Bab 3. Gagal Kencan

1.5K 163 13
                                    

Jangan lupa meninggalkan vote, komen, saran dan kritikPublished on. 5 Juli 2023Selamat membaca ^^

Hitungan Evant mencapai angka seratus, saat peluh sudah membanjiri seluruh tubuhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hitungan Evant mencapai angka seratus, saat peluh sudah membanjiri seluruh tubuhnya. Ia memutuskan untuk menyudahi push upnya saat ini, lagi pula hari sudah mulai beranjak siang. Udara semakin menyengat panas, tidak nyaman untuk melanjutkan olah raga. Apalagi ia melakukan push up di tepian kolam renang belakang rumah. Evant meraih handuk di sampingnya dan menyeka peluh di tubuh.

Suara dering ponsel mengalihkan aktifitas Evant. Senyumnya langsung merekah melihat siapa yang menelepon. Malam minggu memang waktunya bersantai dan bersenang-senang, waktu yang pas untuk ditemani seorang perempuan. Seperti biasa bukan dia yang mencari perempuan, tetapi para perempuan yang akan mengejar dan merayunya untuk berkencan. Resiko sebagai pria tampan dan kaya yang sangat disukai Evant.

"Hallo, Cindy. Apa kabarmu Sayang?" sapa Evant penuh keceriaan.

"Aku lagi sakit nih," sahut Cindy di seberang.

"Sakit apa?" tanya Evant berubah menjadi panik.

"Sakit karena terlalu merindukanmu," jawab Cindy manja.

Evant memutar bola matanya malas. "Kamu membuatku cemas saja, Sayang," ucapnya pura-pura kesal.

Selain resiko yang menyenangkan, tetap saja ada resiko yang sering membuat Evant kesal dan terganggu. Sikap manja yang berlebihan misalnya. Kalau saja tubuh dan wajah Cindy yang rupawan sesuai dengan kriterianya, Evant malas meladeni perempuan itu karena sikapnya yang over manja.

"Malam ini aku free lho, Vant," ucap Cindy mengabaikan perkataan Evant.

"Mau kujemput? Kita having fun ke tempat biasa ya?" tawar Evant.

"Oke. Kutunggu di apartemen jam 7 ya."

"Aku bakal dateng tepat waktu," janji Evant.

"Bener ya, awas kalo bohong."

Setelah meyakinkan Cindy sekali lagi dengan kata-kata manis, Evant menutup telpon. Evant menyugar rambutnya sambil mendesah lelah. Kalau dirasa-rasa, kehidupannya makin lama semakin membosankan. Setiap malam minggu ia habiskan dengan bergonta-ganti pasangan, tidak ada yang pernah benar-benar menetap mengisi hatinya. Kadang ia bertanya-tanya seperti apa rasanya memiliki kekasih yang menetap mengisi hatinya, menemaninya setiap hari, menanyakan kabar atau sekedar mengingatkan makan. Apakah itu akan lebih menyenangkan dibandingkan dengan kehidupannya sekarang?

Dengan langkah lesu, Evant masuk ke dalam rumah menuju dapur untuk mengambil minum. Ia melihat Jingga duduk di ruang makan, asyik menatap layar ponsel sampai tidak menggubris kedatangannya. Sekilas ia mendengar suara pembukaan game yang berasal dari ponsel adiknya itu. Tidak hanya sekali ini ia mendengar suara itu dari ponsel Jingga. Sejak menjemput Jingga pulang dari cafe malam itu, ia semakin sering mendengarnya dan itu tidak membuatnya senang.

Kiss of the EveningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang