PROLOG

124 11 2
                                    

Senja telah menampakkan wujudnya. Burung-burung mulai berterbangan menuju sarangnya. Angin sepoi-sepoi menyapu wajah dan kerudung perempuan itu. Perempuan muda yang baru lulus SMA. Ia duduk di pinggir pantai, merayakan kelulusannya hari ini. Bersama seseorang yang berarti baginya.

"Din, ini kubawakan minum. Pasti kamu haus kan," kata seorang laki-laki seumuran dirinya menghampiri sambil menyerahkan minuman botol.

"Ah kamu Af, tau saja aku haus."

"Ya pasti tau lah. Aku kan sehati sama kamu, hehehe."

"Afio, apaan sih! Kambuh deh gombalnya," kata Adinda sambil memukul lengan Afio.

Mereka sudah tidak perduli dengan baju seragam mereka yang kotor terkena pasir pantai. Mereka sedang asyik menikmati detik-detik terakhir kebersamaan mereka. Karena mereka akan segera berpisah. Rasanya memang tak adil. Ketika dua hati baru saja 'terhubung', semesta malah memisahkan mereka. Ketika perpisahan sudah di depan mata, mau tak mau mereka harus 'berjarak' satu sama lain.

"Dinda..." Afio memanggil Adinda, tapi yang dipanggil malah asyik memandangi matahari yang sedang kembali ke peraduannya.

"ADINDA TAMARA!" Teriak Afio karena jengkel.

"AFIOOO! Apaan sih teriak-teriak nggak jelas. Aku nggak budek, tahu!" Jawab Adinda tak jalah keras dengan suara Afio.

"Hih, ya maaf lah. Wong kamu aku panggil-panggil nggak jawab dari tadi. Asyik lihatin matahari. Emang ketampanan aku kalah sama matahari, ya?" Kata Afio sambil berpose sok cute.
"Astaga Afio, Afio... PD kamu tuh nggak pernah luntur, ya!"

"Hehehe... Kamu tau lah aku seperti apa, Din." Jawabnya sambil cengar-cengir gaje.
"Nggak tuh, aku nggak tahu banyak tentang kamu. Aku cuma tahu kamu itu Afio Kavindra Bagaskara. Badboy nomor wahid-nya SMA Natanegara, banyak fans, dan kamu punya kadar PD yang unlimited!"

"Halah nggak usah ngeles deh, Adindaku. Bilang aja di sekolah kamu nggak ada cowok keren sepertiku kan?" Afio menyenggol lengan Adinda dengan lengannya.

Sementara itu batin Adinda bergejolak. Apa, Af? Kamu bilang Adindaku? Apa itu artinya aku milikmu, Af?

"Din... Memang belum saatnya kamu tahu mendalam tentangku. Aku cuma nggak mau dicap sebagai lelaki yang PHP doang. Aku mau buktikan ke kamu, Oma kamu, keluarga kamu, juga keluarga aku. Yang kamu harus tahu sekarang aku serius dengan perasaanku, untukmu."

Tapi aku takut, Af. Aku takut suatu saat nanti kamu, atau bahkan aku berubah.

Lagi-lagi Adinda hanya bisa membatin. Lidahnya terasa kelu untuk menjawab.
Afio melanjutkan kalimatnya, "hari ini aku ngajak kamu ke sini bukan cuma mau merayakan kelulusan saja. Aku tahu, kamu sudah keterima di universitas impian kamu. Juga di jurusan yang kamu dambakan selama ini. Begitupun aku, Dinda. Aku sudah diterima dan kamu tahu sebentar lagi kita akan berpisah. Di hari terakhir kita bersama ini, aku mau mengukir sesuatu yang indah bersamamu."

Adinda menghembuskan nafas kasar. Ia benci jika harus membahas hal ini.

"Af, dengerin aku. Kita nggak pisah. Kamu cuma ke Jakarta untuk kuliah. Aku pun juga tetap di sini, Yogyakarta, tempat kita bertemu. Kamu nggak usah terlalu mendramatisir keadaan lah, Af." Dinda tertawa garing, mencoba menetralisir perasaan di hatinya yang sebenarnya retak.

"Aku serius, Adinda. Kita tidak tahu kapan kita bertemu lagi, meski aku berjanji akan pulang setiap libur semester. Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu, karena nantinya yang paling aku rindukan dari Jogja adalah kamu." Sambil menatap Dinda dengan lekat, Afio pun mencoba menetralisir perasaannya yang jauh lebih retak daripada perempuan di sampingnya.

"Kambuh deh. Gombal terus sampai sukses."

"Iya, Din. Sukses nikahin kamu, hehehe."
Kini Dinda sudah memukuli lengan Afio lagi. Afio memang suka banget bikin kesel tapi aku seneng, batin Dinda.

"Afio... Kamu nggak mungkin lupa kan ada perempuan yang lebih berharga dariku, ibumu, Af." Kata Dinda sambil mengusap lembut punggung Afio.

"Dinda, aku malas membahas ini. Berapa kali kubilang, jangan bahas tentang ibuku ketika kita bersama." Nada bicara Afio sudah berubah menjadi agak kesal.

"Hhh... Iya, deh. Aku minta maaf. Sudah dong jangan marah begitu sama aku. Katanya mau menghabiskan waktu berdua? Ayo sebelum terlambat!"

Mereka berdua berjalan santai menyusuri pantai. Memang benar kata pepatah, dunia serasa milik berdua jika sudah bersama si Dia. Mereka tak menghiraukan lagi tatapan menghakimi dari pengunjung lain. Ya karena mereka masih memakai seragam khas anak SMA. Bercanda bersama, menikmati senja. Parangtritis menjadi saksi. Bagaimana hati mereka retak satu sama lain. Tapi saling menyembunyikan dan menyunggingkan senyum kepalsuan.
~

Hallo!

Ini cerita pertama aku, semoga kalian suka😍

Best Regards,

Vanisha

WHEELS (Ketika Hidup Tak Seindah Cerita Dongeng)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang