06. Kecelakaan Bus

30 13 5
                                    


Don't forget for Vote, Comment and Share.

.

.

.

-버스 사고-


Sekarang Ayah dan Kim Nara sudah sampai di tempat pemakaman umum Pulau Nami. Mereka menghampiri pusara Ibu yang letaknya paling pojok, di bawah pohon yang cukup besar.

" Ibu, kami kembali. Tahu nggak kalau Nara diterima di Seoul National University jurusan arsitektur, loh. Menjadi arsitek kan cita-cita Nara sejak dulu. Dan Nara janji nggak akan pacaran sebelum menjadi arsitek yang handal. Soalnya Ayah maksa kayak gitu, sih. Ibu... Minta Ayah supaya mengizinkan Nara pacaran dong! " Kim Nara melirik Ayah sekilas.

Ayah kembali mengacak rambut Kim Nara yang tergerai. Tahu begitu, Kim Nara tak akan meninggalkan ikat rambutnya di rumah. Ayah tak pernah bisa mengacak rambutnya bila ia menguncir nya tinggi seperti ekor kuda.

" Hyun Mi, Saranghaeyo. " Cuma itu yang Ayah ucapkan. Kim Nara sampai membelalakkan matanya karena Ayah tak cerewet seperti biasanya. Menurutnya hal ini  sangat aneh. Namun sudahlah, mungkin kalimat itu sudah mewakili perasaan Ayah.

Setelah puas berlama-lama di makam Ibu, Ayah menyuruh Kim Nara untuk mengganti bajunya, di kamar mandi yang terletak di dekat shuttle bus.

" Nara-ya, ganti bajumu di kamar mandi sekarang! Dan jangan lupa cuci muka mu! Jangan lama-lama, ya! " Suruh Ayah.

" Nee, Appa (Iya, Ayah). " Kim Nara segera bergegas menuju kamar mandi. Sedangkan Ayah menunggu Kim Nara di luar.

" Sudah selesai, Ayah. Ayo!" Seru Kim Nara setelah keluar dari kamar mandi.

Kini Kim Nara menggunakan sweater hoodie warna oranye, rok pendek warna hitam, dan menggerai rambutnya. Ia tampak sangat manis dan cantik saat ini. Ya, meskipun setiap hari ia memang sangat cantik. Hahaha.

Ayah dan Kim Nara segera bergegas menuju shuttle bus. Mereka menumpangi bus yang sama seperti waktu berangkat ke Pulau Nami. Namun, bus berangkat agak terlambat karena, menunggu penumpang hingga penuh.

" Tidurlah. Nanti Ayah bangunkan kalau sudah mau sampai. " Ujar Ayah diambil membelai rambut Kim Nara yang tergerai.

Kim Nara tak mengerti, kenapa hari ini Ayah begitu aneh. Ada keganjilan yang Kim Nara rasakan. Pertama, Ayah tak pernah mengacak rambut Kim Nara seperti tadi. Kedua, Ayah tak pernah membelai rambut Kim Nara seperti ini. Kenapa Ayah mesti melakukan hal yang tak pernah dilakukannya? Kenapa juga ikat rambutnya harus tertinggal di Insadong tadi. Semoga ini bukan pertanda buruk untuk dirinya dan Ayah.

" Ya Tuhan, semoga ini bukan pertanda buruk untukku dan Ayah. Ku mohon lindungi kami. " Kim Nara berdo'a dalam hatinya, seraya mengepalkan tangannya dan menaruhnya di depan dada.

Bus melaju dengan kecepatan normal. Jalanan beraspal Pulau Nami menuju Insadong sudah cukup bagus. Perbaikan yang dulu dilakukan kini sudah selesai total. Kim Nara menatap langit senja yang menjingga. Ayah pun menikmatinya disertai rasa syukur.

Kim Nara terjaga sepanjang perjalanan. Ia sama sekali tak bisa memejamkan mata walau sekejap saja. Ayah pun demikian. Meskipun lelah, matanya tak mampu terpejam sekalipun. Mentari mulai tenggelam. Warna langit tak lagi jingga, semakin lama semakin menghitam. Kini hari sudah mulai malam. Bintang-bintang tak nampak seperti biasanya. Seolah sembunyi dari balik awan kelabu yang mulai menangis.

Gerimis turun sepanjang perjalanan. Tak lama kemudian berubah menjadi hujan yang sangat deras. Petir mulai bergemuruh. Kim Nara menggenggam erat-erat tangan Ayah. Seolah sangat takut bila kehilangan. Kim Nara memang sangat trauma pada petir, hujan, dan kegelapan. Bahkan saat tidur pun tak mau lampu kamarnya padam.

" Ayah, jangan pernah tinggalkan Nara sendirian, ya... " Bisik Kim Nara ke telinga Ayah.

" Ya, tentu saja. Hanya Kim Nara yang Ayah sayang. Hanya Kim Nara yang Ayah miliki sekarang. Kita akan bersama selamanya, nak. " Lirih Ayah.

Entah kenapa Kim Nara tiba-tiba saja menitihkan air matanya. Ia takut terjadi sesuatu padanya dan Ayah. Kim Nara segera mengusap air matanya, ia tak mau Ayah melihatnya menangis.

Bus melaju dengan kecepatan normal. Tak peduli hujan yang semakin deras. Tak peduli dengan malam yang semakin kelam. Tiba-tiba saja terdengar suara deritan yang mengilukan, suara rem mendadak, dan suara teriakan beberapa penumpang. Kim Nara maupun Ayah merasakan bus berguling seketika.

" Ayah... " Lirih Kim Nara.

Setelah itu mereka tidak tahu apa lagi yang terjadi. Semuanya gelap bagaikan mimpi buruk.



------

Bus Namiseoum-Insadong yang Ayah dan Kim Nara tumpangi mengalami kecelakaan lalulintas. Sebuah truk pengangkut melintas di depan bus dan tak bisa dihindari. Meskipun supir bus dan supir truk sudah mengerem kendaraan yang dikendarainya, tetapi tak mampu menghentikan laju kendaraan dijalanan yang licin karena hujan. Tabrakan pun akhirnya terjadi. Memakan banyak korban yang kini telah dilarikan ke rumah sakit terdekat.

" Ayah... Ayah... Ayah ... " Kim Nara terus mengigau selama belum sadar. Kini ia terbaring lemah di kamar rumah sakit, ditemani Bibi dan sepupu dari keluarga Ayah. Mereka datang jauh-jauh dari Daegu demi menemani Kim Nara semalaman.

" Eomma (Ibu), Nuna, sudah sadar! " Bocah kecil itu menarik-narik ujung kemeja ibunya. Bocah kecil itu adalah Kim Yo Han, sepupu dari Kim Nara.
___________________________
*Nuna : kakak perempuan yang diucapkan oleh laki-laki.
___________________________

" Nara, kau sudah sadar? " Ahjumma (Bibi) memastikan apa yang dikatakan putra kecilnya, Kim Yo Han. Terpaksa Bibi membawa Kim Yo Han ke rumah sakit karena tak ada yang menjaganya di rumah.

Kim Nara mulai membuka matanya perlahan. Namun, semuanya gelap.
Kim Nara tak mampu melihat warna dan cahaya.

" Ayah... " Kim Nara mengusap matanya berkali-kali. Namun, tetap saja semuanya tampak gelap saat ini.

" Jaljinaesseoyo? (Apa kau baik-baik saja?) Nara? " Ahjumma (Bibi) mulai panik.

Tangan Kim Nara bergerak tak tentu arah. Gadis itu berusaha meraba apa yang ada disekitarnya. Namun, hanya udara kosong yang didapatnya. Ahjumma (Bibi) menekan tombol yang berada di dekat ranjang Kim Nara agar perawat segera ke sana. Tak lama kemudian perawat datang bersama dokter yang bertugas.

" Apa yang terjadi dengan Nara, Dok? " Tanya Bibi pada dokter yang menangani Kim Nara.

" Pasien ini buta. Mungkin terkena serpihan kaca jendela bus, atau benturan yang cukup keras. Biar kami periksa lebih lanjut! Ibu tidak perlu khawatir. " Dokter menjelaskan pada Ahjumma (Bibi).

Kim Nara masih ditemani sepupu kecilnya, Kim Yo Han, mendengarkan percakapan antara Bibi dan dokter itu samar-samar. Walau tak jelas, Kim Nara mampu mengumpulkan bahwa apa yang dimaksudkan. Sekarang Ayah ada dimana? Kim Nara sangat ingin bertemu dengan Ayah.

Di kamar yang lain, Paman dari keluarga Ayah menemani Ayah yang sedang sekarat. Ayah belum juga sadarkan diri sampai saat ini. Kini kondisinya sangat parah melebihi kondisi Kim Nara. 

" Hyung... Sadarlah! Nara masih membutuhkanmu. Ku mohon bertahanlah, setidaknya demi Nara. " Lirih Ahjussi (Paman).

Namun Ayah tak kunjung sadar. Sampai akhirnya Ayah meninggal dan menuju surga menyusul Ibu.
___________________________
*형 : Hyung : kakak laki-laki yang diucapkan oleh laki-laki.
___________________________

Tbc.

🌑🌑🌑


Maaf kalo chapter ini agak pendek.

Don't forget for vote, comment, and share. OK!

Aku ga bakal up kalo kalian ga comment nih~ heuuu 🌚

See you the next part~

Published
13 Jul 19

𝕆𝕗𝕗𝕖𝕣𝕚𝕟𝕘𝕤 𝔽𝕠𝕣 𝕃𝕠𝕧𝕖 [semi hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang