Bab 5 - Tikus dan Kucing

7K 252 6
                                    

~Ada orang yang mengatakan benci dan cinta itu beda tipis. Apa benar ?~

    “Aluna nggak sarapan dulu sayang ?”  gadis itu hanya menggeleng saat Savitri menghadangnya di ruang keluarga. Tak ada suara Abi dan kakaknya pagi ini, mereka berangkat ke Bandung untuk urusan keluarga.

    Sudah dua hari sejak Anas menolak lamaran dari Alvaro dan semenjak itu pula Aluna tak berbicara dengan siapapun. Ia hanya merespon seadanya dan selalu menghindari momen saat mereka harus bercengkrama bersama.

    Savitri menghela nafas. Aluna memang keras kepala sejak kecil dan selalu diam jika marahnya sudah melewati batas. Jika ada salah satu anggota keluarga yang memaksanya untuk membuka suara saat Aluna belum siap keesokannya gadis itu akan pergi melarikan diri dari rumah. Karena itulah Savitri bersabar menunggu anaknya bicara lagi.

    “Assalamualaikum.

    “Waalaikumussalam sayang hati-hati.”

    Aluna hanya mengangguk, mengambil payung yang ada didekat pintu lalu berjalan santai menuju halte dekat rumahnya. 

    Pagi ini awan mendung menyelimuti langit ibu kota. Aluna menatap malas jalanan yang mulai basah akibat rintik hujan yang turun ke bumi. Hujannya tak salah, bahkan hujan merupkan salah satu rezeki yang harus disyukuri, mood aluna lah yang membuat semua serbah salah.

    “Alunaa,” gadis yang sedari tadi duduk di halte bis itu mendongakkan kepala mencari sumber suara.

    “Kak Alaza ?”

    Wanita berparas arab itu membuka kaca mobil. Namanya Alaza Fadhela, seorang dokter syaraf dan juga teman dari kakaknya. Karena itulah dirinya mengenal Alaza.

    “Bareng aja yuk, kita searah kok.” Alaza membuka pintu mobil mengisyaratkan supaya gadis itu masuk kedalam. Aluna tersenyum kikuk, sebenarnya ia tak ingin merepotkan orang sebaik Alaza. Namun jika dipikir-pikir lagi akan jarang angkutan umum yang lewat karena cuaca yang tidak mendukung. Gadis itu membuka kembali payungnya lalu berlarian kecil kearah mobil. Aluna dan Alaza tertawa kecil saat menutup payung, air hujan terciprat ke wajah keduanya.

    “Cakra ayo jalan.”

    Mata Aluna mengerjab. Nama itu tak asing dipendengarannya, dan Aluna juga tak akan bisa melupakannya begitu saja.

    “Hmm.”

    Lelaki itu melerik sebentar Aluna dari kaca depan lalu detik berikutnya mobil melaju tanpa suara.

    “Kamu kuliah di Bunga Bangsa kan Lun ?” Alaza terlebih dahulu memecah keheningan.

    “Iya.”

    “Cakra juga ngajar disitu loh Lun, iya kan cak ?”

    Aluna merutuki dalam hati karena menerima tumpangan dari teman kakaknya dan berakhir menjadi nyamuk diantara mereka. Miris, batin Aluna menyoraki.

    “Iya udah kenal sama dia, gua,” Aluna mengeratkan rahangnya dan menatap dosennya itu tak suka. Apa harus membahas dirinya ditengah-tengah hubungan keduanya ? Apa tidak ada topik lain ?
    “Ohh jadi Cakra itu didosen kamu ?” 

    “Iya.”

    Alaza menepuk kursi yang diduduki Cakra dari belakang dan mendengus tak suka karena lelaki itu terus terusan menggangu kedunya dengan menjawab semua pertanyaa yang dilontarkan untuk Aluna.

    “Aku kan tanya Aluna, bukan kamu Cakra,” wanita itu menekan setiap kata yang keluar dari mulutnya.

    Sedari tadi Aluna hanya diam menyaksikan keduanya saling sahu tmenyahut. Aluna benar-benar kehilangan sebagian dalam hidupnya saat Alvaro pergi dan tidak bisa dihubungi hingga saat ini.

    “Nggak di kelas, di mobil kamu emang suka ngelamun ya Aluna Safira ?”

    Aluna menghembuskan nafas pelan dan melirik Cakra tajam. Gadis itu mencoba melupakan masalah dirinya dengan Cakra tetapi malah lelaki didepannya ini terus-terusan mengungkit kejadian itu. Menyebalkan.

    “Terserah saya, kenapa bapak menganggu saya sih. Nyetir aja jangan banyak bicara ntar nabrak kan semua orang yang susah.” Cerocos Aluna dengan ketus.

    Tanpa Cakra sadari ia tersenyum tipis mendengar ocehan Aluna, ada sesuatu yang menghangat dalam dirinya saat mendengar gadis itu berbicara. Sedangkan disisi lain Alaza melongo melihat Aluna berbicara sangat judes dengan teman seprofesinya.

    “Kalian nggak akur,”

    “Iya”

    “Enggak”

    Alaza menepuk jidatnya saat keduanya menjawab pertanyaan secara bersamaan namun jawaban dari Aluna dan Cakra berbanding terbalik. Aluna setuju jika kedunya tidak akur dan Cakra menyangkal itu semua.

    “Udah sampai, kamu cepat turun saya mau mengantar Alaza.”

    Cakra menghentikan mobilnya didepan kampus fakultas kedokteran. Membuat pasang mata menatap selidik siapa yang turun dari mobil Cakra..

    Gadis itu lalu tersenyum manis pada Alaza,”Terimakasih kak Alaza.”

    Mobil Cakra melaju lumayan kencang saat gadis itu turun. Lelaki itu hanya geleng-geleng kepala dalam mobil karena hanya Alaza yang diucapkan kata terimakasih, sedangkan dirinya tidak. 

    “Kamu kenapa sama Aluna ?” tanya Alaza.

    “Habis gua hukum.”

    “Masak ? Orang dia kayaknya benci banget sama kamu lho Cak.”

    “Kata orang benci dan cinta itu beda tipis,” Cakra terkekeh mengatakan hal tersebut. Sedangkan Alaza hanya diam dan mematung ditempat. Ada nyeri yang bersarang didadanya saat Cakra mengatakan guyonan tadi.

    “Udah sampai tuan putri, turun dong.”

    “Terimakasih.”

    “Sama-sama.”

   

     - Revisi 21 Maret 2020 -

Be Better With You [ Dosen Marriage ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang