-----
Alana dan Danu pun kembali ke mobil setelah selesai makan di cafe.
"Eh, pak! Bapak liat dompet saya gak?" tanya Danu pada Pak Abdi.
"Tadi udah saya kasih ke mas."
"Alright."
Dengan santainya ia naik ke mobil tanpa panik akan dompetnya. Sultannnn. Dalam perjalanan, ponsel Alana berdering pertanda ada telepon yang masuk.
"Siapa?" tanya Danu.
"Aku juga gak tau, ini udah yang kedua kalinya."
"Dua kali? Mana sini."
Danu mengambil ponsel Alana dan mengangkat telpon tersebut.
"Hola!"
"Ya, who is this?"
"Can i speak to Alana?"
"For you."
Danu mengembalikan ponsel kepada Alana dengan tampang yang datar.
"Hola? Who is speaking? And where do you get my number from?"
"Kenapa? Cowo di sebelah kamu panik tiap ada cowo deketin kamu?"
Alana panik dan kaget mendengar suara itu. Suara yang cukup tidak asing di telinganya.
"Y..Ya, ya! I..i will check it later! Gracias!"
Alana berakting di depan Danu dan mematikan sambungan telepon sebelah pihak.
"Well, who is it?" tanya Danu.
"Toko perhiasan soal anting aku yang rusak," jawab Alana dan mendapat anggukan mengerti oleh Danu.
***
03:00
Kini Alana sedang berada di kedai kopi langganannya dan pesanannya yang always cappucino.
"Alana!"
Suara tersebut membuat Alana kaget. Lagi-lagi suara yang sama dengan suara dipantai dan suara dalam telepon dan orang itu dengan tanpa aba-aba duduk bersama Alana.
"Kamu ngapain duduk disini?" tanya Alana.
"Ya, karena saya gak suka sendiri," jawab Mahesa.
"Saya gak ngerasa kasih tau kamu nama saya, kamu tau dari mana?"
"Ya, anggep aja itu salah satu kelebihan saya, dan kamu pasti penasaran kan dari mana saya tau nomor kamu?"
"Jangan-jangan kamu ngikutin saya!" ucap Alana.
"Kamu tiap hari ngopi disini, di jam yang sama. You know what? Saya beruntung banget ketemu kamu sendiri disini. Pacar kamu yang orang kaya itu mana? By the way, ini ketiga kalinya loh kita ketemu. Kebetulan banget ya?" tanya Mahesa.
"Yang pertama dan kedua mungkin memang kebeneran. Tapi sekarang, saya bener-bener yakin kalo kamu itu bener-bener ngikutin saya! Kamu gak perlu lakuin itu. Kamu cukup tanya sama saya apapun yang kamu mau tau tentang saya sekarang!"
"Okey, saya bingung aja sih sama cowo yang selalu posesif sama kamu. Apa dia emang kayak gitu orangnya? Kalo menurut saya sih, hubungan kalian itu bukan hubungan dua orang yang saling mencintai. Ya, tapi itu bukan urusan saya. Saya sama sekali gak peduli hubungan kamu dengan cowo itu. Tapi dari yang saya perhatiin, kamu saat di restoran sendiri dan di pantai sama cowo itu, beda banget!" jawab Mahesa.
"Bapak itu bodyguard kamu? Serem ya dijagain mulu sama dia!" sambung Mahesa lagi.
"Pak Abdi? Kamu bilang pak Abdi serem? Yaa, lumayan sih. Pak Abdi itu bodyguard sekaligus orang kepercayaannya papanya Danu. Tapi yang saya tau, istrinya pak Abdi udah lama meninggal dan pak Abdi punya satu orang anak perempuan yang dibiayai sama papanya temen Danu. Papanya Danu itu kalo bisa dibilang bener orang yang baik dan sangat peduli. Ya, sifatnya jauh berbeda sama anaknya. Danu itu selalu anggep pak Abdi seolah olah cctv saya 24 jam," jelas Alana.
"Ah, cctv?"
"Iya!"
Keasikan ngobrol, seketika Alana kaget melihat dua orang preman berbadan besar melewati mereka dengan kopi di tangan mereka. Orang asing. Alana menutup wajah Mahesa menggunakan buku yang dibacanya agar tidak di lihat oleh kedua preman tersebut.
"Kamu udah ngelunasin semua utang-utang kamu?"
"Apa?" bingung Mahesa.
Mahesa mengintip dibalik buku melihat sebenarnya siapa yang dimaksud Alana. Mahesa pun tertawa dan Alana kebingungan.
"Kok ketawa sih? Saya pikir mereka itu depkolektor yang mau pukulin kamu lagi tau gak!" tegas Alana.
"Khawatir sama saya?" tanya Mahesa sambil senyum-senyum manja.
Alana yang sedikit terkejut dengan pertanyaan itu hanya melanjutkannya dengan tertawa.
"Kamu kenapa selalu keliatan depresi gitu?" tanya Mahesa yang tidak di jawab oleh Alana.
"Oke, gak usah di jawab, saya gak butuh jawabannya. Yang saya butuhin, kesempatan buat nyenengin kamu. Karena kamu butuh sedikit dosis 3B. Bersenang-senang bersama Bara," lanjut Mahesa.
"Bersenang-senang?"
"Ya."
"Saya selalu senang!"
"Asal kamu tau ya. Orang senyum itu bukan berarti dia bahagia. Bisa aja dia nyembunyiin hatinya yang terluka. Atau, Tuhan sengaja mempertemukan dia sama orang yang salah lalu sama orang yang bener biar dia tau rasanya bersyukur. Kamu tau kenapa saya bisa ngomong begini?"
Hanya dijawab gelengan kepala oleh Alana,
"Karena cuma saya yang bisa jaga kamu," jawab Mahesa dari pertanyaannya sendiri."Oh, ya?"
"Buktinya, saya yang ada di samping kamu sekarang. Ikut saya!"
Mahesa menawarkan Alana untuk ikut bersenang-senang dengannya.
"Kenapa saya harus ikut kamu?" tanya Alana.
"Satu, karena kamu akan bersenang-senang bersama saya. Dua, karena saya akan jagain kamu. Dan tiga, karena saya bukan cowok kaku yang selalu posesif sama kamu," jawab Mahesa.
Alana sedikit terkejut lalu tertawa mengetahui siapa yang Mahesa sindir dalam jawabannya tadi. Dan tiba-tiba ada seorang wanita masuk di dalam cafe dan menghampiri seorang pria yang menempati tempat di bagian depan pintu cafe. Wanita itu terlihat sedang emosi dan menampar sang pria tersebut yang hanya di balas tertawa oleh pria itu lalu wanita tersebut pergi meninggalkannya.
Alana, Mahesa dan pengunjung lainnya tidak heran. Mereka sudah terbiasa akan hal itu di negara tersebut.
"Ayo!" ajak Mahesa.
Ketika ingin beranjak keluar, Mahesa berhenti tepat di belakang tempat duduk sang pria tadi yang di tampar oleh seorang wanita. Mahesa mengikat tali sepatu pria itu di kaki bangku yang diduduki pria tersebut lalu mereka berdua benar-benar meninggalkan cafe, namun sebelumnya mereka tertawa puas melihat hal itu.
Saat pria itu ingin beranjak, betapa lucunya ia terjatuh di depan orang banyak karena tali sepatunya yang terikat di kaki bangku. Para pengunjung menanggapinya dengan tertawa lepas.
...
KAMU SEDANG MEMBACA
One Fine Day [SELESAI]
Teen FictionPertemuan tidak terduga antara Mahesa ( Jefri Nichol ) dan Alana ( Michelle Ziudith ) di Barcelona membuat keduanya menjadi akrab. Namun keakraban ini disalah gunakan oleh Mahesa. Ternyata cara pandang Alana dan Mahesa jauh berbeda. Akankah pertemua...