[6] Diskusi

1K 113 8
                                    

Kesan paling dalam yang ia rasakan pada pertemuan pertama Orde dan ninja ini adalah nama para anggota Orde yang sulit untuk diingat. Kalung penerjemah yang dipakainya memang sangat membantu dalam berkomunikasi. Namun, kalung tersebut tidak membuatnya mampu mengingat semua nama yang terdengar aneh di telinga dan terasa aneh ketika meluncur keluar dari mulutnya.

Meskipun begitu, Naruto memutuskan untuk melupakan masalah ringan tersebut. Toh posisinya nanti tidak akan mengharuskannya berkomunikasi langsung dengan mereka. Jadi, Naruto sama sekali tidak mengkhawatirkannya.

Ia mengekori Sakura dan yang lain. Shikamaru serta Temari berjalan bersisian dengannya. Lelaki yang berposisi sebagai mediator itu menatap Naruto dari samping. Awalnya, Naruto tidak menyadarinya. Namun, setelah berselang cukup lama, akhirnya Naruto pun menengok dan berujar, "Ada apa, Shika? Kau menyukai topeng baruku?"

Shikamaru membalas pertanyaan Naruto dengan decakan. Ia kemudian memasukkan kedua tangannya ke dalam saku dan kembali menolehkan kepalanya ke depan.

"Yang tadi itu, kau melepaskan killing intent dengan sengaja atau tidak sengaja?"

Pertanyaan Shikamaru berhasil menarik perhatian Temari. Ia tiba-tiba teringat dengan aura mencekam yang secara misterius menerpa mereka semua ketika mereka sedang sedikit berargumen dengan para penyihir. Memiringkan kepala ke samping, ia menaikan sebelah alis kepada Naruto yang tengah mengerutkan dahi.

"Tidak sengaja." Ketika mengatakan itu, mereka sudah sampai di depan sebuah pintu kamar bernomor 312. "Aku bahkan tidak sadar ketika melakukannya," lanjut Naruto dengan nada tidak senang.

Di depan sana, Sasuke tengah membuka kunci pintu kamar 312. Ia menyuruh seluruh anggota untuk berkumpul terlebih dahulu sebelum kembali ke ruang masing-masing. Katanya, ada beberapa hal yang perlu mereka diskusikan. Naruto mendengar penjelasannya dengan lalu ketika mereka berjalan kemari. Ia mengembalikan fokusnya pada Shikamaru yang hanya mengangguk menanggapi pengakuan tadi.

Mengeluarkan niat membunuh bukanlah kebiasaan Naruto. Ia hanya melakukannya ketika sangat marah, seperti ketika Pein menghancurkan Konoha. Itu pun tidak seberapa dan sama sekali tidak berefek pada si pemilik rinnegan. Perbedaan kekuatan mereka cukup jauh kala itu. Pein sama sekali tidak takut padanya, jadi keadaan tersebut tidak termasuk dalam keadaan di mana Naruto mengeluarkan aura killing intent.

Contoh yang lain merujuk pada Madara. Ketika mereka sedang berperang dua tahun lalu, Naruto tentunya sangat ingin membunuh orang tersebut. Bahkan, bukan hanya Naruto. Semua anggota Aliansi Shinobi ingin menebas kepala sang kakek moyang Uchiha. Namun, seperti biasa, ia terlampau kuat untuk takut pada Naruto ataupun ribuan shinobi yang tersisa di pertarungan. Alih-alih takut pada sang Jinchūriki, yang ada ia malah membuat gentar seluruh lawannya.

Ketika memikirkan ini, Naruto langsung ingat bagaimana keputusasaan melandanya begitu bijū memasuki tahap transformasi akhir dan mulai membentuk sebuah pohon dewa yang menyerap semua chakra para shinobi di medan perang. Momen tersebut amat sangat disesali Naruto. Ia merasa sangat malu pada dirinya sendiri. Kalau saja Sasuke tidak mengingatkannya dan kembali bergerak dengan Susanō, mungkin Naruto sudah kehilangan harapan saat itu juga.

Mengetahui dirinya yang mampu mengeluarkan ancaman kuat seperti para penjahat mau tak mau membuatnya agak risau. Kurama memiliki aura yang demikian. Namun, saat ini Kurama sedang tertidur.

Meskipun mempunyai kemampuan untuk mengeluarkan killing intent adalah sesuatu yang umum bagi para shinobi--terutama untuk mereka yang berlevel tinggi. Rasanya, tetap saja ... Naruto agak malu karena ia masih buruk dalam mengontrol kemarahannya, padahal ia sudah bukan lagi remaja naif seperti beberapa tahun lalu.

Double Mission [discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang