Dua

19 7 0
                                    

Pikiran Sesil tiba-tiba saja terpental ke suatu ingatan yang membuat telapak tangannya semakin berkeringat,

Seolah peristiwa itu terus terputar di depan pintu rumahnya. Kejadian itu, Sesil masih sangat mengingatnya,

Hari itu Sesil masih TK nol besar, dia masih berusia lima menjelang enam, Sesil dijemput Ibu sepulang sekolah, Sesil senang sekali. Apalagi saat Ibu bilang, kalau Ibu mau mampir ke toko, untuk membelikan Sesil sepatu baru. Kesenangannya makin bertambah saat melihat sebuah miniatur rumah barbie di toko tersebut. Sesil langsung berlarian ke arah Ibu untuk memohon dibelikan. Tetapi, Ibu menolak, katanya,

"Sesil, kita ke sini untuk beli sepatu, bukan beli mainan,"

"Tapi Sesil pengin itu Buk,"

"Kita hari ini beli sepatu dulu, beli mainannya nanti. Satu-satu,"

Sesil mulai cemberut dan menitikkan air mata, ia mulai memberontak,

"Ibuk...Sesil mau itu,"

"Sesil sabar ya? Kita beli sepatu dulu, sepatunya lebih penting daripada mainan."

Sesil makin menangis karena jawaban Ibu,

"Tapi Sesil mau itu!" Sesil berteriak.

"Sesil, dengerin Ibu, beli mainannya nanti, udah sekarang cobain dulu sepatunya sini."

Sesil tidak mau mendengar perkataan Ibu, dia mulai menangis lebih keras sambil duduk di lantai dan menutupi kakinya,

"Enggak mau! Sesil maunya mainan itu! Sesil gak mau beli sepatu!"

"Sesil! Kamu dengerin Ibu gak? Udah gak usah nangis, malu diliat orang Sesil, bangun!"

"Nggak mau! Sesil maunya mainan!"

Sesil mulai mengubah posisinya menjadi telentang dan menggerakkan kakinya kesana kemari, dia masih bersikeras,

"Sesil! Bangun! Kamu kenapa sih? Kata Ibu kan beli mainannya nanti, hari ini beli sepatu dulu."

"Nggak mau Ibu! Ibu jahat! Sesil kesel! Sesil maunya mainan!"
"Ibu bilang kemarin mau beliin Sesil mainan! Sesil mau sekarang! Sesil mau yang itu!"

Tangisnya mulai jadi tontonan seisi toko,

"Sesil! Jangan bikin Ibu marah! Bangun!" Ibu berupaya meraih tubuh Sesil, tetapi Sesil menolak dan memukul raihan tangan Ibu,

"Nggak!" Sesil berteriak sangat kencang, beberapa pengunjung toko terlihat memelototinya,

"Sesil! Kamu nggak mau dengerin Ibu ya?" Ibu langsung mengambil gestur cepat dengan menggendong Sesil secara paksa, Sesil masih memberontak dengan menggerakkan kakinya kesana kemari, tangannya sibuk memukuli badan Ibu agar terlepas dari gendongannya.

Ibu berhasil menaikkan Sesil ke dalam mobil dan memasangkan sabuk pengaman. Sepanjang perjalanan, Sesil masih menangis tanpa sedikitpun tanggapan dari Ibu.

Sesampainya di rumah, Ibu menarik Sesil untuk masuk ke dalam. Sesil langsung memberontak dengan menjatuhkan dirinya ke lantai dan menggerakkan kakinya kesana kemari persis seperti di toko.

"Ibu jahat! Ibu gak beliin Sesil mainan!"

Sesil melempar sepatu dan tas yang ia kenakan ke segala arah,

"Sesil!"

Ibu mulai marah dan memandangi Sesil dengan tatapan berapi-api,

"Sesil mau beli mainan! Ibu jahat! Ibu pelit!"

Ibu mulai menyentuh kaki Sesil yang berontak kesana kemari, Sesil langsung menepisnya dan menendang  Ibu,

"Sesil, Ibu bilang kan sabar, kita beli satu-satu. Sesil anak baik, anak baik gak marah-marah kayak gitu kan?"

Sedu Sang EmbihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang