Tiga

7 5 0
                                    

"Bapak nggak pulang ya Buk?" Sesil bertanya pada Ibu yang masih mengoleskan selai ke atas roti,

"Nggak," jawab Ibu tanpa memandang Sesil.

Sesil memandangi wajah Ibu yang tertekuk, lingkaran hitam di bawah mata Ibu semakin terlihat jelas, kata Ibu kalau matanya hitam begitu sebabnya karena tidak bisa tidur dan kelelahan,

"Sesil jadinya nggak bawa bekal ya Bu?"

Ibu tidak menjawab Sesil dan memakan roti selainya,

"Kalo nanti Sesil laper gimana Bu?"
"Berarti Sesil beli jajan di sekolahan ya?"
"Uang yang dikasih Ibu hari ini nggak ditabung gapapa kan Bu?"

Ibu berhenti mengunyah dan memandang Sesil dengan tatapan tajam,

"Ibu kok diem aja, Ibu sakit ya at—"

"Hari ini bawa bekal roti, uangnya tetep ditabung, jajanan sekolah itu nggak sehat."

Ibu beranjak dari meja makan, membawa setumpuk kertas di lengannya dan menuju garasi mobil, sekarang sudah jam enam lewat 15 menit, dan Bapak belum juga pulang,

"Kamu di mana?" Ibu terlihat sedang menelepon seseorang, sepertinya Bapak.

"Ini Sesil mau berangkat sekolah gimana?"

"Ini udah mau jam 7, sebentar lagi apanya? Kamu itu gak pernah jelas tau gak, pergi kemana, ngapain, kerjaan kamu cuma kelayapan kayak anak kecil,"

"Kok kamu jadi nuduh-nuduh sih, aku ngomong baik-baik, kamu juga bisanya marah-marah aja tanpa alasan jelas!" suara Bapak terdengar nyaring dari ponsel Ibu.

"Gimana gak marah—"

Tut tut tut

Ibu memejamkan matanya, setelah menghembuskan napas panjang, ia menelepon seseorang lagi dan menggandeng Sesil, menunggu di depan rumah,

"Sesil hari ini berangkatnya sama Pak Min,"

"Terus Ibu naik apa ke kantor?"

"Ibu naik ojek online,"

Tak lama menunggu, becak Pak Min sudah sampai di depan rumah,

"Maaf atuh Buk, saya nggak sopan begini bajunya, buru-buru tadi takut Enengnya telat," Pak Min berbicara sambil mengucek matanya, terlihat Pak Min hanya mengenakan kaus oblong dan sarung merah,

"Aduh Pak, saya yang minta maaf teleponnya tiba-tiba, Maaf ya Pak? Ini soalnya Bapaknya Sesil belum pulang,"

Rumah Pak Min terletak tak begitu jauh dari rumah Sesil. Setiap pulang sekolah, Sesil selalu dijemput oleh Pak Min karena Ibu pulang dari kantor saat hari sudah sore, tapi kalau berangkat, biasanya Ibu yang mengantar.

"Iya Buk, Neng, ayo naik,"

Sesil menyalimi tangan Ibu dan naik ke atas becak Pak Min. Di tengah perjalanan, Sesil melontarkan sebuah tanya pada Pak Min,

"Pak Min,"

"Iya Neng?"

"Pak Min, kan anak Pak Min sekolahnya jauh semua, kata Pak Min apa namanya? Ngemantau ya?"

"Ngerantau Neng," jawab Pak Min seraya menyunggingkan senyum.

"Ooh iya ngerantau, terus kalo anak Pak Min ngerantau gitu, Pak Min suka telepon nyuruh pulang nggak?"

"Ya iya Neng, kan kangen, tapi kalo libur pasti anak Pak Min pulang kampung,"

"Terus anak Pak Min marah-marah nggak karena disuruh pulang?"

"Ya enggak Neng,"

"Ooh enggak, ya..."

Sesil memandangi jalanan juga langit biru yang cerah pagi ini, Sesil suka warna biru, karena Sesil suka lihat warna langit. Selain itu di langit ada banyak awan yang berwarna putih terang.

Ah, Sesil jadi teringat tentang Bapak. Bapak adalah seorang pegawai di suatu industri pangan, Sesil masih ingat saat Bapak menunjukkan foto tempatnya bekerja dan memperlihatkan Bapak yang memakai pakaian putih bersama kawan-kawannya. Biasanya Bapak akan berangkat kerja pagi-pagi sekali, lalu Bapak akan pulang lebih dulu daripada Ibu.

Dan biasanya ketika Bapak pulang, Sesil selalu dibawakan beberapa jenis makanan yang sering ia temukan di minimarket. Sesil bangga sekali setelah tahu kalau jajanan di minimarket itu yang buat Bapak, walau kata Bapak, bukan Bapak yang membuatnya sendiri.

Yang Sesil tahu, Bapak kerjanya mengawasi, mungkin seperti Ibu guru Sesil di sekolah yang memperhatikannya saat latihan membaca, mungkin begitu.

Tetapi itu dulu, beberapa hal dari Bapak banyak yang berubah. Bapak sekarang jarang pulang, kalaupun pulang, pasti Sesil sudah tertidur. Bapak jarang bertukar cerita lagi dengan Sesil dan lebih sering berada di dalam kamarnya, tak jarang Sesil bertemu pandang dengan kedua mata Bapak yang menyerupai monster di tontonan kartun Sesil, merah, Sesil kira mata Bapak kelilipan. Tapi waktu Sesil berusaha meniup mata Bapak supaya tidak kelilipan lagi, Bapak marah, katanya Bapak sehat-sehat saja, matanya tidak apa dan sama sekali tidak terluka.

Ketika Sesil tanya, kenapa tidak pernah membawa jajanan seperti biasanya, Bapak cuma bilang kalau tempat kerjanya bukan disitu lagi. Sejujurnya Sesil bingung ketika Bapak bilang kalau Bapak itu freelance, Sesil tidak tahu itu apa, tapi Sesil cuma mengangguk saja.

"Hati-hati Neng Sesil, semangat belajarnya!"

Suara Pak Min mengentaskan lamunan Sesil. Sesil turun dari becak dan tersenyum ke arah Pak Min,

"Hatur nuhun Pak Min!" Sesil berteriak dan dibalas dengan senyum lebar dari Pak Min.

Tbc

Sedu Sang EmbihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang