~ Ini bukan perihal perdebatan antara hijab dan akhlak baik, namun bagaimana cara islam memuliakan seorang wanita~
“shhhht, Alunaa,” ucap seorang lelaki memakai hoodie hitam sambil membawa senter kecil. Namanya Alvaro Fernandez. Lelaki bertubuh jangkung, kulit putih bersih, bentuk wajahnya oval namun tegas, mata sedikit sipit, berlesung pipi dan bibir berwarna pink. Dia adalah keturunan Tionghoa-Indonesia---anak salah satu kolongmerat terkenal Jakarta---yang sebentar lagi akan menjadi penerus kekayaan keluarganya.
Alvaro mengintip dari celah jendela kaca yang tertutup kelambu. Salah satu hal yang lelaki itu lakukan adalah membangunkan teman kecilnya tiap pukul tiga malam. Hanya dengan cara seperti ini dirinya bisa berbincang dengan Aluna sampai adzan subuh berkumandang.
Tok. Tok. Tok. Tangan lelaki itu mengambil kerikil kecil yang sudah ia kantongi dalam saku hoodienya lalu mengetuk ngetuk pada jendela kaca—menimbulkan bunyi cukup keras mengingat tak ada lagi suara kecuali berasal darinya.
“Astaganaga,” Alvaro terjungkal saking terkejutnya melihat Aluna keluar dengan wajah masih tertutup masker berwana putih dipadu dengan hijab hitam besar. Detik berikutnya gadis bermata hazel itu tertawa terbahak-bahak melihat wajah kesal Alvaro.
“Gua udah bangun, lo boleh pulang sekarang juga, gua takut abi curiga,” Aluna menatap Alvaro dengan terkikik. Demi Allah, gadis itu tak bisa menahan tawanya untuk tak meledak karena ekspresi lelaki itu sangat lucu, wajah ditekuk, mata meyipit dan bibir yang mengerucut. Ingin rasanya Aluna menarik kedua pipi Alvaro seperti yang biasa ia lakukan semasa kecil. Namun untuk saat ini keadaanya berbeda, Aluna kecil dan tak mengerti agama sudah beranjak menjadi gadis dewasa yang mengerti akan batasan.
“Gila kamu ya, pokoknya ambilin aku minum dulu.”
Alvaro berlalu memasuki kamar Aluna, membuat gadis itu mendelik tajam.
“Keluar, bukan mahram tau, lo itu laki-laki dan gua perempuan,”
“Dulu kita juga sering dikamar berdua kok, sekarang kenapa nggak boleh, kan cuman numpang tidur dong Aluna, aku capek,”
Tubuh Aluna berada diluar kamar, sedangkan Alvaro tengah berbaring di kasurnya.
“Kamu beda setelah masuk fk na, atau leih tepatnya setelah ikut pelatihan pesantren.”
“Hmm, iya ntar lagi kita bahas, tapi lo keluar dulu, duduk aja dibalkon sini, gua mau sholat dulu,”
“Okay aku tunggu kamu jelasin semua.”
💐💐💐
Adzan subuh rasanya datang lebih cepat dari biasanya. Karena nyatanya lelaki tionghoa itu sedikit bingung dengan penjelasan Aluna selama 40 menit terakhir. Wajahnya masih menunjukkan ekpresi campur aduk. Sementara Aluna resah melirik jam tangan yang bertengger dipergelangan tangannya. Pukul 03.50—berarti sebentar lagi abinya akan menuju kamar untuk mengecek apakah anak gadisnya sudah melakukan peraturan yang telah mereka sepakati.
“Berarti kita nggak bisa kayak dulu lagi ?”Aluna tersenyum tipis. Lalu menggeleng pelan.
“Pegang tangan aja masak gak boleh sih aluna ?” Alvaro bergerak maju. Mencoba meraih tangan mantan pacarnya namun Aluna dengan cepat menghindar. Sejak kembali dari pelatihan pesantren selama enam bulan, dipagi harinya Aluna membulatkan tekat untuk memutuskan hubungannya dengan Alvaro, memutuskan bukan dalam artian tak mau lagi bertemu hanya saja sekarang status mereka bergeser menjadi sebatas teman. Meskipun awalnya berat namun Aluna yakin, jika memang nama alvaro yang tertulis di Lauhul Mahfudz maka takdir sendiri yang akan mempersatukan keduanya. Dengan cara elegan, bukan menggunakan cara yang dimurkai oleh Allah.
“Maaf Alvaro, kita udah sama-sama dewasa, gua mematuhi apa yang agama gua ajarkan var, gua harap lo bisa ngerti,” Aluna menunduk, tak berani menatap mata lelaki itu. Alvaro tersenyum samar. Dalam hitungan detik lelaki itu melocat dari lantai dua kamar Aluna. Membuatnya reflek berteriak.
“Aluna, ada apa ?” gadis yang masih menggunakan hijab warna hitam itu meneguk saliva. Suara abinya. Dalam hati Aluna merutuki dirinya sendiri karena menyebut nama Alvaro cukup keras.
Aluna membalikkan badan,”Gapapa bi, cuma mimpi buruk.”
“Bohong.”
“Nggak.”
“Bohong”
“Nggak,”
“Jujur”
“Nggak”
Aluna menggigit bibinya. Mau bagaimanapun seorang ayah pasti lebih mengerti anaknya. Anas bergerak maju menuju putrinya yang terdiam kaku. Tak bisa dipungkiri bahwa ekspresi Aluna selalu ketakutan saat berkata tidak jujur.
“Kamu nggak belajar dari kejadian masa lalu ? Apalagi sekarang kamu memakai hijab loh Luna.” Anas menatap anak gadisnya datar.
Aluna menhembuskan nafas pelan, “Memangnya kenapa bi, berubah kan juga butuh proses, seenggaknya kan Aluna sudah menepati janji untuk nggak ngebuka aurat didepan lelaki yang bukan mahram.”
“Tapi akhlak kam—“
“Kenapa setiap melakukan kesalahan banyak orang yang menjudge hijab sih bi, termasuk abi juga. Bukannya hijab adalah suatu kewajiban dan akhlak itu karakter, keduanya beda bi.” Kesal rasanya saat abinya membicarakan masalah itu.
“Ini bukan masalah wanita berhijab harus memilki akhlak baik, namun setiap orang itu harus belajar untuk tidak melupakan batasan. Dan kamu tau sendiri apa maksud abi Aluna.”
“Jelaskan semuanya pada Abi setelah sholat subuh, kita pikirkan jalan terbaik sama umi dan kak Farhan.”
Farhan adalah anak pertama dari Anas dan Savitri, sifatnya keras kepala seperti ayah dari Anas. Selama ini yang selalu memaksa Aluna adalah Farhan. Sekali melakukan kesalahan maka Farhanlah yang terlebih dahulu murka, bukan Abinya.
“Kak farhan pulang ?” tanya Aluna dengan ekspresi terkejut.
Abinya mengedikkan bahu, lalu berjalan keluar kamar.
“Mampus deh gua, gimana nih kalau ucapan kakak enam bulan lalu beneran?”
Gadis itu mondar mandir tak jelas didalam kamarnya. Keringatpun sampai menetes dari pelipisnya. Aluna keras kepala tapi jika dibandingkan Farhan---kakanya dirinya tak bisa berkutik. Apalagi ini juga salah dirinya sendiri yang sudah berani membawa lelaki di balkon kamarnya pada jam tak wajar.
“Please Ya Allah gua gak mau dijohin Ya Allah tolong.”
- Revisi 15 Maret 2020 -
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Better With You [ Dosen Marriage ]
RomanceKehidupan seorang Aluna Safira sebagai mahasiswa fakultas kedokteran awalnya berjalan lancar tanpa hambatan. Namun setelah kesalah besar yang dilakukan oleh dirinya membuat Aluna harus berakhir dipelatihan pesantren dan harus memutuskan pacar sekali...