12| Takdir Menanti

31 1 0
                                    

~•~

Kedua kaki jenjang itu berlari tergesa menaiki perbukitan yang dipenuhi bebatuan dan akar-akar pohon yang menjalar. Dulu, terdapat jalan setapak yang mudah dilalui, namun karena sudah beberapa tahun tak berpenghuni jalanan itu pun hilang di telan berbagai tanaman liar dan semak belukar. Menma pun kesusahan untuk menaikinya, apalagi emosinya sekarang yang tak stabil sedikit mengacaukan fokusnya.

Langit begitu menggelap di luar, awan hitam berkumpul di pagi hari yang seharusnya cerah, ditambah gugurnya dedaunan merah di sekelilingnya yang seakan mengguyurinya bak hujan darah. Saat Menma mulai menapaki tangga berbatu dan melewati gerbang, cakra merah pekat di atas sana sontak terlihat jelas di penglihatannya, ia melemparkan tongkat kayunya ke sembarang dan menyisakan pedangnya mantap di tangan kanan. Kini pria buta itu akan bergulat dengan takdir kelamnya yang sudah lama ia nantikan.

Suara gaduh lalu terdengar kala Menma menerobos masuk dan menghancurkan paksa pintu kayu Kuil Kwan itu, penampakan patung besar berwujudkan pendekar dengan jubah dan surai menjuntai lantas terpampang beberapa jarak darinya, berdiri tegak membawa k...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara gaduh lalu terdengar kala Menma menerobos masuk dan menghancurkan paksa pintu kayu Kuil Kwan itu, penampakan patung besar berwujudkan pendekar dengan jubah dan surai menjuntai lantas terpampang beberapa jarak darinya, berdiri tegak membawa kegagahan dan kesombongannya meski sudah ratusan tahun tak terjamah. Napas Menma menderu sambil berjalan mendekat, kedua alisnya bertaut kencang yang kemudian mengangkat kedua tangannya pasti.

Ya, kejadian itu terulang lagi dimana Menma mengiris pergelangan tangan di atas nadinya sendiri menggunakan pedang. Namun kali ini Menma melakukannya secara sadar, bukan karena arahan iblis seperti waktu itu. Sebercak cairan merah darinya lantas terciprat dan mengenai patung itu sekali lagi, atau mungkin... ini ketiga kalinya? Karena bisa dibilang semua ini adalah ritual atau cara guna membangkitkan 'sesuatu' di dalam patung itu dari tidurnya.

Dengan darah manusia.

Di luar awan-awan hitam sontak bergemuruh dengan kilatan petir yang menyambar seakan berusaha menciutkan nyali dan menertawakan dirinya. Tapi anehnya, tetesan hujan sama sekali tak pernah turun, ini semua di luar akal manusia dan berkaitannya erat dengan hubungan supernatural.

Bersamaan dengan itu kepulan asap hitam lalu membumbung tinggi dan menyelimuti patung besar itu dengan aura gelapnya. Suara gelak tawa yang mengerikan pun perlahan terdengar, menggema ke seluruh penjuru kuil. Menma mengeratkan rahangnya.

"Jiwaku!" suara itu berteriak.

"Jiwaku... bisa digerakan kembali!" Ia tampak senang, dan sadar akan sesuatu, "Kau! ... Ya, sudah lama aku menantimu! Bagus, kau terlihat tumbuh dengan kuat, kemarilah... kemari dan berikan tubuhmu itu sebagai wadah bagi jiwaku ha ha ha!"

Menma sangat emosi dengan suara itu, buku-buku jarinya memutih sebab tangannya ikut mengerat dengan keras, "Bermimpi saja kau wahai Iblis Wushi. ... Karena aku kemari untuk mengambil kembali mataku dan menghabisimu!" Seru Menma, namun iblis itu hanya terkekeh menganggap ia sedang melucu.

MAZURA | √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang