Special Chapter

2.7K 236 9
                                    

Kini, Jisoo dan Sandara sedang berada di sebuah tempat yang telah disulap oleh Sandara. Sebenarnya di tempat ini, Sandara ingin melamar Jisoo. Tapi, karena percakapan mereka di kafe tadi, Sandara jadi mengurungkan niatnya itu. Sandara tersenyum saat dia melihat ekspresi bahagia dari wajah Jisoo. Dia senang melihat orang yang begitu dicintainya itu sangat berbahagia.

"Kau yang membuat ini semua?" Sandara mengangguk, menjawab pertanyaan Jisoo.

"Ini indah. Aku suka." Ucap Jisoo tanpa melunturkan senyumannya.

"Syukurlah kau menyukainya." Sandara mendekati Jisoo dan meraih tangannya, "Aku membuat ini untukmu."

"Jinjja? Kau memang tau seleraku, Sandara." Balas Jisoo.

Sandara menatap wajah Jisoo dengan intens. Begitu juga dengan Jisoo. Mereka saling tatap, hingga entah siapa yang mulai, wajah keduanya mulai mendekat. Jisoo menutup matanya ketika Sandara mencium bibirnya. Tidak ada lumatan di ciuman mereka. Sandara hanya menempelkan bibirnya ke bibir Jisoo. Beberapa menit kemudian, Sandara melepaskan ciumannya. Air matanya mengalir saat dirinya mengetahui bahwa dia tidak akan pernah bisa masuk ke dalam hati Jisoo.

"Mianhae, Sandara." Ucap Jisoo lirih.

Sandara menggeleng, "Buat apa kau minta maaf, pabo! Kita ini kan sudah jadi teman."

Meski Sandara mengatakannya dengan santai, tapi Jisoo bisa menangkap nada sedih di dalamnya. Jisoo mendesah pelan, kemudian menarik Sandara ke dalam pelukannya. Sandara membalas pelukan Jisoo dan menuangkan segala air matanya di sana. Malam itu, di Time Square menjadi saksi bahwa Sandara merasakan sakit hati.

***

"Aku pulang!" Ujar Jisoo saat sampai di kediamannya.

Sang ayah menatap Jisoo yang baru saja masuk ke dalam rumah dan melemparkan senyumannya pada Jisoo.

"Bagaimana kencanmu dengan Sandara?" Tanya sang ayah.

Jisoo tersenyum tipis, kemudian menggeleng. Dia menundukkan kepalanya tak berani menatap sang ayah. Sang ayah berjalan mendekati Jisoo, kemudian menepuk pundak anak perempuannya itu.

"Appa tau kau pasti bakal merindukan Jennie." Ucap sang ayah.

"Mianhae, Appa." Lirih Jisoo.

Sang ayah menggeleng tanpa melunturkan senyumannya, "Pulanglah ke Korea. Appa sudah mengurus segalanya termasuk tiketmu."

Jisoo mengangkat kepalanya menatap sang ayah dengan wajah yang berbinar, "J-jinjja? A-Appa suruh aku tinggal kembali di Korea?"

Sang ayah mengangguk, "Selesaikan apa yang perlu kamu selesaikan dengan Jennie. Tunjukkan padanya kalau kamu masih cinta padanya."

Jisoo mengangguk, dan memeluk ayahnya. Dia senang akhirnya sang ayah mengerti segala keluh kesah pikirannya. Sang ayah membalas pelukan anak perempuannya tersebut. Mulai sekarang, dia harus menurunkan egonya dan mulai mengerti segala kebahagiaan Jisoo.

"Kamsahamnida, Appa." Ucap Jisoo.

"Semoga beruntung, Jisoo." Balas sang ayah.

***

Dua hari kemudian...

Incheon International Airport, Korea.

Unwritten Feelings(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang