Bab 3

16 2 0
                                    

Fasya kembali dengan kepura-puraan sakitnya, tanpa memikirkan kewajibannya yaitu belajar. mungkinkah karena ia terlalu benci sama matematika, hingga ia nekad untuk pura-pura agar terhindar dari matematika. apakah memang ia phobia sama matematika? hanya melihat bukunya pun ia sudah geli, sungguh terlalu kata bang Roma irama.

Ia terbangun pas saat adzan dhuhur, di sekolahnya ada masjid yang besar, siswa-siswi Harapan Bangsa yang muslim berbondong-bondong untuk menjalankan kewajiban. Rasanya ia ingin sekali melaksanakan kewajiban tapi...,ah sudahlah..., ia terlanjur malas untuk bangun. Lebih baik dia tidur lagi, tapi saat ia berusaha untuk memejamkan mata kembali, tiba-tiba Dilla, teman sebangkunya mendobrak pintu UKS dengan kasar, sontak ia kaget.

"Astaghfirullah !" Fasya bangkit dari tempat tidurnya

"Gimana udah baikan? " Tanya Rena

" Emmm...., Allhamdullillah " jawab Fasya

"Ayok sholat " ajak Rena

"tapi..., Aku masih sakit nih" keluh Rena

"Udah ayok!" Rena menarik tangan Fasya, alias memaksa Fasya untuk shalat

"Ah...." Fasya meronta tapi akhirnya dia mau shalat, karena sejujurnya fisiknya pun dari tadi udah kembali pulih

***
" Habis Ishoma ini, matematika akan berlangsung lagi. Kamu mau ke kelas atau ke UKS ?" Tanya Rena

Fasya menunduk, dia sedang mencari ide untuk tetap terhindar dari matematika, ia tidak mau mengerjakan soal matematika yang tadi disuruh pak Ahmad, ia benar-benar tak bisa mengerjakannya, sekalipun teman bangkunya si Dilla baik hati tapi tentang urusan contek-mencontek dia sangat pelit.Apalagi minta bantuan untuk mengerjakan soal yang disuruh pak Ahmad, itu mustahil

"Emmm..., Aku masih pusing banget.kayaknya aku ke UKS lagi deh!" Fasya berbohong

"Yakin?" Dilla memeriksa dahi Fasya
"Aku rasa kamu udah baikan deh" Dilla yang sejak kelas satu SMA mengikuti ekstrakurikuler PMR lihai sekali membaca kondisi orang yang sehat dan orang yang masih belum sehat

"Kata siapa aku udah sehat, kan yang ngerasain aku, bukan kamu" Fasya berjalan cepat meninggalkan teman sebangkunya itu

Teman sebangkunya geleng-geleng kepala, heran sekali punya teman seperti dia, katanya sakit kok bisa jalan cepat tanpa mau bantuan. Dilla mencibirkan bibirnya, merasa ada yang tidak beres dengan teman sebangkunya itu

****

Fasya meruntuki dirinya, ia bersedih sangat-sangat bersedih, memukuli kepalanya.

"Dasar bodoh! Dasar bodoh !" Fasya menangis tersedu-sedu

"Aku ini memang orang bodoh! Ngerjain matematika yang dianggap gampang ajah aku gak bisa, dasar bodoh!" Fasya memukuli kepalanya sendiri

Ia lalu berbaring lagi ke tempat tidur UKS, berharap mata pelajaran matematika segera berakhir, agar ia bisa kembali ke kelas dan memasuki pelajaran bahasa Indonesia yang sangatlah dia sukai.

***
Fasya memasuki kelasnya dengan pura-pura lemas agar teman kelasnya tahu bahwa ia memang masih sakit, namun di dalam hatinya sangatlah senang karena ia bisa terhindar dari guru killer dan mapel yang sangat dibencinya itu.
Ia menjatuhkan badannya ke kursi dengan lemasnya, lalu ia menyenderkan kepalanya ke meja agar ia terlihat benar-benar masih sakit. Ia terus menyenderkan kepalanya, menunggu guru bahasa Indonesia datang.

" Selamat siang anak-anak" Guru bahasa Indonesia menyapa muridnya penuh senyum cantik dan energik

Fasya langsung bangkit dari senderannya, ia sangat menyukai bahasa Indonesia, makanya ia selalu semangat dalam mengikuti bahasa Indonesia, entahlah, dari SD ia selalu dekat dengan guru bahasa Indonesia karena nilainya selalu unggul di antara teman-teman sekolahnya. Katakanlah pararel satu dalam mata pelajaran bahasa Indonesia hehehehe, ia selalu dipuji oleh guru bahasa Indonesia karena selalu mendapatkan nilai yang terbaik di kelasnya.Makanya ia selalu senang ketika bahasa Indonesia sedang berlangsung

"Oh iah anak-anak apakah kalian masih ingat tentang majas yang pernah diajarkan di kelas satu dulu ?" Tanya Bu Ita pada muridnya

"Iah bu masih " jawab siswa serentak

"Majas yang selalu ada pengulangan kata itu majas apa?" Tanya Bu Ita dengan penuh semangat

"Majas repetisi bu" jawab Fasya dengan penuh semangat, lalu ia tersenyum pada gurunya

"Iah benar Fasya" gurunya memberikan jempol pada Fasya

Fasya senyum dengan sangat bangganya, bisik-bisik dari teman sebelah bangkunya sangat terdengar ditelinga Fasya, membuat Fasya jadi agak down.

"Liat tuh ! Si udik yang jadi sok jagoan ! Gak sadar apa, dia tuh peringkat terakhir di kelas ini, sok pintar banget deh, ilfil aku " Mutya lalu memandang sinis ke Fasya, kebetulan Fasya juga sedang menatapnya mereka saling bertatapan, lalu Fasya menunduk

Fasya maju kedepan, meminta izin untuk ke kamar mandi. Ia menangis meratapi nasib yang baginya buruk, ia ingin pindah sekolah, tapi darimana ia dapatkan uang untuk pindah sekolah sedangkan uang hasil ibunya bekerja itu hanya cukup untuk makan, dan terkadang tidak cukup untuk membiayai sekolahnya, ibunya harus menunggak SPP dulu untuk mengumpulkan uang dulu agar bisa membayar SPP Fasya, itupun kadang masih ada sisa tunggakan yang tersisa karena ibunya hanya sanggup membayar dua bulan pertamanya, dan dua bulan yang terakhir belum bisa terbayarkan dan begitu terus.

Fasya menangis tersedu-sedu ia sudah tidak kuat dengan bullyan Mutya dan teman-temannya, seandainya orang tuanya banyak uang, mungkin ia bisa meminta pindah sekarang juga, detik ini juga, tapi sayang, itu harapan terlalu tinggi, pada faktanya ia hidup dalam keterbatasan.

Fasya keluar dari kamar mandi, ia mengusap air matanya. Lalu ia terkejut dengan cowok yang sedang berbincang dengan kepseknya, wajahnya berubah total dari yang muram menjadi penuh keceriaan. Ia sepertinya jatuh cinta pada pria itu saat pertama kali bertemu,iya itulah pria yang menyelamatkannya dari maut, menyelematkan dari mobil yang akan menabraknya.
Fasya mendekati dinding agar ia bisa menguping dari jarak dekat. Terdengar sayup-sayup cowok itu berbincang Dengan kepseknya

"Nanti kamu datang pukul 08.00 yah, acaranya sudah dimulai, dan saya harap kamu tidak terlambat " pak kepsek itu menepuk bahu cowok itu, memberikan semangat yang membakar untuk cowok itu

"Baik pak" cowok itu dengan gagah berani menjawab kepsek Harapan Bangsa, ia optimis untuk tidak terlambat. Cowok itu lalu bergegas keluar dari sekolah Fasya, Fasya memandanginya tanpa kedip, memandangi cowok itu sampai benar-benar hilang dari pandangan.

"Kenapa cowok itu harus datang pukul 08.00 memangnya ada apa seh?" Fasya bertanya pada dirinya sendiri, ia benar-benar kepo apa acara yang akan diadakan oleh kepala sekolahnya dan ada hubungan apa dengan cowok yang disukainya itu

Fasya mengangkat bahunya, ia tak tahu persis dengan apa yang terjadi antara kepsek dengan cowok yang disukainya itu, ia lalu menuju kelasnya untuk mengikuti pelajaran bahasa Indonesia kembali.
***
Pelajaran terakhir ditutup dengan pelajaran sejarah. Pak Toto dikenal guru yang tak energik dalam mengajar, menyebabkan siswa-siswinya selalu mengantuk jika diajarnya, termasuk Fasya, ia tak pernah kehilangan kesempatan untuk tertidur, ia pasti tertidur pulas dan hari ini sangatlah tragis, karena Fasya hanya mendengarkan penjelasan Pak Toto secuil debu, selanjutnya dua jam full pelajaran dia digunakan untuk tidur. Dila hanya geleng-geleng kepala, sampai kapan teman sebangkunya itu akan berubah, merubah perilaku buruknya menjadi lebih baik lagi, syukur-syukur jadi siswa terajin, tapi baginya itu tidak mungkin.
Dilla menghela napas, apa yang dilihatnya begitu menyesakan dada.

Saat bel pulang kurang lima menit, Fasya bangun. Ia sudah peka kapan bel pulang itu berbunyi. Pak Toto berpamitan untuk mengakhiri pelajaran, ia pun meninggalkan kelas. Fasya membereskan buku-bukunya, saat ia berberes, lalu menggendong tasnya untuk bergegas keluar dari kelas. Ia agak bingung, kenapa teman-temannya tidak langsung pulang, biasanya kan langsung pulang.
Oh ternyata karena ada tugas dari Pak Toto, yang menyebabkan siswa-siswi pemalas seperti dirinya harus menulis soal-soal yang tadi dibacakan oleh Pak Toto, karena mereka mengantuk jenis akut jadinya mereka ketinggalan, apalagi Pak Toto mendiktenya dengan cepat sekali. Tapi mereka tak separah Fasya, mereka hanya ketinggalan, sedangkan Fasya sama sekali tak mencatat sepatah katapun.







Cinta di negeri sakuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang