05. Hari Terakhir bersama Ayah

23 13 7
                                    


Don't forget for Vote, Comment and Share.

.

.

.

-마지막 날 아빠와 함께-

Ayah membangunkan Kim Nara yang tertidur pulas di dalam bus.

" Nara, ppali ireona! (Nara, cepat bangun!). Kita akan sampai di Dermaga Gapyeong. " Ucap Ayah, seraya menepuk bahu Kim Nara.

" Ungh? Iya Ayah. " Ujar Kim Nara sambil mengusap matanya.

Mereka akan mengunjungi pusara Ibu sekaligus berlibur seharian di Pulau Nami. Kim Nara sudah tak sabar menyampaikan kabar gembira pada Ibu di pusaranya, bila ia diterima kuliah di Seoul National University jurusan arsitektur sesuai cita-citanya.

Perjalanan menuju Pulau Nami memang cukup lancar dan hanya memakan waktu satu seperempat jam hingga sampai di Dermaga Gapyeong. Bus yang mereka tumpangi sedang masuk ke dalam kapal Ferry. Mereka tetap duduk di dalam bus sampai kapal Ferry itu menyebrangkan mereka ke Pulau Nami.

Setelah mereka turun dari bus, mereka pun masuk ke pintu utama yang bertuliskan "imigrasi". Paspor yang merupakan tiket masuk Pulau Nami dikeluarkan wanita uang menjaga pintu masuk. Mereka membungkuk dan mengucapkan terima kasih seraya mengambil tiketnya.

Ayah dan Kim Nara terus berjalan sampai ditempat mereka berfoto bersama Ibu dulu. Tempat itu masih sama. Masih terdapat tulisan " Welcome to Nami Island". Masih banyak pengunjung yang datang seperti dulu. Masih tersisa suasana ceria dari wajah-wajah yang yak mereka kenal. Kim Nara sangat merindukan suasana ini.

Ayah dan Kim Nara melanjutkan perjalanan. Mereka melewati makam Jenderal Nami. Di sana terdapat sebuah nisan besar dengan batu-batu kecil yang diletakkan di tanah. Mungkin itu alasan mengapa pulau ini dinamakan Pulau Nami. Supaya  turis asing maupun orang Korea asli yang datang ke Pulau Nami dapat mengenang kematian jenderal tampan itu. Ya, menurut cerita orang-orang jaman dulu, Namiseonggun (Jenderal Nami) memang sangat tampan.

---
" Ayah, kita balapan sepeda, yuk. Ayah mau kan? " Kim Nara menunjuk sepasang kekasih yang mengendarai sepeda couple sambil tertawa riang.

" Bagaimana kalau Nara yang boncengin Ayah saja? "

" Umm... nggak seru ah! " Kim Nara cemberut. Ia merasa sudah lama tak bercanda dan tertawa di tempat ini.

---
" Pwa! (Lihat!)." Kali iniKim Nara menunjuk sepasang kekasih yang sedang berciuman dibangku panjang yang pernah didudukinya bersama Ibu waktu Ayah melukis mereka. Bangku itu tak lagi bersalju. Kini berdebu dan sepasang kekasih itu memang sengaja memamerkan kemesraan mereka di depan orang banyak. Aghh, sungguh tak tahu malu!

" Aniyo (Tidak). Itu hanya akan membuatmu cemburu! " Ayah menoleh kearah lain.

" Lagipula Nara belum cukup umur! " Ayah melanjutkan ucapannya.

" Tapi, Nara kan bukan anak kecil lagi Ayah! Sekarang Nara sudah 18 tahun. " Nara menekankan.

Ayah hanya tersenyum dan berlalu meninggalkan tempat itu. Kim Nara tak mau ketinggalan. Ia pun menyamakan langkah kakinya dengan Ayah.

" Ayah... Nanti kalau ada lelaki yang bilang Saranghaeyo (aku cinta kamu) boleh ya Nara terima. Nara juga ingin punya pacar seperti mereka. "

" Aniyo...! (Tidak...!) " 

" Ayolah, Ayah. Boleh ya Nara terima? Boleh ya? Um..."  Bujuk Kim Nara sambil menampilkan aegyonya. Ahh,  padahal ia sama sekali tidak menyukai aegyo. Itu sangat menjijikkan baginya.

" Aniyo...! (Tidak...!) " Lagi-lagi Ayah melarang putrinya untuk pacaran.

" Aghh, Ayah pelit! " Ia cemberut. Sia-sia ia telah menampilkan aegyo di depan Ayah, itu tidak akan berhasil.

Ayah mengacak rambut Kim Nara yang tergerai. Tadi saat berangkat, rambutnya masih basah karena habis keramas. Ia lupa membawa ikat rambutnya. Khusus hari ini, Kim Nara rela rambutnya tak dikuncir ekor kuda seperti biasanya.

" Sekarang kita ke makam Ibu, ya! " Ajakan Ayah akhirnya disambut gembira oleh Kim Nara. Ia memang tak sabar ingin segera sampai di sana.

Saat akan melewati pintu keluar Pulau Nami, Kim Nara melihat seorang lelaki jangkung sedang menunggu seseorang. Lelaki itu tampak kesal. Mungkin pacarnya tidak jadi datang dan ia memutuskan untuk pulang. Buktinya ia tak henti-hentinya mencabuti kelopak bunga mawar itu dan menjatuhkannya ke udara.

Tapi, sepertinya wajah lelaki itu sangat familiar. Ah iya, Kim Nara teringat lelaki jangkung yang pernah menubruknya di gerbang sekolah dulu. Lelaki itu yang mengatainya Yeoja Gwinshin. Bila itu benar, Kim Nara akan sangat senang. Rasakanlah hukuman akibat merusak gelang yang diberikan Ibu!

Kim Nara POV
Oh ya. Bicara soal pacar, bila yang mengucapkan "saranghaeyo" kepadaku mirip dengan wajah dan watak lelaki jangkung tadi, aku bersumpah tidak akan menerimanya. Aghh, aku sangat muak dengan lelaki yang mengataiku Yeoja Gwinshin.

" Aish, Kim Nara ada apa denganmu. Kenapa kau malah memikirkan lelaki jangkung itu. Pabbo-ya (bodoh). " Batin Kim Nara.

Tbc.

🌑🌑🌑

Annyeong readers maaf ya chapter ini pendek, soalnya author lagi down. Semoga suka dengan novel ini.

Enjoy for read and don't forget for votment and share. Kalau kalian ga comment aku ga bakal up cepet 😁

Ok. See you to the next part~

Published
7 Jul 2019

𝕆𝕗𝕗𝕖𝕣𝕚𝕟𝕘𝕤 𝔽𝕠𝕣 𝕃𝕠𝕧𝕖 [semi hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang