Rintik-rintik hujan terdengar keras saat beradu dengan atap rumah. Tapi, itu adalah musik yang menenangkan bagi Aryan. Ketika hujan mulai turun, Aryan berjalan dengan langkah pelan ke dekat jendela. Ia menarik kursi belajar, lalu mengarahkannya ke depan jendela yang tertutup. Ia duduk di sana dengan selimut tebal membungkus tubuhnya. Cuacanya memang tidak cerah. Tapi, Aryan bersyukur melihat pemandangan yang ada di depannya walau hanya dari balik jendela.
"Kamu ngapain disitu? Harusnya kamu di tempat tidur biar cepat sembuh. Badan kamu masih panas, Yan."
Yani membawakan nampan berisi segelas susu hangat dan semangkok bubur ayam. Wanita paruh baya itu buru-buru meletakkan nampan di atas meja belajar lalu mendekati Aryan dengan wajah cemas.
Hari ini Aryan tidak pergi ke sekolah. Sejak semalam, ia merasa tubuhnya sangat lemah dan tidak bertenaga. Saat diperiksa, rupanya Aryan mengalami demam tinggi hingga membuat ia terus berbaring sepanjang malam untuk memulihkan diri. Bukannya merasa lebih baik, Aryan justru merasa punggungnya sangat kaku dan terasa sakit.
"Iyan capek bun, tidur terus. Sekali-sekali Iyan harus gerak biar gak kayak orang koma," balas Aryan sembari menyengir lebar. Berusaha meyakinkan sang bunda agar tidak mengkhawatirkan dirinya.
Walaupun Aryan berkata seperti itu, tetap saja kekhawatiran seorang ibu tidak akan hilang begitu saja. Sang bunda-Yani, tetap bersikukuh meminta Aryan untuk segera istirahat. Aryan memelas, menunjukkan wajah yang kemungkinan akan membuat bundanya luluh. Namun, wanita di hadapannya ini memiliki benteng perasaan yang kuat. Bahkan wajah lucu Aryan yang memelas tidak menggugah hati Yani.
Aryan tetap tidak mau menyerah. Ia mencari akal agar tidak ke tempat yang diminta oleh Yani. Tempat tidur itu benar-benar membuat Aryan muak.
"Ya udah, kalo gitu bunda berdiri di belakang Iyan aja sambil peluk. Pasti Iyan langsung sembuh kalo dipeluk bunda," ucap Aryan dengan santai. Kemudian ia menunjuk ke belakang, mengisyaratkan Yani untuk berada di sana.
Yani tentu saja mulai kesal. "Nih anak, bener-bener menguji kesabaran orangtuanya. Cepat berdiri atau bunda seret ke tempat tidur!" tegasnya dengan nada penuh penekanan.
Aryan menelan ludah. Sedikit takut dengan nada ancaman itu. Ia tidak habis pikir jika idenya tidak berjalan mulus. Biasanya 9 dari 10 ide yang ia miliki selalu berhasil menaklukkan sang bunda. Mungkin sisanya adalah kegagalan seperti yang ia alami saat ini.
"Bunda mah, gak asik!" protes Aryan sembari berdiri dari duduknya lalu berjalan ke kasur yang sedikit berantakan. Yani memapah Aryan dengan hati-hati. Ia khawatir jika Aryan terjatuh karena sekarang tubuhnya masih sangat lemah. Bahkan saat menyentuh lengan Aryan, suhu tubuhnya masih sama seperti semalam.
Yani menyandarkan punggung Aryan ke sandaran tempat tidur. Kemudian ia membalut tubuh Aryan dengan selimut seperti kepompong. Ia tidak ingin anaknya merasa kedinginan.
Aryan menghela napas. "Ini kepala Iyan gak sekalian dibungkus, bun?"
Yani mengabaikan sindiran itu. Aryan terkekeh saat tidak mendapatkan respon dari sang bunda. Senang rasanya melihat wanita itu selalu mengkhawatirkan dirinya.
"Bagas katanya pulang sekolah nanti mau mampir kesini," ucap Yani sembari mengaduk bubur ayam yang masih mengepulkan uap.
Aryan terbelalak. Spontan saja ia menghentikan tangan Yani yang memegang sendok.
"Bun, jangan diaduk! Kan Iyan tim bubur ayam gak diaduk." Aryan merengek tidak terima.
"Sempet-sempetnya mikirin itu padahal lagi sakit. Makan ini atau bunda tambah bawang goreng?"
Tidak ada pilihan. Bahkan bubur ayam dengan topping bawang goreng adalah pilihan paling buruk bagi Aryan. Ia sangat membenci semua makanan yang dicampur dengan bawang. Itu akan membuat ia merasa mual karena bau menyengat yang menyeruak saat ada di dalam mulut. Dengan terpaksa, Aryan menerima suapan pertama. Rasanya benar-benar aneh. Ini bukan rasa ayam bubur yang selama ini pernah ia makan. Rasanya sangat berbeda. Walaupun begitu, Aryan sangat senang sang bunda memiliki waktu untuk menemani dirinya. Padahal, wanita itu harus pergi bekerja dan ini sudah sangat terlambat sekali. Tapi disisi lain, ia juga merasa gelisah karena membuat Yani tertahan disini hanya untuk menyuapinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARYAN
Teen Fiction"Ini semua salah lo! Kecelakaan itu salah lo, Yan!" "Riko gak bisa main bulutangkis lagi gara-gara lo, sialan!" "Anak yang ngebunuh bokapnya gak pantas dihargai." "Lo kemana aja anjing! Dafa babak belur demi jagain sepeda lo!" "Yan, Zia berantem s...