Untuk mencairkan suasana yang sudah menegang, Su She terpaksa buka suara kembali, "err… baiklah, begini saja. Kami tidak bermaksud mencari ribut di sini. Tugas kami hanyalah untuk menemani A Mao dan melindunginya sampai dia bangun. Tapi kalau kalian merasa keberatan dengan keberadaan kami, aku dan A Lao akan pergi dan menunggu di luar, bagaimana?"
JingYi yang sedari tadi mengeluarkan aura permusuhan dari pandangan dan gerak-geriknya tentu saja tidak terima hanya dengan usulan seperti itu, "tidak! Aku tidak mau kalian di sini! Pergi dari sini selamanya! Jangan ganggu kakakku lagi!"
Su She hanya tersenyum kecil sembari mengerutkan dahinya memandang anak laki-laki yang mengaku sebagai adik dari A Mao tersebut. Dia tidak tahu harus melakukan apa selain berpura-pura tidak mendengar permintaannya itu dan menjawab, "kalau begitu, aku dan A Lao akan menunggu di luar," sebelum keluar dan menutup pintu.
Tentu saja dia bukanlah tipe orang yang suka mengalah pada siapa saja. Dia melakukannya kali ini hanya karena A Mao adalah bawahannya yang sangat dia hargai dan Su She tidak ingin berdebat dengan bocah berumur 7 tahun yang tidak tahu apa-apa selain merengek. Jadi dia lebih memilih untuk mengalah dan tidak mempermasalahkan seberapa besar kebencian keluarga A Mao terhadap mereka. Toh ini bukan pertama kalinya mereka diperlakukan seperti itu.
Saat mereka sedang berjaga di luar, A Lao kemudian membuka suara, "kakak, kenapa kita tidak pergi saja? Keberadaan kita tampaknya tidak diterima di sini. Lagipula, keluarga A Mao sudah ada di sini untuk menjaganya. Tugas kita sudah selesai."
Su She bersikap seperti dirinya yang biasa dan memukul kepala botaknya A Lao, "dasar bodoh! Apanya yang sudah selesai? Kau kira keluarganya bisa menjaganya dari serangan musuh? Seorang wanita paruh baya dan seorang bocah laki-laki itu? Berani taruh berapa? Mereka ras terlemah kalau di game yang biasanya mati duluan!"
A Lao mengusap kepalanya dan tidak berani berkata lebih banyak lagi, takut memancing amarah seniornya.
Sementara itu, di kediaman Jin ZiXun…
Jin GuangYao hanya menatap makanan di hadapannya sejak tadi dengan pandangan kosong. Tidak ada niatannya sama sekali untuk menyentuh apalagi menyantapnya karena Jin GuangYao sedang sibuk dengan pikirannya sendiri.
Mereka saat ini berada di ruang makan Jin ZiXun, dengan hanya Jin GuangYao dan Jin ZiXun yang duduk berhadapan satu sama lain di meja makan super besar miliknya dan anak buah mereka yang masing-masing berdiri di belakang atasan mereka. Dalam kasus ini, tentu saja hanya ada satu orang yang berdiri di belakang Jin GuangYao; siapa lagi kalau bukan Lan XiChen?
Lan XiChen tentu saja tidak menyia-yiakan kesempatan yang diberikan kepadanya ini dan memantau sekelilingnya dengan teliti, mulai dari menghitung berapa banyak anak buah yang dimiliki Jin ZiXun, memastikan seperti apa bangunan yang menjadi tempat tinggalnya dan apa-apa saja senjata yang mungkin mereka miliki, dan bagaimana interaksi antarindividunya. Lan XiChen paling banyak mencuri pandang ke arah Jin ZiXun dan Jin GuangYao karena merekalah anggota inti keluarga Jin yang harus dia hancurkan. Di samping itu, Lan XiChen punya alasannya sendiri mengapa dia memberikan perhatian lebih kepada mereka─dia tidak bisa berhenti berpikir tentang hubungan mereka yang rumit.
Pada titik ini, melihat Jin GuangYao belum juga ada tanda-tanda akan menyentuh makanannya, Jin ZiXun akhirnya membuka suara, "apa yang kau lakukan? Kau tidak makan?"
Jin GuangYao tersentak dan segera tersadar dari lamunannya. Jin ZiXun menyeringai ke arahnya, dan sembari memasukkan potongan daging sapi panggang yang ditusuknya dengan garpu, Jin ZiXun berkata lagi, "atau perlu aku yang menyuapimu terlebih dahulu baru kau mau makan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I Fall in Love With My Enemy
FanfictionLan XiChen tidak pernah tahu kalau menjadi jahat, licik, dan munafik bisa membuat seseorang terlihat begitu indah dan menarik. Ini dimulai ketika satu keluarganya dibantai habis oleh keluarga Jin, keluarga mafia terkenal dan paling berkuasa di Hongk...