Chapter 6

1.8K 213 24
                                    

Kecewa?

kecil hati, tidak senang, tidak puas (karena tidak terkabul keinginannya, harapannya, dan sebagainya).

Kekecewaan terasa saat harapan tak mencapai kenyataan.

Terlalu banyak berharap yang akhirnya membuat kecewa semakin dalam.

Saat mempercayai suatu hal dengan sungguh-sungguh, lalu kemudian dengan mudah dipatahkan.

Aku tak pernah membayangkan akan merasakan perasaan ini.

Namun yang lebih sulit ku terima adalah kenyataan yang kakak lakukan padaku malam itu.

.
.
.

Rumah kembali memancarkan aura kelam setelah kepulangan ayah.

Walau peristiwa yang selalu kakak takutkan belum terjadi.

Dimata kakak, ayah adalah jelmaan iblis yang menghancurkan hidupku.

Tapi dimataku, dia adalah seorang ayah yang selalu menyayangi putranya.

Tidak hanya satu atau dua benda yang ayah bawa sebagai oleh-oleh, tetapi puluhan barang branded dan mewah lainnya memenuhi koper ayah.

Untuk siapa lagi ayah merepotkan diri membawa hal semacam itu jika bukan untuk kakak.

Walau ayah selalu mendidik kakak dengan tegas sedari kecil, namun setelahnya ribuan hadiah akan ayah berikan untuk kakak.

Tapi ribuan hadiah tak bisa merubah pandangan kakak terhadap ayah.

Kakak hanya ingin ayah berhenti menyiksaku, yang ayah tak akan pernah bisa melakukannya.

Dan aku hanya ingin kakak berhenti mencemaskanku, yang kakak tak akan pernah bisa melakukannya.

Lalu bagaimana jika hari itu tiba? Disaat kakak menyerah akan diriku?

.
.
.

Jika hal itu terjadi karena apa yang aku katakan, maka aku tak akan pernah mengatakannya.

Jika hari itu yang aku inginkan akan menjadi nyata, maka aku akan meminta hal lain.

Manusia memang menakutkan, selalu tak bisa memegang perkatannya.

Aku yang setiap harinya mengatakan hal yang sama, dan saat perkataan itu menjadi nyata, mengapa rasanya seperti dikhianati?

Selain kakak, aku tak memiliki apapun lagi didunia ini.

Bahkan udara yang aku hirup pun terasa bukan milikku.

Setiap langkah, setiap keputusan, aku selalu mendengarkan kakak.

Karena aku tau, setiap kalimat dari mulut kakak adalah mutlak, untuk kebaikan hidupku.

Lalu apa gunanya berjanji jika ingkar, mengulurkan tangan kemudian berpaling, seolah peduli kemudian mencampakkan.

Kekecewaan yang akhirnya aku rasakan, karena penghianatan seseorang yang benar-benar aku percaya.

Bahkan seribu kali aku mencoba mencari jawaban, aku tetap tak mengerti.

Mengapa kakak dengan mudah mengatakannya?

.
.
.

Pukul dua belas tengah malam, Jimin terbangun karena suara-suara teriakan yang seolah berlomba siapa yang paling kencang.

Karena Jimin sangat mengenali kedua suara itu, Jimin beranjak dari tempat tidurnya.

Berjalan keluar kamar menuruni anak tangga menuju ruang tamu dimana arah suara itu berasal.

Beauty of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang