T W E E

18 6 2
                                    

Nasya turun dari mobil diikuti oleh Gabriel, laki-laki yang berangkat bersamanya menunju kampus. Mereka berjalan bersama menuju gedung fakultas hukum. Mahasiswi-mahasiswi menatap sinis Nasya disaat keduanya melintas dihadapan mereka. Wajar saja mengingat Gabriel ini termasuk mahasiswa terpopuler yang memiliki segudang prestasi. Gabriel bersama dengan ketiga sahabatnya begitu dipuja oleh para gadis-gadis di kampus ini. Sayangnya, dari mereka belum ada yang memutuskan menjalin hubungan dengan para gadis tersebut.

"Sana masuk kelas. Belajar yang bener." Perintah Gabriel saat mereka sampai didepan kelas Nasya.

"Siap pak bosss!" Nasya menjawab sambil tangannya ia letakkan didahi layaknya sedang upacara bendera sambal tersenyum manis. Sebenarnya Nasya juga termasuk jajaran mahasiswi yang populer, hanya saja gadis itu terlalu tertutup dan jarang sekali menongkrong bersama mahasiswa dan mahasiswi populer lain. Ia lebih suka menghabiskan waktunya dengan membaca novel atau menonton film. Itulah sebabnya ia tak sepopulet Finka dan yang lainnya.

Gabriel ikut tersenyum, sejak dulu senyum gadis di hadapannya ini memang mampu menular pada siapapun yang ada di sekitar gadis tersebut, ia lalu mengusap puncak kepala Nasya gemas. "Ya udah, gue ke kelas dulu. Kalo ada apa-apa kabarin gue, ya!" Pamit Gabriel.

Nasya mengangguk dan kemudian menatap tubuh Gabriel dari belakang sampai benar-benar Gabriel telah hilang dari pandangannya. Nasya dan Gabriel memang menempuh pendidikan di fakultas yang sama yaitu fakultas hukum. Tapi mereka berada di semester yang berbeda, Nasya berada di semester 2 sedangkan Gabriel berada di semester atas, tepatnya di semester 6.

"Eh hallo Yo!" Sapa Nasya saat berpapasan dengan Rio, teman satu jurusannya didepan pintu kelas.

"Hai Sya!" Sapa balik Rio. Mereka berdua berjalan masuk ke dalam kelas lalu duduk di tempat mereka masing-masing.

"Dianter Gabriel lagi?" Tanya Rio penasaran. Nasya menoleh ke arah Rio dan menjawabnya dengan sebuah anggukan seraya tersenyum.

"Emang Gabriel siapanya lo, sih?" Tanya Rio yang langsung membuat Nasya mengurungkan niatnya untuk membuka tas biru miliknya.

"Gabriel itu....." ucapannya terhenti.

"Rioo!" Panggilan tersebut memotong jawaban Nasya, seorang gadis memanggil Rio yang membuat Rio mengalihkan perhatiannya ke arah gadis yang tengah berdiri di ambang pintu itu. Rio melemparkan senyumannya -senyum spesialnya- ke arah gadis yang selama beberapa bulan terakhir ini menjadi pujaan hatinya.

"Hai Finka!" Ucap Rio yang langsung menghampiri Finka, melupakan Nasya dan jawabannya. Nasya menatap kesal ke arah Rio dan Finka.

"Lagi-lagi Finka, kapan lo bisa sadar Yo?" Gumam Nasya lirih.

-----

Setelah membelah jalanan Kota Bandung pagi ini dengan santai meski harus sabar menghadapi kemacetan. Akhirnya kedua orang ini sampai juga di kampus.

"Makasih yah Bos, eh Dev." Ucap Fancha sambil melepaskan sabuk pengamannya.

"Kayaknya lo belum terbiasa panggil gue pake nama gue haha." Ucap Deva terkekeh.

Fancha menggaruk tengkuknya. "Ya maaf Dev. Soalnya lo kan bos gue di cafe, jadi gue canggung kalo manggil lo tanpa embel-embel bos. Hehe."

"Yaelah Fan, santai aja kalo sama gue haha." Balas Deva. Fancha hanya tersenyum kearah Deva. Mereka berdua turun dari dalam mobil.

"Kalo gitu gue ke kelas dulu yah. Makasih sekali lagi." Ucap Fancha berterima kasih sebelum melangkah pergi.

"Iya sama-sama."

Baru saja beberapa langkah Fancha pergi, Deva memanggil nya.

"Ada apa?" Tanya Fancha sambil membalikkan badannya.

"Gue bareng sama lo boleh?" Tanya balik Deva.

Fancha tertawa kecil mendengar pertanyaan Deva. Ia heran, apakah ada yang salah dengan pertanyaan nya?

"Ya ampun Dev gedung kita beda. Gedung lo disana, sedangkan gedung gue disana." Jawab Fancha sambil menunjukkan gedung mereka yang berlawanan arah.

Deva menepuk dahinya sambil tertawa malu. "Iya yah, bego gue. Sorry deh haha."

Fancha menggelengkan kepala melihat tingkah bos nya. Fancha membalikkan tubuhnya untuk melanjutkan pergi ke gedung fakultas multimedia. Tapi lagi-lagi, Deva kembali memanggil nya.

"Ada apa lagi Dev?"

"Hati-hati, awas kesandung hehe." Lagi-lagi kalimat bodoh yang dilontarkan oleh Deva. Ayolah Dev. Fancha bukan anak kecil! Batinnya.

Fancha tertawa kecil, lalu melangkah pergi meninggalkan Deva.

"Kapan nyali gue muncul buat nyatain semuanya ke lo Fan?" Tanya Deva dalam hati sambil membenarkan gendongan tas nya.

-----

See you, part selanjutnya!

HARTPROBLEMENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang