Putih abu dan Mimpi

19 5 0
                                    

Kita pernah mempertentangkan pilihan, berurai air mata sebab takdir, hingga berpisah dibatas akhir.
Waktu tak pernah menuntaskan sebuah kisah dengan benar - benar baik, kecuali tokoh - tokoh nya menulis kisah akhir mereka dengan baik.
Kau tidak akan pernah tahu seperti apa masa depan. Mengkhawatirkan kenyataan tidak sama dengan menolak takdir tuhan.

- Arga Prawira -


Sudah tahun ketiga masa putih abu - abu kami, kami ? Maksud ku ; Aku, Arga, dan Teman - teman satu angkatan di MAN LIMA PULUH.

Banyak orang bilang bahwa kelas akhir di masa SMA adalah masa terbaik untuk menuntaskan segala kisah - kasih yang bersemayam selama beberapa tahun, kisah rusuh yang harus nya sudah mencapai puncak, dan kisah sedih ; memperolok guru, menjahili teman, kena hukuman, memberi prestasi untuk sekolah, harus nya sudah masuk pada tingkat mapan di tahun ketiga ini

begitu juga dengan ancang - ancang atau rencana kedepan, entah berkuliah, mencari pekerjaan, melamar gebetan ( semoga tidak secepat itu ), atupun merantau jauh mencari pengalaman.

Sudah di penghujung waktu, sudah saat nya mempersiapkan diri menjadi orang yang akan segera dewasa baik fisik maupun fikiran.

meskipun ada Kelu dan sedih sebab akan berpisah dengan segala kisah dan agenda yang hari - hari terjadi di sekolah.

______________________________________

Hari itu seperti biasa, menjalani rutinitas sekolah dengan segala aturan dan kebijakan yang harus dipatuhi.

selepas sholat Dzuhur, seorang laki - laki memberi ku sebuah buku, aku sedang menikmati santapan soal biologi kala itu. dengan gaya khas nya, ia berjalan memasuki kelas, menyapa dan berbagi senyum atau tawa dengan teman - teman di kelas ku.

Perlahan dan pasti ia melangkah menghampiri meja ku, duduk di bangku depan berhadapan dengan ku hanya dipisah oleh meja.

"Dir, aku mau memberi mu sesuatu. sebuah benda yang pernah kau bawa kembali pada ku" ucap nya penuh keyakinan

aku hanya melihat nya, ia tersenyum. diletakkan nya buku bergambar tentara di sampul nya itu di hadapan ku. aku terkejut, dia akan memberikan nya pada ku ? buku yang amat sangat dirahasiakan isi nya itu ?.

"Kau yakin Ar ?" aku bertanya dengan nada ragu penasaran

"Aku ingin membagikan emosi dari mimpi ku kepada mu" ucap nya penuh semangat

Emosi dari mimpi ? apa maksud nya ? apa menurut nya mimpi ku sudah tidak lagi ber - emosi yang hanya dimiliki oleh jiwa - jiwa yang hidup ?

aku tidak ingin marah meski sedikit tersinggung, aku hanya menunduk, lalu tersenyum menatap nya.

"Terima kasih ar, jika ingin mu begitu akan aku terima" ucap ku tanpa banyak embel - embel

dia memberikan buku bersampul tentara itu kepada ku, ia letakkan di atas meja ku. Arga berlalu dengan sebuah buku yang siap aku bongkar isi nya.

Hari - hari di penghujung sekolah terasa begitu singkat mungkin panjang nya tidak sampai 30 centi jika di ibaratkan dengan penggaris. Begitu juga dengan hari - hari ku menggenggam mimpi rasa nya tinggal menghitung akhir sebelum detik ke 3600.

Aku kembali dari sekolah, ketika ayah bersiap pergi melaut, ada les tambahan bagi kelas 12 sebagai persiapan untuk menghadapi ujian nasional, tidak ada percakapan antara aku dan ayah sebatas mengucap salam dan mencium tangan lalu ibu ? dia sedang sibuk dengan tumpukan jahitan di samping mesin jahit nya.

Perut ku yang lapar minta segera di isi, otak ku yang lelah juga butuh asupan nutrisi, aku makan selepas berganti baju dan berlalu menuju kamar setelah nya.

Janji Yang Tak Pernah dibuatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang