Pro•Lo•Gue

7.5K 871 38
                                    




📻









"Satu, aku benci caramu berbicara kepadaku. Angkuh, sombong dan menjengkelkan." Jaemin menghela nafas gusar di sela-sela membaca isi dari selembar kertas di genggamannya.


"Dua, aku benci potongan rambutmu yang baru, sangat jelek! Ugh! Tiga, aku benci ketika kau meminjam mobilku dan tidak pernah repot-repot untuk untuk mengisi tangki bensin yang kosong."


Sampai di sini si Pemuda berambut cokelat keemasan itu menjeda, melirik penuh hujatan; memastikan kalau lawan bicaranya masih di sana, mendengar semuanya tanpa cela.


"Hell-o? Masih mendengarkanku atau tidak?" tanyanya ketus.


Yang ditanya mengangguk pelan. "Yep, lanjutkan."


Setelah mendesah panjang, Jaemin melanjutkan membaca tulisannya. "Empat, Aku benci caramu menatapku dan caramu membaca pikiranku. Lima, aku benci hoodie hijaumu yang besar, bodoh, dan buluk itu. I fucking hate it! Ew! Enam—"


Ia terdiam, menggigit bibir bawahnya seraya beringsut sedikit menjauh; mencoba mengendalikan amarahnya yang hampir meledak.


"Enam, aku benci ketika kau berbohong. Tujuh... aku benci dengan fakta kalau kau selalu benar. Delapan—"


"Jaemin-ah..." Jeno menggenggam tangan Jaemin tetapi pemiliknya dengan cepat menepis seraya memberikan tatapan penuh hujatan.


"Diam! Aku belum selesai!" bentak Jaemin. Ia mendengus gusar lalu melanjutkan membaca sisa tulisannya.


"Delapan, aku sangat membencimu sehingga membuat hatiku sakit. Hell! Bahkan aku sendiri tidak tahu apa alasannya! Sembilan, aku benci saat kau tidak ada dan sama sekali tidak menghubungiku—you shit!"


"Jae—"


"Aku bilang diam, Lee Jeno! Aku belum selesai!"


Jeno memilih untuk menutup mulut dan menghentikan aksi 'mari mengakhiri semua ini' ketika Jaemin kembali menghardiknya. Tetapi sesuatu akan terjadi dan itulah yang membuatnya bersikeras mencegahnya.


"Sepuluh—sepuluh... se-sepuluh... aku benci saat kau, saat kau..." Satu tetes air mata menyelinap turun dari manik si Kelinci dengan nakalnya.


"Jaemin-ah." Jeno menarik pergelangan tangan pemuda itu dan membawanya ke dalam pelukan.


"Aku belum selesai! Tolong lepaskan aku!" Jaemin menggeliat kesal, tetapi Jeno sepertinya tidak peduli sama sekali.


"Katakan saja sekarang, aku akan mendengarkan apa pun yang akan kau katakan," bisik Jeno.


Sejenak keheningan datang, hanya isakan samar dari bibir Jaemin yang bisa terdengar. Sampai akhirnya Jaemin menarik nafas panjang dan menghembuskan panjang-panjang sisa dari isakannya.


"Sepuluh," bisik Jaemin lirih, teredam dalam pelukan Jeno. "Yang terparah, aku benci pada fakta kalau aku tidak bisa membencimu, tidak sedikitpun, sama sekali tidak bisa... fuck!"


Jeno tertawa lirih. "Hanya itu?"


Jaemin mengangguk kecil. "Ya," jawabnya singkat.


"Sekarang giliranku, benar bukan?" Jeno mengurai dekapan seraya memegang erat kedua bahu Jaemin.


Ia mengamati kedua manik si Kelinci yang berlapis air mata, ia pun mengulas senyum; membentuk sepasang crescent moon dengan kedua maniknya.

"Jaemin-ah, Aku hanya punya satu alasan—


—aku membencimu. Sangat membencimu."









📻









📻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
10 Reasons to Hate You || NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang