Terima Kasih

11 4 2
                                    

Sebuah pesan sederhana yang selalu membuat orang lain merasa senang mendengarnya adalah "Terima Kasih".

Meski hakikatnya ia tidak selalu diucapkan dengan kata.

Oleh beberapa orang "Terima Kasih" adalah sebuah pesan untuk saling membantu dan mengasihi, dibalas dengan sebuah tindakan, dan ditunjukkan dengan dedikasi yang tinggi, yang terpenting adalah rasa syukur dan keikhlasan ketika ingin mengutarakan nya.

Seperti hari itu, Arga mewakili seluruh ucapan terima kasih nya dengan cara membawa ku pulang dengan selamat. Juga beberapa kalimat yang membuat hati ku luluh

"Dir, manusia yang baik adalah manusia yang dapat memanusiakan manusia. Mengucapkan terima kasih juga berarti memanusiakan, tetapi membantu mereka ketika kesulitan itu lebih membahagiakan" ucap Arga dengan tenang.

Aku tersenyum, tidak menanggapi ucapan nya, hanya mengagumi cara berfikir nya. Ingat ! Hanya cara berfikir nya.

Siang itu terik, namun hati ku merasa sejuk. Kekesalan di hati ku pada nya lenyap saat itu juga, ia baik hari ini dan memang selalu baik. Hanya hati ku yang tidak memposisikan dirinya dengan baik.

Aku sampai di rumah dengan emosi yang begitu stabil, mengucapkan terima kasih kepada Arga sebelum ia pergi dan masuk ke rumah menuju markas terbaik di dunia yaitu kamar tidur ku.

Rumah keliatan sepi di siang menjelang sore itu, aku tidak melihat mamak yang biasa nya duduk di depan mesin jahit menyelesaikan jahitan ataupun ayah yang memeriksa jala nya di belakang rumah. Kemana mamak dan ayah ?.

Setelah berganti pakaian aku langsung menuju meja makan, dan tidak ada apapun disana bahkan sisa nasi goreng tadi pagi juga tidak ada. Perut ku berbunyi tanda lapar, hingga terdengar suara seseorang mengucapkan salam dari luar.

"Assalamu'alaikum" suara seorang wanita yang seperti nya aku kenal

"Wa'alaikumussalam" jawab ku lalu berjalan menuju pintu.

Dan benar saja, itu adalah bu Rina tetangga ku yang hanya berjarak satu rumah dari ku dia membawa semangkuk sayur dan sepiring nasi.

"Dira, ini dimakan ya, tadi mamak pesan suruh antar makanan ke Dira kalau dira dah balek dari sekolah" ucap bu rina.

Aku mengambil nasi dan juga sayur yang dibawa oleh nya, lalu bertanya "Mamak kemana bu ? Ayah juga tak nampak"

"Kau tak tahu ?" Buk rina balik bertanya

"Tahu apa ?" Tanya ku antara takut dan penasaran

"Atok kau sakit, dia minta anak - anak nya untuk datang ke rumah nya" ucap Bu Rina yang mengagetkan ku.

"Ya Allah, Dira tak tahu. Lepas ini dira menyusul ke rumah Atok Bu" ucapku kaget dan khawatir. Atok adalah panggilan untuk menyebut kakek di daerah ku

"Iya, jangan lupa makan, sholat juga" ucap Bu Rina mengingatkan ku.

"Iya Bu, makasih ya Bu" tidak lupa aku ucapkan terima kasih, kata ringan yang cukup berarti

Bu Rina pergi setelah mengucapkan salam dan aku bergegas masuk ke dalam rumah, memakan makanan yang di diberi oleh Bu Rina, lalu bersiap pergi ke rumah atok.

Rumah Atok tidak terlalu jauh dari rumah ku, cukup berjalan kaki dan aku akan sampai di sana.

Kondisi kesehatan Atok memang memburuk akhir - akhir ini, ia sudah tidak lagi kuat melaut dan tidak mampu melakukan pekerjaan berat. Aku kira itu karena faktor usia, bagaimana pun tetap saja aku khawatir. Atok adalah sosok yang selalu memanjakan ku ketika ibu memilih tegas menolak keinginan ku. Sosok yang humoris dan mudah akrab kepada siapa pun.

Aku hanya berharap kondisi stok tidak terus memburuk.

Aku sampai di rumah Atok, rumah panggung khas masyarakat Melayu, ku langkahkan kaki menapaki tangga rumah, dan terdengar suara tangis yang membuat ku mempercepat langkah.

Ku lihat Wak Ibas dan pakcik Ipan menangis, aku tidak ingin bertanya kenapa, pikiran ku sudah di penuhi kenyataan - kenyataan negatif.

Aku masuk dan menemukan ayah yang sudah menangis sesenggukan, mamak juga menangis. Semua keluarga yang ada di rumah itu menangis. Aku menanyai mamak

"Ada apa ini mak ?" Tanya ku dengan nafas yang mulai tertahan

"Atok dah meninggal dir" ucap mamak

Air mata ku jatuh tanpa aba - aba lalu menuju kamar dimana atok berbaring, ku lihat nenek yang menangis di samping tubuh atok. Ku hampiri nenek dan atok. Ku lihat atok yang sudah tertutup mata nya, tidak bergerak, berbaring dengan nyaman. Aku menangis semakin deras ku peluk tubuh atok, teman dan tempat ku berbagi cerita telah tiada, Atok sudah tidak akan lagi memberikan semangat dan petuah untuk ku, rasa nya sakit sekali.

"Setiap yang bernyawa akan merasakan mati"

Itulah kalimat yang menguatkan ku melepas kepergian atok yang tertera di dalam kitab suci.

Jenazah atok segera di penuhi hak - hak nya sesuai dengan aturan di dalam ajaran Islam.

Para pelayat mulai berdatangan, tidak terkecuali Arga. Dia melihat ku menangis, dan aku menatap nya sekilas.

Aku ikut ke pemakaman, melihat Atok untuk yang terakhir kali, begitu juga mamak dan ayah. Arga juga ikut.

Saat melihat jenazah atok di masukkan ke liang lahat, entah bagaimana segala memori tentang atok terputar dengan indah di kepala ku, saat - saat atok memanjakan ku, melindungi ku dari Omelan mamak, menguatkan ku dari segala kepesimisan ayah, membuat ku faham dan mengerti melalui nasihat yang luar biasa menyentuh hati, membuat ku tertawa saat mood ku sedang tidak baik.

Hati ku berucap ribuan kali "Atok, Terima kasih, Dira akan selalu mendoakan Atok, semoga Allah menempatkan atok di surga - Nya"

Tangis ku masih mengalir, hingga tanah menutupi tubuh atok terus menerus dan semakin tinggi. Lalu doa di panjatkan. Hingga rombongan yang mengantar jenazah atok pergi, aku juga.

Sebelum pergi, ku usap nisan atok "Atok terima kasih, akan Dira buktikan kalau Dira mampu menjadi wanita tangguh yang sukses"

Aku pergi bersama ayah dan mamak meninggal pemakaman.

Terima kasih, aku kira bukan hanya sebuah kata, ia adalah frasa yang menuntut implementasi yakni janji untuk melakukan yang terbaik dengan apa yang telah orang itu beri.

Terima kasih.

Janji Yang Tak Pernah dibuatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang