3/10

341 15 0
                                    

#My_Future_Husband
#Episode3

[ 3/ 10 ]

Dea menghela napas untuk yang tidak tahu keberapa kalinya. Tumpukan piring dan lainnya menggunduk di hadapan dengan berbagai macam sisa makanan yang membuatnya mengeryit jijik. Jari-jarinya terasa pegal terus mengusap cucian dengan sabun. Jangankan mencuci piring sebanyak ini, membersihkan piring miliknya sendiri saja sering malas.

Di rumah ia hanya mengahabiskan diri dengan bermain handphone, tiduran, nonton film, tapi saat menjelang sore, ia akan membersihkan sekaligus semua pekerjaan rumah. Itupun dengan malas-malasan.

Sedari kecil Dea memang anak dimanja. Ia putri sematawayang. Jarang diberi pengarahan untuk melakukan pekerjaan rumah. Masak saja harus Mamanya yang buat, ia hanya tinggal menyuap saja. Maka sekarang jadilah ia tipe yang pemilih dan selalu bergantung pada pertolongan orang.

Dea menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan hati-hati. Jika di rumah bisa saja asal, tapi sadar sedang di tempat mencari upah. Salah sedikit, kalau tidak potong jatah ya pecat. Begitulah dunia kerja.

Ia melirik jam yang menunjukkan jam pulang kerja, segera ia bergegas untuk menganti bajunya.

Dea mencoba menghubungi Reni, ingin mengajaknya makan bersama. Namun sahabatnya itu mungkin sedang sibuk oleh tugas, karena dia tidak berkabar sedari pagi. Akhirnya Dea memutuskan untuk pergi pulang sendiri dengan ojek yang mangkal dekat restoran.

Sesampainya di apartement, ia sedikit linglung. Pandangannya nenyapu penjuru ruangan. Mulai dari ruang tamu yang beres, padahal ia ingat tadi pagi meninggalkan bungkus kuaci yang berserakan. Matanya tertuju pada wastafel. Seingatnya, ia belum mencuci piring sejak kemarin. Dan sekarang piring dan gelas sudah tertata rapih.

"Whoaaa!" Dea terbelalak mendapati kamar tidurnya yang beres, seakan tak ada debu yang menempel. Selimut terlipat rapih.

Dea tersenyum terharu. Ia berpikir, mungkin ini semua keajaiban alam yang patut ia syukuri. Tuhan membantunya dalam menyelesaikan tugas rumah. Rasanya Dea ... ingin menangis sembari bersujud penuh rasa terimakasih.

"Kamu udah pulang?"

"Eh?" Dea tersentak ke kebelakang karena kaget. Kini ia terbelalak tak percaya. "Lo?!" pekiknya.

Di hadapan Dea kini ada Atha yang baru saja keluar dari kamar mandi. Hanya menggunakan handuk bergambar doraemon milik Dea yang meliliti pinggangnya. Ia tersenyum lebar. Seakan semua baik-baik saja.

Dea meloncat ke ranjang dengan jari menunjuk Atha. "Lo siapa sih? Setan, ya? Kenapa ada di sini lagi, hah?"

"Aku udah bilang," ujar Atha berkedip. "Aku nggak tahu ke mana lagi selain sama kamu."

"Hah."

"Dea?"

Dea turun dari ranjang. Menatap Atha dengan pandangan lelah. "Kenapa sih? Kenapa?" Kenapa harus banyak masalah aneh-aneh di hidup gue, batin Dea meringkih.

"Maaf."

"Lo yang beresin semua?" Dea nenunjuk kamarnya.

Atha mengangguk.

Dea menatap Atha. Ah, tidak, tapi badan pria itu yang tak berbalut apapun. Putih mulus. Tidak telalu tegap, tidak pula ada kotak-kotak Spongebob. Namun sepertinya enak untuk dijadikan tempat bersandar.

"Kamu kenapa?"

Dea mengerjap, melirik Atha yang melihatnya membuat ia mengalihkan pandangan. Sial! Kenapa ia harus memperhatikan hal tidak penting seperti tubuh Atha.

My Future Husband [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang