya bisa baikan," ujar Viona menarik sudut bibirnya dan memeluk tubuh Feby

"Makasih ya, Vi." Feby membalas pelukan Viona, tidak lama keduanya melepaskan pelukan itu lalu Feby memajukan jari kelingkingnya begitu juga dengan Viona, mereka berdua saling menautkan jari kelingking mereka dengan tawa yang menghiasi wajah mereka berdua.

*****

"Vi, gua yakin cowok yang kemarin itu salah satu dari pemain Truth or dare," bisik Viona.

"Iya gua juga mikir gitu, gua sudah tahu apa yang harus gua lakuin." Viona membisikkan sesuatu pada Feby dan Feby hanya mengangguk pelan mengerti.

Mulut pak Oscar sejak tadi tidak berhenti komat-kamit beberapa murid sudah sangat bosan drngan ocehan yang keluar dari mulutnya sejak satu jam lalu hanya ada beberapa anak yang masih fokus dengan ocehannya.

Viona terus mencatat point penting dari apa yang dijelaskan oleh pak Oscar panjang lebar sedangkan Feby dia sempat fokus dan menulis ponit penting dari penjelasan pak Oscar tapi lama kelamaan penjelasan pak Oscar seperti berubah mejadi sebuah dongeng dan membuat Feby tidak kuasa menaha rasa kantuknya.

"Yasudah jangan lupa hafalkan rumus-rumus yang tadi sudah bapak jelaskan, nanti bapak akan tes kalian satu-satu kedepan kalau ngak bisa nilai kalian akan bapak kasih nilai pas KKM di rapport." ujar pak Oscar.

"Astaga tuh bapak-bapak ngeselin banget sih." gerutu Feby, diabangun saat semua murid bersorak karena ucapan pak Oscar.

"Namanya juga guru," ujar Viona megambil headshet dan handphonenya di dalam tas lalu menautkanya di telinga. Yah..., seperti biasa lah.

Tiba-tiba semua murid menoleh kearah pintu kelas dan sebagian murid cewek terpesona dengan sesosok laki-laki yang berada di depan hadapan mereka sekarang.

"Gua mau nyari murid yang Viona adelya," ujarnya.

Seketika semua murid menatap Viona yang sedang duduk tenang dengan mata yang tertutup untuk lebih menghayati lagu dan headshet yang masih setia tertaut di telinganya.

Feby menggoyang-goyangkan tubuh Viona, "Hm," jawab Viona masih setia dengan posisinya.

"Viona adelya." ujar laki-laki itu melepas tautan headshet yang berada di telinga Viona.

"Apaan sih lo? gila?" ketus Viona menarik kasar headashetnya.

Laki-laki itu hanya mengidikkan bahu dan menarik tangan Viona tanpa izin, sumpah ni orang sudah gila! Viona sangat tidak suka waktu santainya seperti tadi diganggu oleh siapapun.

Viona sempat terdiam sejenak tapi tidak lama dia sadar saat dia sudah tiba di belakng sekolah dan dengan cepat melipat tangan laki-laki itu dibelakang seperti seorang maling yang tertangkap basah oleh seorang polisi.

"Eh eh lepas anjir sakit!" teriak Athalla.

"Mau lo tuh apaan sih?!" tanya Viona.

"Iya gua bakal jelasin semuanya tapi lepasin dulu ini sakit sumpah," jujur Athalla. Viona melepaskan tangan Athalla yang tadi dia lipat di belakang.

"Jadi gini, lo tahu kan tentang misteri game Truth or Dare di sekolah ini?" kata Athalla meremggamgkan tangannya karena masih terasa sakit.

DEG!

Sudah diduga ini semua pasti tentang Truth or Dare, Viona hanya bedeham.

"Gua awalnya penasaran sama game ini so, gua mutusin buat ikutan main dan gua dapet DARE dan darenya itu ngedeketin lo dalam waktu satu bulan." jelas Athalla.

"Dan kalau gua gagal gua bakal kehilangan nyawa gua," muka Athalla berubah menjadi sangat serius.

"Game ini memang aneh, sebenarnya kata truth itu tidak dianggap ada dalam permainan ini. Dan kalau gua berhasil ngejalanin misi gua-," Athalla menjeda ucapannya sebentar untuk menghela nafas.

"Gua bisa bayar biaya operasi nyokap gua."

Viona hanya bisa diam menjadi pendengar setia cerita Athalla sedari tadi. Saat Viona mendengar bahwa nyawa Athalla akan menjadi taruhan dia sangat terkejut senekat itu Athalla, dan saat Athalla menyebutkan bahwa nyawa ibunya sedang terancam saat ini Viona terduduk lemas karena dia mengingat mamanya.

"Lo kenapa? sakit?" tanya Athalla memeriksa suhu badan Viona yang tiba-tiba menjadi panas.

"Lo sakit." kata Athalla panik

Viona menatap Athalla dengan muka pucatnya, "Mama, papa." lirih Viona lalu Viona terjatuh tidak sadarkan diri untung Athalla dengan sigap menahan tubuh Viona.

Athalla heran biasanya gadis ini terlihat seperti seorang gadis yang kuat tapi saat ini berubah menjadi seorang gadi yang sangat rapuh.

Tanpa aba-aba Digendongnya tubuh kurus Viona dengan panik, Sepanjang jalan menuju UKS Athalla dan Viona menjadi sorotan ratusan pasang mata.

Tidak tahu mengapa Viona sangat sensitif hika seseorang menyebut tentang orang tua, apa itu gara-gara kedua oragmng tuanya telah tiada.

"Vi, Lo kenapa? sahabat gua kenapa?!" ucap Feby panik.

"Cepet lo buka pintu UKS," ucap Athalla dengan suara beratnya.

Feby mengangguk dengan cepat membuka pintu UKS dan merapikan kasur UKS.

"Lo jagain dia, gua mau keluat bentar sekalian ngizinin kalian." ucap Athalla dengan muka datarnya dan keringat yang membasahi mukanya.

***

Udah part 3 nih gimana? lanjut ga? kalau mau lanjut jangan lupa buat semepetin beberapa detik kalian untuk Vote dan comment karena itu penting banget buat kelanjutan cerita TRUTH OR DARENYA.

TRUTH OR DARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang