Z E S

9 4 0
                                    

"Nasya! Keluar lo!" Teriak penuh amarah Dhanu sambil memukul-mukul keras pintu kamar Nasya. Ya, memang begitulah Dhanu, salah satu sifat buruknya adalah tidak bisa mengandalikan emosinya dengan baik dan akan kalap melakukan apapun asalkan amarahnya tersalurkan.

Tak berapa lama pintu itu terbuka dengan kasar, Nasya keluar dengan wajah kesal karena Dhanu mengganggunya saat ia sedang asik menonton sebuah film di macbook nya. Salah satu kegiatan favoritnya.

"Ada apa sih? Lo ngga ada bosennya apa ya ganggu gue mulu?!" Tanya Nasya sambil melipat kedua tangannya di dada.

Melihat sikap Nasya yang seperti itu membuat tatapan mata Dhanu berubah  menjadi semakin tajam seakan ingin menghantamkan bom kepada kembarannya saat ini juga. Tangannya mengepal kuat, berusaha tidak main tangan pada gadis menyebalkan di depannya.

"Lo mau apa sih? Kalo ga ada yang penting mending lo pergi sana." Usir Nasya dengan menggibaskan tangannya mengusir Dhanu.

Dengan gerakan cepat, Dhanu mencengkram pergelangan tangan Nasya sangat erat hingga gadis itu merintih kesakitan. Nasya mencoba melepaskan cengkraman Dhanu, namun itu malah membuat Dhanu semakin mencengramnya lebih kuat.

"Awww.. Sakit Dhan.." Rintih Nasya.

"Apa-apaan lo tadi nabrak Finka sampe dia jatoh? Lo punya dendam apa?" Tanya Dhanu dengan nada membentak.

"Bukannya tadi gue udah bilang kalau gue gak ngapa-ngapain dia?! Lo tuh kenapa sih Dhan? Lo bentak-bentak gue karena cewe itu, padahal gue ini kembaran lo sendiri!" Jawab Nasya yang telah berhasil melepaskan cengkraman tangan Dhanu. Dan setelahnya Nasya langsung menutup kasar pintu tepat didepan wajah Dhanu, sebuah kesalahan karena hal itu semakin membuat Dhanu kalap.

"Nasya! Buka pintu lo! Gue belom selesai ngomong! Gapunya sopan santun banget sih lo!" Perintah Dhanu sambil terus menggebrak-gebrak pintu kamar Nasya. Nasya hanya acuh tak acuh saja di dalam kamarnya. Ia lantas mematikan macbooknya. Selera menontonnya hilang seketika. Tangannya perih dan mungkin akan menimbulkan bekas keesokan harinya.

Kesabaran Dhanu telah habis, Nasya tak kunjung membuka pintu kamarnya. Dhanu mundur dua langkah dan ia mendrobak pintu kamar Nasya yang terkunci dari dalam.

Dobrakan pertama tak berhasil, dobrakan kedua pun sama. Hingga dobrakan ketiga, knop pintu kamar Nasya terlepas dan engselnya patah.

"Lo apa-apaan sih?" Tanya Nasya kesal yang langsung bangkit dari tempat tidurnya.

"Jawab pertanyaan gue! Lo budek yah?!" Bentak Dhanu yang sekarang telah berada di hadapan Nasya.

Namun Nasya memilih untuk membuang mukanya dan tak menjawab pertanyaan Dhanu. Ia bingung harus menjelaskan seperti apalagi supaya Dhanu percaya padanya. Mungkin ia memang cemburu pada Finka karena Rio, tapi ia tak se-cupu itu dengan sengaja menabrak Finka. Ia juga tak ingin mempermalukan dirinya sendiri, karena dengan ia melakukan hal-hal seperti itu otomatis perasaan terpendamnya pada Rio akan dengan mudah diketahui oleh banyak orang.

Berkali-kali Dhanu memanggil Nasya, berkali-kali juga Nasya mengabaikannya dan membuang muka. Ia lebih memilih menatap rintikan hujan melalui kaca jendela kamarnya yang berada di lantai 2.

Hingga akhirnya Dhanu buta dengan kemarahannya kepada adik kembarnya itu. Dhanu tak sengaja melihat macbook kesayangan Nasya diatas ranjang. Dengan penuh amarah, Dhanu mengambil macbook itu dan langsung melemparkannya ke dinding kamar hingga macbook itu hancur menjadi beberapa bagian.

"DHANUUU! Apa-apaan sih lo?" Teriak Nasya histeris karna melihat macbook yang ia beli dengan hasil menabungnya selama hampir 1 tahun. Nasya mengahampiri serpihan macbooknnya. Sia-sia sudah uang yang ia tabung.

"Itu akibatnya kalo lo macem-macem sama Finka." Ucap Dhanu sambil menyeringai tanpa rasa bersalah. Dhanu membalikkan badannya hendak pergi, namun langkahnya di hadang oleh Nasya yang telah berada di hadapannya.

"Lo emang dasar kakak yang ga punya perasaan yah! Lo lebih belain si cabe cabean Finka daripada gue, adik lo sendiri!" nafas Nasya memburu beserta amarahnya. "Lo ga tau gimana susah payahnya gue buat beli macbook itu tanpa minta ke bonyok! Gue sampe ga jajan sama sekali Dhan! Dan liat sekarang, lo dengan seenak jidat lo ngancurin itu semua! Dimana hati lo?!!" Teriak Nasya frustasi. "Emang yah lo itu anak manja! Lo bocah! Gue emang cemburu ya sama cewe cabe itu tapi dia jatoh karna dia sendiri bukan karena gue tabrak! Lo mau tau alasan gue cemburu sama dia?! Rio lebih mentingin dia daripada gue padahal jelas dari awal gue yang punya rasa sama dia! Dan lihat, elo yang kaka gue pun selalu liat dia! Bukan gue Dhan! BUKAN GUE! Selama ini gue suka sama Rio! Puas lo?!" Bentak Nasya penuh penekanan sambil menunjuk-nunjuk wajah Dhanu dengan telunjuknya. Nafasnya memburu, segala amarah yang ia tahan meledak sudah hari ini.

Nasya mendorong tubuh Dhanu kasar walaupun itu tak menimbulkan efek apa-apa kepadanya.

Dhanu hanya diam mematung.

-----

Hujan memang datang tak tahu waktu! Fancha berlari menuju halte untuk berteduh. Bajunya dan rambutnya pun basah. Fancha duduk bersandar di halte sambil menunggu hujan reda walaupun ia sendiri tak yakin akan reda.

Sesekali Fancha melihat jam tangan coklat di pergelangan tangan kirinya. Jam 10.20 jalanan semakin sepi! Fancha mengambil lembur di cafe sehingga ia pulang saat cafe tutup, padahal biasanya ia selesai kerja pukul 8 malam seperti kesepakatan keempat bos nya itu.

Sebuah mobil Yaris hitam berhenti di sebrang halte. Sebuah payung biru nampak sedang melindungi pemilik mobil itu untuk keluar.

"Fancha!" Panggil si pemilik mobil Yaris itu sambil melambaikan tangannya ke arah Fancha.

Fancha memfokuskan tatapannya ke arah orang yang memanggilnya. Penglihatannya sedikit kabur karna memang Fancha memiliki masalah dengan matanya.

Orang berkacamata itu menyebrang menghampiri Fancha. Semakin dekat jarak orang itu, semakin jelas juga Fancha mengetahui siapa dia.

"Galuh?" Tanya Fancha seakan kaget dengan kehadiran Galuh.

"Iya. Lu mau balik kan? Bareng gue aja." Ajak Galuh sambil tersenyum.

Fancha berfikir sejenak, sebuah pikiran aneh seketika muncul di benak gadis ini.

"Tumben Galuh ngajak gue bareng? Apa jangan-jangan....." Fancha langsung menggeleng guna menyingkirkan pikiran yang mustahil itu.

"Udah ayo ikut aja." Galuh langsung menarik tangan Fancha mendekatinya. Mereka berjalan dibawah payung yang sama menuju mobil.

Galuh membukakan pintu mobil untuk Fancha. Setelah Fancha masuk, Galuh masuk juga. Mobil Yaris itu melaju dengan kecepatan sedang menembus hujan yang turun.

Tanpa mereka ketahui, seseorang yang kebetulan melihat mereka mengeluarkan handphonenya lalu memotret Galuh dan Fancha yang terlihat mesra itu. Setelah berhasil, seseorang itu menyeringai ke arah mereka.

"Selamat perang kedua lagi."

-----

Cit!!!!!!

Suara rem mendadak terdengar. Penumpang mobil itu pun benar-benar kaget saat seseorang menyebrang begitu saja.

"Dia mati ngga tuh?" Tanya frontal laki-laki yang duduk di bangku pegemudi.

"Lu yah malah ngomong gitu! Cepet turun!" Jawab gadis yang duduk disebelahnya.

Seorang gadis nampak terkapar di depan mobil yang tak sengaja menabraknya.

"Astaga! Cepet bawa dia ke rumah sakit!" Ucap gadis yang khawatir itu. Si pengemudi itu langsung mengangguk dan menggendong masuk ke dalam mobil untuk secepatnya membawa gadis malang tersebut ke rumah sakit terdekat.

HARTPROBLEMENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang