V I E R

11 8 0
                                    

Hari weekend telah tiba, hari yang ditunggu-tunggu oleh setiap orang. Waktu yang digunakan untuk bersantai dan beristirahat dari segala aktifitas yang telah dijalani selama seminggu ini. Tapi tampaknya hal itu tidak bisa dinikmati oleh Galuh. Weekend lekai satu itu berbeda karena ia tengah dibuat sibuk menulis tugas kuliahnya yang tak bisa ia kumpulkan sesuai deadline, sehingga ia harus mengerjakannya 3 kali lipat.

"Makannya lo fokus aja dulu kuliah, jangan fokus ke musik terus." Saran Gabriel yang baru saja kembali dari toilet cafe.

"Dari pada lo cuma ngomong doang, mending lo bantuin gue nulis tentang hukum pidana di luar kodifikasi. Nih pulpennya." Ucap Galuh seenaknya sambil memberikan bolpoint dan selembar kertas polio.

"Dih ogah banget. Tugas-tugas lo ini kan, napa gue jadi ikutan ribet." Tolak Gabriel yang lebih memilih bersandar di sofa dan memainkan handphone nya.

"Ini pesenannya nya." Ucap Fancha sambil meletakkan dua porsi cheese cake dan dua cangkir cappucino ke meja.

 "Makasih." Ucap Gabriel berterima kasih kepada Fancha sambil tersenyum.

Oh ya, cafe ini adalah cafe yang dimiliki oleh empat orang sekawan yang merupakan cowok-cowok popular di kampusnya. Mereka adalah Deva, Gabriel, Ryan dan Galuh.

"Fan, lo free kan?" Tanya Galuh sebelum Fancha pergi. Fancha menggangguk untuk menjawab pertanyaan Galuh.

"Lo bisa bantuin gue nulis ini ngga? Please." Pinta Galuh kepada Fancha. Fancha langsung mengangguk karna memang Galuh merupakan Bos nya juga, jadi ia harus menuruti permintaan Galuh. Jadwal dia juga ga sibuk-sibuk banget hari ini.

Fancha duduk ditengah-tengah Galuh dan Gabriel. Fancha langsung mengerjakan apa yang dipinta oleh Galuh.

"Lo apa-apaan sih Gal? Fancha disini kerja buat ngelayanin pelanggan, bukan buat ngerjain tugas lo." Tegur Deva yang baru saja turun dari lantai dua cafe.

Deva menarik tangan kiri Fancha untuk berdiri, namun Galuh menahannya dengan cara menarik tangan kanan Fancha. Dan adegan tarik menarik itu terus saja terjadi sampai akhirnya Galuh yang mengalah.

-----

Finka terdiam mematung melihat apa yang terjadi didepan kedua matanya. Hatinya meringis seketika saat melihat laki-laki yang ia cintai sedang memegang tangan perempuan lain. Perempuan yang menggunakan seragam cafe ini.

Ya, laki-laki itu adalah Galuh dan perempuan itu adalah Fancha. Finka yang baru saja datang bersama dengan Rio ke cafe ini hanya bisa menahan air matanya. Setelah sekian lama ia menyimpan semua rasa ini sendirian apa ini balasannya? Ia mencintai Galuh sejak pertama kali ia melihatnya, selama ini ia lebih memilih untuk menunggu, menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan. Namun sepertinya, semua penantiannya akan berakhir sia-sia.

"Are you okay?" Tanya Rio yang menyadari perubahan mimik wajah Finka.

 Finka hanya mengangguk kecil sambil tersenyum. "I'm ok. Why?"

Rio hanya menggeleng. Mereka akhirnya masuk ke kafe tersebut. Rio sadar, bahkan sangat sadar bahwa ada yang disembunyikan Finka. Tapi ia juga tak mau memaksa Finka. Biar saja gadis itu bercerita ketika sudah siap nanti.

-----

"Bocahh sipitttt!!!!! Keluar buruannnn!!!!" Teriak lelaki tersebut di depan rumah seorang gadis.

"Tunggu bentarr kek elahh!!! Berisik banget lo bikin gaduh di depan rumah orang." Gadis di dalam rumah tersebut.

Gadis itu membuka pintu coklat rumahnya. Dilihatnya laki-laki yang sebenarnya sangat tak ingin ia lihat didunia ini.

"Lama banget sih lo bukanya!" Tegur laki-laki itu.

Gadis itu memutarkan bola matanya sebal. "Lo ngga sabaran banget sih! Udah tau kaki gue masih susah buat jalan!" Balas gadis itu sambil merampas sterofoam dan kresek putih yang berisi peralatan ATK. Ia melangkah masuk ke dalam rumahnya.

"Lo ngga nyuruh gue masuk?" Tanya laki-laki itu kesal yang masih berdiri didepan pintu.

"Lebay amat lo! Biasa nya juga nyelonong masuk!" Jawab gadis itu yang telah duduk dilantai dan mulai mengeluarkan barang-barang di dalam kresek.

"Tuh Pil, gue udah beliin perlengkapannya. Sekarang giliran lo yang ngerjain semuanya." Ujar laki-laki itu yang ternyata adalah Ozy.

"Lah? Enak di lo gaenak di gue!" Tolak Pili sambil melemparkan buku paket ke arah Ozy, namun beruntunglah Ozy bisa menangkisnya.

Ozy duduk dilantai berhadapan dengan Pili. Ia mengetuk-ngetukkan spidol ke meja ruang tamu. Sementara Pili mulai menulis materi yang akan mereka presentasikan di atas kertas lipat.

"Bentar, gue bikinin lo minum dulu." Ujar Pili yang mulai bangkit.

Namun Ozy menahan Pili untuk tidak pergi dengan cara menggenggam tangan kiri Pili. Pili menatap Ozy heran yang menahannya.

"Ada apa? Lo mau request apa lagi selain minum?" Tanya Pili dengan nada ketus.

Ozy berdiri lalu memegang kedua bahu Pili. "Udah mending lo duduk aja kerjain itu tugas. Kaki lo belom sembuh kan? So gue aja yang bikin minum." Ujar Ozy sambil mendorong turun tubuh Pili untuk kembali duduk.

Pili hanya bisa menatap Ozy dengan ekspresi heran, ada apa dengan Ozy? Mengapa akhir-akhir ini ia terlihat berbeda kepadanya?

-----

Nasya turun dari taxi sambil bersenandung senang. Hari ini dia benar-benar sangatttt bahagia. Ia lolos menjadi salah satu calon penyiar di radio Rash yang sangat terkenal. Nasya melangkahkan kakinya masuk menuju cafe untuk bertemu Gabriel. Ia ingin menceritakan betapa bahagianya hari ini.

Tapi senyuman bahagia Nasya memudar, terganti oleh rasa sesak yang seketika ia rasakan. Di meja bernomer enam disudut cafe, ia melihat Finka sedang bersandar di bahu Rio, laki-laki yang selama ini ia kagumi. Tangan Rio tak habis-habisnya mengelus rambut Finka dan berusaha menenangkan Finka. Mata Finka terlihat sembab dan mungkin hal itu akan terjadi kepada Nasya setelah ini. Tak ingin berlama-lama melihat hal menyakitkan tersebut, Nasya langsung berlari ke meja Gabriel yang sedang asyik mengobrol dengan ketiga sahabatnya yaitu Galuh, Ryan dan Deva.

"Iyel...." Panggil Nasya lirih.

Gabriel langsung berdiri dan menatap khawatir ke arah Nasya. Dilihatnya mata Nasya yang telah berkaca-kaca. "Lo kenapa? Apa yang sakit? Siapa yang bikin lo nangis?" Tanya Gabriel sambil menangkup kedua pipi gadis tersebut. Hal ini ia lakukan untuk menahan air mata Nasya agar tidak tumpah saat ini.

Happ!!! Nasya langsung memeluk erat tubuh Gabriel. Menyembunyikan wajahnya karena air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya terjatuh juga dan semakin bertambah deras. Gabriel membalas pelukan Nasya tak kalah erat, emosinya memuncak melihat gadis kesayangannya menangis seperti ini. Kejadian seperti ini tidak ingin Gabriel alami lagi, ini yang selalu ia hindari mengingat kondisi Nasya yang mudah drop. Ryan, Galuh, Deva, Fancha bahkan Rio dan Finka yang berada tak jauh dari mereka menatap kaget Nasya yang memeluk Gabriel erat.

Gabriel mengelus rambut Nasya dengan mata yang melirik ke arah orang-orang yang melihatnya. "Kita bicara di lantai dua." Bisik Gabriel yang langsung dibalas anggukan kecil Nasya. Mereka berdua pergi menaiki tangga menuju lantai dua.

"Mereka pacaran?" Tanya Ryan kepada kedua sahabatnya.

"Gue ngga tau." Jawab Galuh sambil terus menatap ke arah keduanya.

"Parah si Gabriel kalo ngga ngasih tau kita dia udah taken" Sambung Deva yang tak melepas pandangannya dari tangga yang dinaiki Gabriel.

"Nasya pacarnya Gabriel?" Tanya seseorang di dalam hatinya.

HARTPROBLEMENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang