~Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu~
- QS. Al-Baqarah : 216 –
🍁
Jam dinding menunjukkan angka 03.00 WIB saat ponsel Aluna bergering nyaring memekik telinga. Gadis itu mencoba membuka matanya perlahan karena terasa sangat berat akibat menangis semalaman lalu tertidur dilantai marmer kamarnya.
Ia mengedarkan pandangan, tatapannya berhenti pada pintu kaca kamarnya yang terhubung pada balkon. Tak ada lagi suara ketukan yang terdengar menganggu telinga, tak ada lagi perdebatan kecil dengan Alvaro, tak ada lagi bincang pagi sampai adzan subuh berkumandang, dan satu lagi tak akan ada Alvaro yang mengadu kesakitan karena terjatuh saat memanjat.
Jujur dalam lubuk hati Aluna menjerit tak terima dengan takdir hidupnya. Rasanya ingin marah kepada sang pencipta namun tidak bisa dan tidak mungkin. Karena Allah lebih mengetahui apa hal yang terbaik untuk umatnya.
Banyak pertanyaan yang menggerogoti pikiran Aluna. Kenapa kenapa dan kenapa ini terjadi wahai Rabbi ? Dan jawabannya sudah jelas, karena kamu mampu melewati ini semua.
“Aluna sayang sudah subuh ayo sholat berjamaah,” suara uminya membangunkan lamunannya. Ternyata sudah satu jam ia termenung sendirian.
“Aluna sayang sudah subuh kamu cepat bersihin badan kamu.”
Tak ada jawaban setelahnya namun gadis itu berjalan menuju kamar mandi yang terletak didalam kamarnya. Aluna sebenarnya tak marah kepada uminya, ia marah kepada dirinya sendiri dan tau harus melampiaskannya bagaimana.
Alhasil Aluna memilih diam agar ia tak melukai banyak orang saat dia membuka suara. Imam An-Nawawi menyebutkan dalam Syarah Arbain, bahwa Imam Syafi’i mengatakan, ‘Jika seseorang hendak berbicara maka hendaklah dia berpikir terlebih dahulu. Jika dia merasa bahwa ucapannya tersebut tidak merugikannya, silahkan diucapkan. Jika dia merasa ucapan tersebut ada mudharatnya atau ia ragu maka ditahan (jangan berbicara).’
“Ayo abi sudah menunggu dari tadi,” Aluna mengangguk sebagai balasan. Tak ada wajah sumringah seperti beberapa waktu lalu. Kini raut wajah itu kembali seperti usianya yang ke 12—saat itu Aluna kecil belum bertemu dengan Alvaro, dan ia masih menjadi gadis kecil nakal, judes dan sering adu jotos dengan anak-anak seumuran maupun yang lebih besar darinya.
“Kenapa lama ?” Abinya membuka suara saat istri dan anaknya baru sampai musholla kecil yang ada di lantai satu. Aluna tak menjawab dan langsung mengambil tempat untuk sholat. Farhanpun sampai heran dengan sikap adiknya pagi ini. Savtri menatap suaminya sendu dan mengedipkan mata seolah memberi isyarat ‘jangan marah.’
“Bismillahirahmanirrahim. Ushallii fardash-shubhi rak’ataini mustaqbilal qiblati imaman lillahi ta’ala. Allahuakbar.”
🍁
“Unchh princes Aluna kenapa ? Sedih ya karena dimarahi bebeb Cakra ?” Pricilia datang dengan beberapa temannya. Kelas mereka berbeda—atau lebih tepatnya gadis bermake up menor itu adalah kakak tingkatnya, dan berita mengenai dirinya sudah menyebar luas. Apa Aluna sepamor itu hingga berita apapun tentangnya selalu menjadi tranding topic ?
“Sabar lun, inget Allah, istigfar,” Fatimah mengelus pundak sahabatnya.
Pricilia memandang sinis gadis yang menurutnya sok suci dan sok agamis itu.
“Kenapa ? nggak berani lagi sama gua sejak masuk pesantren ya ? takut dosa lo ?”
Aluna awalnya menunduk dan malas menanggapi langsung menatap tajam mantan rival itu karena ucapannya sudah melebihi batas. Pricilia meneguk salivanya. Raut wajah Aluna sangat menyeramkan saat ini. Entah karena badmood atau masalah lain dia tak tau.
“Yaudah deh gais yuk cabut,” ucap Priclia pada teman-temannya.
Setelah kepergian Pricilia gadis bermata hazel itu kembali mendelosorkan kepalanya pada meja. Fatimah menatap kasihan pada Aluna. Meskipun gadis itu tak mengatakan apapun Fatimah bisa mengerti bahwa Aluna sangat tertekan dan membutuhkan teman sebagai tempat bersandar. Meskipun seharusnya Allahlah yang pantas menjadi sandaran manusia. Tapi tak apa kan sesama teman menjadi tempat untuk berbagi masalah ?
“Setelah kelas ini selesai lo harus cerita sama gua ya ?” Aluna hanya mengangguk sebagai jawaban.
“Beneran loh ya ?”
“Hmm”
Dosen sudah mulai menerangkan materi dengan power point yang tersaji didepan kelas seperti biasa. Masih sama seperti sebelumnya, gadis yang duduk di pojok kelas itu menatap lurus kedepan dengan tatapan kosong. Bedanya dosen pengajar kali ini tak sekiller Cakra, jadi Aluna tak mengalami masalah.
“Apakah ada yang ingin ditanyakan ?”
Semua orang hanya menggeleng.
“Baiklah kelas berakhir lima belas menit lagi. Saya undur diri.”
Fatimah langsung menuju pada meja Aluna, ia sudah siap untuk mengintrogasi sahabatnya itu. Banyak pertanyaan yang sudah Fatimah siapkan sepanjang pelajaran. Sebenarnya hal yang ia lakukan adalah salah karena tidak mendengarkan dosen saat mengajar, yang Fatimah lalukan tersebut bisa menjadi salah satu hal yang membuat ilmu seseorang tak berkah karena tidak hormat pada guru.
“Jadi sudah siap untuk di introgasi ?
“Hmmm.”
- Revisi 18 Maret 2020 -
![](https://img.wattpad.com/cover/193197176-288-k178912.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Better With You [ Dosen Marriage ]
RomanceKehidupan seorang Aluna Safira sebagai mahasiswa fakultas kedokteran awalnya berjalan lancar tanpa hambatan. Namun setelah kesalah besar yang dilakukan oleh dirinya membuat Aluna harus berakhir dipelatihan pesantren dan harus memutuskan pacar sekali...