Keesokan harinya, Jaemin tiba-tiba pingsan dan mengeluarkan darah dari hidungnya. Berusaha tetap tenang, Jeno segera membawanya ke rumah sakit.
Setelah sampai, Jaemin langsung mendapat penanganan khusus, mengingat riwayat penyakit yang dimilikinya. Beruntung, Dokter Jung -dokter yang selama ini menangani terapi dan kemoterapi, serta kebutuhan lain akan kondisi Jaemin, sudah ada di rumah sakit, sehingga penanganan dapat dilakukan lebih akurat.
Beberapa waktu berlalu, hingga akhirnya Dokter Jung keluar. Raut wajah sang dokter membuat Jeno sedikit gugup.
"Lee Jeno-ssi.."
"Bagaimana keadaan Jaemin, dokter?"
"Syukur Jaemin sudah siuman. Kondisinya saat ini stabil. Namun, ada informasi yang ingin saya sampaikan, dan harus segera mendapat persetujuan dari anda"
"A-ada apa dengan Jaemin?"
"Berat hati harus saya sampaikan, jika terapi-terapi yang dilakukan Jaemin sepertinya tidak membawa pengaruh besar terhadap kesembuhannya. Berdasarkan hasil pemeriksaan tadi, otak Jaemin sudah terinfeksi hampir tujuh puluh persen, dan ini sudah mengurangi kualitas hidup Jaemin secara drastis. Dari data terakhir, penyebaran sel kanker di otak Jaemin tergolong cepat"
Jeno terdiam. Rahangnya mengeras sembari mengepalkan kedua tangan disisi tubuhnya. Isi hatinya sungguh terporak-poranda. Dokter Jung yang paham akan perasaan Jeno, meraih sebelah bahunya.
"Tapi, masih ada satu jalan yang akan kami lakukan. Kami akan segera melakukan operasi padanya selagi kondisinya stabil dan tidak koma, tentunya harus dengan persetujuan anda. Operasi ini adalah opsi terakhir yang bisa diupayakan untuk kesembuhannya"
Mendengar itu Jaemin mendongak.
"Lakukan segera jika itu dapat membuat Jaeminku sembuh. Tolong, apapun untuk Jaemin, Dokter Jung.. Saya akan segera mengurus administrasi yang diperlukan"
"Baiklah, Jeno-ssi. Besok pagi akan kami lakukan tindak operasinya. Kami akan berusaha sebaik mungkin. Untuk sekarang, Jaemin harus dirawat di sini, agar pemantaunnya lebih baik dan mudah"
"Terima kasih, Dokter Jung. Apa saya boleh menemui Jaemin?"
"Tentu, silahkan Jeno-ssi"
Jeno segera masuk dan melihat Jaemin terbaring lemah dengan selang infus yang menempel pada permukaan tempurung tangan kanannya.
"Jaemin-ah.."
Jaemin menoleh dan tersenyum tipis. Jeno duduk di samping kekasihnya dan menggenggam tangan kirinya. Jemari lentik itu Ia usap dengan lembut.
"Sudah merasa lebih baik, sayang?"
"Kurasa begitu.."
"Sayang, tadi Dokter Jung mengatakan kau harus segera dioperasi. Besok pagi tindakannya akan dilakukan. Apa kau siap?"
"Oh? Kenapa mendadak sekali?"
"Ini adalah hal yang terbaik untukmu kata Dokter Jung. Supaya kau cepat sembuh, Jaemin-ah.."
"Kondisiku pasti memburuk ya? Apa aku tidak ada harapan untuk sembuh?"
Jaemin tersenyum getir. Usapan pada jemari Jaemin terhenti. Tetes air mata mulai mengalir dari mata kekasihnya, yang ternyata menular pada Jeno.
Sebaik-baiknya Jeno membangun tembok agar tetap tegar, nyatanya Ia hanyalah manusia biasa yang memiliki perasaan. Ia tidak sanggup melihat Jaemin terus kesakitan yang Ia sendiri tidak membayangkan bagaimana rasanya.
"J-jangan berkata seperti itu. Kau pasti sembuh. K-kau pasti akan sehat seperti sedia kala, Jaemin-ah.."
Jaemin menangis sendu. Jauh di dalam lubuk hatinya, Ia merasa tidak kuat dan ingin menyerah. Namun dengan segala perjuangan Jeno untuknya, Jaemin ingin terus hidup.
"A-aku takut, Jeno.."
"Aku yakin semua akan berjalan dengan baik. Jangan putus asa, ya? Aku akan menemanimu, dan jadi orang pertama yang kau lihat saat siuman nanti"
"J-janji?"
"Janji. Bertahan sedikit lagi, ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Sakura [√]
FanfictionJeno harus merelakan kekasihnya pada semesta. [Status] Completed, Revised. [Credit] angelove_