boston

416 85 7
                                    

004. boston; sweater.

Beberapa tahun bersama Wendy, dan beberapa bulan tinggal bersamanya, Chanyeol kadang-kadang masih bertanya-tanya apa saja hal yang bisa membuat perempuan itu bahagia.

Chanyeol sudah mencatat sebagian di antaranya; misalnya, tanaman di bingkai jendela, aroma pewangi pakaian dengan bungkus ungu keemasan, lalu cat baru rumah mereka, pohon maple di komplek perumahan, dan udara musim panas Kanada. Namun, bagi Chanyeol, masih belum cukup. Ia yakin ada banyak hal yang harus ia ketahui selain itu.

Di hari pertama mereka di Boston, setelah beberapa hari mengadakan perjalanan ini (yang melewati berbagai macam cuaca musim gugur yang labil, pergantian menyetir yang entah sudah berapa kali), Wendy mengajaknya untuk menonton penampilan orkestra di Boston Symphony Orchestra. Chanyeol, sebagai seorang penggemar musik sejati yang setara dengan Wendy, tak pikir dua kali untuk menyetujuinya.

Chanyeol tak bisa menggambarkan seperti apa wajah Wendy saat menyaksikan orkestra malam itu. Terakhir kali ia melihat perempuan ini seantusias itu adalah di acara makan malam setelah upacara pernikahan, ketika menyaksikan teman-teman dekat dan keluarga dekatnya hadir mengelilingi mereka berdua.

Sesekali, di tengah-tengah pertunjukan, Wendy bercerita tentang grup orkestra yang dia ikuti selama bersekolah di Amerika atau Kanada. Tentang instrumen yang dia pegang, tentang guru-guru vokal dan pembimbing alat musiknya pada masa itu. Chanyeol menikmati cerita-cerita ringan itu, dan ekspresi semringah Wendy saat bercerita.

Ada beberapa hal kecil yang bisa membuat Wendy ceria, tapi untuk ekspresi seperti itu, mungkin butuh hal-hal besar.

Setelah menonton orkestra, mereka jalan-jalan keluar lagi, ke area pertokoan Boston yang masih ramai meski sudah pukul sebelas malam.

Tampaknya, Wendy tak tertarik akan satu benda pun, meski pajangan-pajangan pada etalase sepanjang pertokoan tampak menggiurkan. Tas model terbaru, pakaian yang mengikuti tren dunia, boneka-boneka yang lucu, bunga-bunga yang masih segar. Perempuan itu cuma melihat-lihat sambil sesekali tersenyum atau menolak dengan halus tawaran para pemilik toko.

"Tidak mau sesuatu, Sayang?"

"Mm, hmmm." Wendy menoleh ke kiri dan kanan. "Mungkin belum."

"Mau pulang saja? Biar besok kita langsung lanjut."

"Sebentar dulu. Kita lihat-lihat sampai ke ujung."

Tak begitu lama setelah bicara seperti itu, Wendy tertarik pada sebuah booth. Booth itu didekorasi sedemikian rupa dengan banyak tulisan dan fairy lights. Wendy mendahului Chanyeol menghampiri booth tersebut, yang berada di depan sebuah kafe makanan khas Timur Tengah.

"... Jadi seluruh keuntungan akan disumbangkan?" tanya Wendy dengan antusias, ketika Chanyeol datang ke sisinya.

"Benar sekali," jawab si penjual. "Silakan, Nona, Anda ingin memilih yang mana? Mohon maaf hanya tinggal sedikit, sudah banyak yang terjual."

Mata Wendy menyapu seluruh isi booth. Barang-barangnya beragam, mulai dari baju, tas, buku-buku, aksesoris, dan barang-barang preloved lainnya. Banyak keranjang barang sudah dalam keadaan kosong.

"Yang ini bagus." Chanyeol menunjuk sebuah sweater yang digantung pada dinding booth. Berwarna putih dari benang rajut. "Perjalanan kita masih panjang. Kau akan memerlukan sweater seperti ini sesekali."

Wendy langsung mengulurkan kedua tangannya, seperti ingin meraih benda itu, yang agak susah dijangkaunya karena letaknya cukup tinggi. Chanyeol tersenyum karenanya; Wendy terlihat seperti seorang bocah yang lucu. Dengan senang hati, pria itu mengambilkannya.

"Delapan puluh dolar, Tuan. Mohon maaf agak mahal karena temanku membelinya di sebuah kesempatan terbatas dari seorang perancang terkenal."

Chanyeol mengeceknya dengan saksama. Dari label dan bahannya, dan pengalamannya di masa lalu sebagai model dan pelanggan beberapa merk dunia, ia tahu bahwa perempuan itu tidak bohong. "Tidak masalah," tukas Chanyeol sembari mengeluarkan dompetnya. "Yang ini, Sayang?"

"Oke!" Wendy mengangguk cepat. "Aku akan membayar separuhnya! Supaya aku juga menyumbang." Perempuan itu tersenyum cerah sambil membuka tas selempangnya. Dengan riang, ia mengeluarkan sejumlah uang.

"Baiklah." Si penjual menerima uang dari mereka berdua. "Perlu tas, Nona?"

"Oh, tidak perlu." Wendy langsung melepaskan sweater itu dari gantungannya, lalu memakainya. "I'm good. Thanks, ya!"

Dengan salam singkat, mereka meninggalkan booth tersebut. Sambil berjalan dengan pelan, Wendy memeluk tubuhnya sendiri, mengelus-elus sweater barunya. Senyumnya semringah, membuat Chanyeol tertegun.

"Salah satu hal berharga untukku, adalah mengetahui bahwa hal-hal kecil menyenangkan yang kita lakukan bisa membantu orang lain." Dia memberikan senyuman itu pada Chanyeol. "Karena itu artinya, kesenangan itu bukan cuma milik kita sendiri."

Chanyeol terdiam, hampir berhenti berjalan. Senyuman semringah Wendy hampir sama seperti sebelumnya. Matanya penuh binar, pipinya merona. Chanyeol juga turut tersenyum. Wendy mungkin memikirkan apa saja yang bisa si penjual lakukan dengan uang sumbangan, pada orang-orang yang membutuhkannya. Wendy mungkin membayangkan wajah-wajah para penerima sumbangan itu.

Bukan hanya hal besar saja yang membuat Wendy sebahagia itu, rupanya. Ada banyak hal random lain. Barangkali Chanyeol hanya perlu mempelajari Wendy lagi.

Jika itu butuh waktu selamanya, maka dengan senang hati Chanyeol menyetujuinya.

autumn and roadsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang