4/10

296 15 0
                                    

#My_Future_Husband
#Episode4

                                  [ 4/10 ]

"Lo bilang apa aja sama Reni kemarin? Reni tadi gue tanya, katanya lo ngaku jadi suami gue terus nanya tentang kuliahnya," ucap Dea melempar tas. Baru saja pulang kerja.

"Udah gitu doang." Atha mengekor di belakang Dea.

Dea melompat ke atas ranjang, membereskan bantal untuk membuatnya nyaman tiduran. "Ngasih tahu orang lain tentang pengakuan sinting lo itu bukan hak lo, biar gue aja yang jelasin. Soalnya kalau lo yang bilang, orang-orang bakal nganggep lo gila tau nggak."

Tak mau terlalu memperpanjang masalah, Atha hanya mengangguk setuju. Tak apa bila begitu ingin Dea, yang penting perempuan itu senang.

"Kamu lupa sesuatu, Dea."

Dea yang hendak membaringkan tubuhnya menoleh pada Atha yang duduk di sofa. Keningnya mengkerut bingung. "Apa?"

Atha tersenyum lebar, lantas jarinya menunjuk ke arah dapur. "Kamu belum cuci piring. Cepet, cuci dulu."

Dea melongo, menatap Atha seraya mengendikkan bahu. "Nggak. Besok aja. Gue sekarang ngantuk."

"Dea, jangan gitu lah. Kalau nanti kamu keburu males."

"Ya ini udah males."

"Cepet. Biar nggak numpuk."

"Lo aja sih. Kemarin juga lo kan yang beresin."

"Itu kan cuma bantu kamu doang. Ini apartement kamu, kamu lah yang tanggung jawab."

Dea melengos kesal, menyentakkan selimut dengan sedikit kasar. "Lo yang numpang di sini, ya bantu kek kerjaan gue di rumah. Masih untung mau gue pungut."

"Nggak ya, Dea. Ayo kamu jangan malas gerak."

"Nggak!"

"Dea."

"Ih, apasih!" teriak Dea. Ia menoleh pada Atha yang sudah di hadapannya. Menarik selimut yang menutupi tubuhnya. Dea kembali menarik selimut tersebut seraya menendang kecil tangan Atha supaya berhenti mengusiknya. Namun, Atha tak gentar. Ia kembali manarik selimut, dalam sekejap selimut itu jatuh ke lantai. Dea mengacak rambutnya frustasi. Ia sungguh malas. Kata anak jaman sekarang sih, 'sedang Pewe'.

Atha mengangkat halis. Menunjuk dapur menggunakan dagunya. Dea menendang tangannya, bukannya meringis, ia malah tertawa geli. Dea beranjak dengan tubuh lunglai menuju dapur. Tak lupa dengan umpatan-umpatan yang ia tunjukkan pada Atha.

Atha melipat kedua tangannya di dada, tersenyum simpul sebelum akhirnya pergi menyusul Dea ke dapur.

Ia duduk di kursi makan. Menatap Dea yang sedang mencuci satu persatu piring. Dengan gerakan malas, dan mimik muka khas orang kesal. Seperti anak kecil yang tak dibelikan boneka oleh ayahnya, sedangkan saudaranya diberi.

"Reni masih suka sama Fatih?" tanya Atha.

Dea melirik sekilas. Ia terdiam sejenak untuk berpikir, lalu menjawab dengan deheman kecil.

"Fatih itu brengsek. Suruh dia jauhin Fatih."

"Lo tahu Fatih?"

"Cowok satu kampus sama Reni. Anak pengacara kan?"

Jika saja Dea tak segera kontrol diri, mungkin piring di tangannya sudah pecah berkeping-keping saking kaget mendengar penuturan Atha. Atha benar semua saat menceritakan tentang Fatih. Cerita cinta Fatih dan Reni, hanya Dea yang tahu. Demi pilus kacang garuda, mulutnya tak pernah sekalipun membocorkan hal tersebut pada siapapun.

My Future Husband [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang