6

4.3K 783 189
                                    

"Wah... dia kalau lagi senyum gitu gantengnya nambah, ya." Yuna balik tersenyum.

Pandangan mata antara Yuna dengan Christian tak lagi bertemu begitu host memberi waktu untuk menyampaikan materi seminar. Sepanjang itu pula, Yuna asyik mengamati lelaki itu. Hal-hal kecil seperti memainkan bibir atau menyibak rambut tampak begitu mengagumkan.

Yuna perlu menampar pipinya agar tetap waras. Ya, percuma saja sih. Pesona lelaki itu memang tak bisa membuat perempuan mana lun waras.

Sekitar dua jam lebih seminar selesai. Yuna sempat celingukan mencari Dani dan baru ingat cowok itu pergi futsal. Yah... terpaksa ia pulang sendiri. Yuna merogoh saku, mengambil ponsel untuk menghubungi kakaknya.

 Yuna merogoh saku, mengambil ponsel untuk menghubungi kakaknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudut bibir Yuna terangkat kesal. Sambil sibuk mengetik, ia berjalan ke luar aula.

"Duh, males banget order ojol. Kalau driver-nya kayak si Solikin kemarin sih nggak apa."

Gadis itu berhenti di depan Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Ya mau bagaimana lagi, ia harus pulang sendiri.

"Duh, jaringane nak kene koyok asu (duh, jaringan di sini kayak an***)." Yuna mengetuk-ngetuk tempered glass ponselnya karena kesal. Ia menaik-naikkan tangan.

Bersamaan dengan itu, sebuah mobil Mercedes berhenti di depannya. Kaca gelap mobil itu diturunkan, menampakkan sosok lelaki berkacamata hitam. Ia melepas kacamata dan melayangkan senyum.

"Oh." Yuna mengenali sosok itu. "Mas Solikin."

Senyum Christian spontan memudar. "Christian Jumantara," koreksinya.

Yah kan gue ingetnya Solikin. "Halo Mas Jum."

Christian tertawa. "Mau pulang?"

"Iya, nih. Sinyalnya jelek banget nggak bisa pesen ojol." Males jalan sampai gerbang juga aku tuh.

"Hm... ya sudah, masuk sini. Saya antar."

"Waduh, Mas. Nggak usah. Saya agak gimana gitu kalau dianter orang asing."

"Lho, kan saya pernah anter kamu?"

"Ya itu kan make aplikasi, Mas."

Christian terkekeh lagi. Ia mengambil ponsel dan menunjukkan sebuah aplikasi. "Ya sudah, pakai aplikasi ya. Pakai Grep Now." Sebelah alis lelaki itu terangkat. "Ayo."

Yuna menyunggingkan senyum, lalu masuk ke dalam mobil Christian dengan malu-malu.

Christian melajukan mobilnya. Di pinggir trotoar, mata Jeon mengawasi mobil itu sampai lenyap dari pandangannya.

"Jadi, gimana, Pak Jeon?" tanya seorang mahasiswa di samping Jeon.

"Ah, ya sudah kita bahas nanti saja." Meski demikian, perhatian Jeon masih saja terpaku ke arah mobil Christian menghilang.

*

Lagu Payung Teduh menggema di warkop depan Universitas Tribhuwana. Sebenarnya, Jeon tak terlalu suka nongkrong di tempat ramai, tapi ia harus menyelesaikan diskusi dengan mahasiswa-mahasiswanya yang ingin ngopi di sana. Jam sepuluh malam, usai sang mahasiswa pulang, Jeon hendak angkat kaki saat matanya tanpa sengaja bersepandang dengan Christian.

"Oh, hai!" Christian mengangkat tangan. Tanpa memberi kesempatan Jeon untuk berdiri, lelaki itu langsung duduk di depannya.

Wajah Jeon sedikit masam. "Halo."

"Kok, lo di sini, sih?"

"Saya mengajar di sana." Kepala Jeon mengedik ke arah gedung kampus.

Christian mengusap bibirnya yang menyunggingkan senyum. "Wah, kita udah lama nggak ketemu lho. Gue nggak nyangka aja lo mau ngajar di sini. Bukannya cita-cita lo pengen ngajar di luar negeri? Ah... gue kebetulan lagi ada banyak urusan di Surabaya."

Well, mereka berdua adalah teman saat masih berkuliah di Jepang.

"Oh." Jeon tampak tak tertarik.

Christian memesan secangkir kopi dan kembali memandang Jeon yang sibuk dengan buku yang sedang ia baca. Ia terkekeh.

"Lo masih marah sama gue, ya?"

"Nggak." Jeon menunjukkan buku di tangannya. "Saya lagi serius baca tulisan Akiyoshi Rikako."

Christian tersenyum simpul. "Ada buku thriller terbaru yang keluar. Gue baca review-nya bagus. Gue rekomendasiin."

"Nggak usah." Jeon masih menekuri bukunya, bahkan saat pesanan Christian datang.

Christian terkekeh, lantas meneguk kopinya.

Pandangannya terpaku ke arah Jeon yang memasukkan bukunya ke dalam tas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pandangannya terpaku ke arah Jeon yang memasukkan bukunya ke dalam tas.

"Sepertinya, saya nggak bisa lama-lama," kata Jeon tanpa membalas pandangan Christian.

"Apakah pertemuan kita kebetulan atau takdir?"

Jeon masih tak peduli. Ia menyandang ransel di salah satu bahunya, lalu berniat melenggang. Namun, ucapan Christian berikutnya spontan membuatnya berhenti.

"J." Christian menengadah ke arah Jeon. Ia memang terbiasa memanggil Jeon hanya dengan 'J'. Jeon menatap ke arahnya. Pandangan matanya berubah yang tadinya malas menjadi dingin.

 Pandangan matanya berubah yang tadinya malas menjadi dingin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Maaf," lanjut Christian. "Pernah meniduri mantan tunanganmu."

*****

Coba ngopi deket-deket kampus siapa tahu ketemu cowok ganteng kayak mereka 🌝

Bab ini kalo dapat votes 500 mau adain GA ah ☺️ ntar semakin ke naik ban bakal semakin naik juga value GA-nya 🌝

Mau GA apa? Pak Jeon? 😌

Pak Jeon (Cerita Halu BTS Jungkook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang