12

190 34 58
                                    

Di chapter sebelumnya ada yang ngeh nggak kira-kira kenapa Kun langsung nanyain tentang Sicheng? hehe

©Dinylicious



What's next?

Sulit sekali bagi diriku untuk menggambarkan bagaimana perasaanku sekarang. Semalaman aku mematung di depan handphone sambil memikirkan siapa pengirim pesan itu.

Tidak salah lagi, kali ini pasti Renjun membuat ulah lagi. Dia kan sering ganti nomor.


Saat ini aku berada di depan kamar Renjun, memperhatikan aktivitasnya yang menurutku tidak penting-penting amat. Dia menyambar jaket yang digantung di dekat pintu dan terlihat sedang terburu.

"Mau kemana?"

"Main."

"Kamu barusan ganti nomor ya? Bisa liat handphone-mu bentar?"

Dia mengernyit, lalu memberikan ponselnya dengan polos. Tapi...jangan-jangan memang bukan Renjun yang mengirim pesan itu.


"Ck –kenapa sih?" Tanyanya sebal.

"Tadi malem, maksud kamu apa?"

"Ce, kalo ngomong yang jelas dong." Renjun merebut ponselnya lagi.

"Coba kamu baca dulu, ini apa?" Tanyaku sambil menunjukkan layar ponselku yang menampilkan chat dari oknum yang mengaku sebagai Winwin.

"Ebuset!" Ekspresi Renjun mendadak berubah. "Sumpah ini bukan aku ce."

Kan –bener, sepertinya memang bukan Renjun. Anak ini tidak pernah segabut ini sebelumnya. Selain bermain dan melukis, dia hanya sibuk eksis di instagram dan twitter. Foto-fotonya juga sangat estetik. Berbeda jauh denganku yang bahkan tidak pernah upload foto di sosial media.


"Udah tanyanya? Aku buru-buru nih."

"Ah, iya." Aku megangguk setengah tidak sadar.

"Bye!" Dia melambai lalu melangkah keluar dari kamarnya.

Renjun berlalu berganti dengan datangnya papa yang menyaksikanku mematung di kamar anak laki-lakinya. Melepas kacamata, papa sedikit terheran.

"Halo nona." Lambaian tangan papa membangunkanku.

"Ah, iya?"

"Renjun kenapa lagi?"

"Nggak pa, tadi ada..."

Tiba-tiba ponselku berdering, Ellie menelfonku. Ngomong-ngomong hari ini aku ada janji untuk mengantarnya membeli bros, baru ingat gadis ini selalu ontime dimanapun dan bagaimanapun situasinya.

"Hm, anu pa, Ellie udah di depan, Lian bukain pintu dulu ya." ucapku sambil nunjuk ke arah pintu utama.

"Ah iya." Papa mengangguk-angguk, dahinya mengeryit keheranan.


Begitu sampai di depan, aku dihadapkan dengan Ellie yang memakai off shoulder berwarna gelap dan tak lupa jam tangan favoritnya. Favoritku juga. Kita punya barang-barang couple sebagai tanda persahabatan sejak SMA.

"Bangun tidur?" Tanya Ell.

"Hehe." Jawabku. "Ayo masuk."

Melewati ruang tamu, Elli menggosok telapak tangannya. Masih pagi yang sama ternyata kali ini juga dingin seperti kemarin, padahal ramalan cuaca mengatakan kalau hari ini tidak akan turun hujan.

MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang