N E G E N

17 2 3
                                    

Di studio siaran seorang lelaki menunggu seorang gadis dengan cemas.

"Lo kenapa sih? Dari tadi uring-uringan mulu kek cewe lagi PMS lo!" Tanya temannya.

"Ko Nasya belum datang sih? Biasanya dia ga pernah ngaret. Apalagi ini hari pertamanya siaran on air." Ujar lelaki tersebut mengabaikan ejekan temannya.

"Oh jadi dari tadi lo mikirin itu Kka? Tadi ada yang telpon dari rumah sakit. Mereka ngabarin kalau Nasya gabisa hadir hari ini." Jelas temannya.

"Ck kenapa lo ga bilang daritadi sih, Vin? Dia kenapa?" Decak Cakka kesal.

Alvin menggelengkan kepalanya, heran sendiri melihat Cakka seperti ini. "Lah kan lo juga gak nanya. Dia sakit katanya jadi hari ini dia izin gak bisa siaran."

Setelah mendengar penjelasan dari Alvin dan mengetahui nama rumah sakit yang disebutkan Alvin, Cakka pun segera pergi dari studio tersebut.

Tak butuh waktu lama, Cakka sudah sampai di rumah sakit tujuannya. Ia khawatir pada gadis tersebut. Bagaimanapun selama ini Cakka memperhatikan gadis itu diam-diam. Meskipun awalnya ia tak mempunyai rasa, tapi sepertinya kebersamaan mereka merubah perasaan Cakka pada gadis tersebut. Cakka segera bertanya pada resepsionist untuk mencari kamar rawat Nasya. begitu mendapatkan nomor kamarnya, ia segera melangkahkan kakinya dan kemudian masuk ke salah satu kamar rawat sesuai dengan informasi yang dia dapatkan sebelumnya.

Ia membuka pintu tersebut perlahan karena takut mengganggu penghuninya. Tepat seperti dugaan Cakka, gadis itu tengah tidur dengan tenang. Namun, jika diperhatikan lebih dalam, ada gurat kesedihan yang terlihat di wajahnya meskipun mata itu tengah terpejam.

Cakka duduk di samping kanan ranjang tersebut, tanganya bergerak mengelus rambut sang gadis lembut, takut mengganggu dan membangunkan gadisnya. Ia tersenyum sambil terus memperhatikan wajah Nasya.

"Kenapa bisa sampai kaya gini, Sya?" Cakka memulai monolognya dengan nada sedih.

"Apa ada hubungannya sama Rio?" Tangan Cakka yang lainnya bergerak menggenggam tangan Nasya yang tidak terpasang infus. "Gue kan udah pernah bilang, urusan Rio jangan terlalu lo pikirin. Ini yang gue takutin. Lo sakit karena urusan hati."

"Cepet sembuh kek. Lo kan pengen banget siaran on air. Kampus lo juga lima hari lagi ulang tahun. Lo kan bakal tampil disana."

Jika saja bisa, Cakka ingin membuat perasaan Nasya berpindah padanya. Ia akan membahagiakan gadis itu, menjauhkannya dari segala rasa sakit dan sedih. Seandainya bisa, pasti sudah Cakka lakukan.

Suara pintu yang dibuka secara kasar mengejutkan Cakka yang sedang hanyut dalam pikiran dan perasaanya sendiri. Langkahnya sangat tergesa-gesa dan begitu melihatnya, itu Gabriel. Melangkah dengan wajah khawatir dan langsung menghampiri Nasya. Disusul oleh Galuh di belakangnya.

"Yel, sekali lagi gue minta maaf. Gue beneran ga sengaja." Ujar Galuh setelah berdiri di samping Gabriel.

"Lo kenapa ga ngabarin gue dari kemarin sih? Siapa yang nemenin dia? Lo tega biarin dia sendiri?" Bentak Gabriel dan itu sukses membuat Nasya terbangun dari tidurnya yang langsung disambut senyum Cakka.

-------

Ryan dan Fancha masih sibuk dengan bukunya masing-masing. Diam-diam Fancha melirik Ryan melalui ekor matanya.

"Kalau mau liatin gue, ga usah sembunyi-sembunyi kali." Celetuk Ryan yang langsung membuat pipi Fancha memerah.

"Pipinya merah tuh non." Ledek Ryan.

"Ih apaan sih lo! Pede banget dasar." Sebal Fancha.

"Gue bukannya pede tapi emang kenyataan ko haha.." Ujar Ryan sambil menjawil hidung Fancha gemas.

HARTPROBLEMENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang