11

4.8K 129 0
                                    

Mohon maaf yah kalau banyak typo berterbaran.

Please be wise this story was made for adults.

Happy reading beloved readers.

***

Hari sudah menunjukan pukul 11.00 WIB namun Tisya maupun Henry masih terlelap didalam mimpinya.

Bunda Henry yang melihat jam langsung bergegas menuju kamar Henry untuk membangunkan Tisya.

"Nak... Nak Tisya bangun yuk. Tadi katanya mau kerja?. Yuk bangun." Bunda Henry lembut membangunkan Tisya.

Tisya yang masih mengantuk membuka matanya. Ia merasakan pegal dipahanya yang sedari tadi pagi digunakan untuk memangku kepala Henry. Perlahan Tisya melepaskan kepala Henry dari pangkuannya.

Namun, reaksi lain yang ia dapatkan Henry malah tidak mau kepalanya diletakan dikasur dan memeluk erat perut Tisya. Tisya yang mendapatkan perilaku serupa yang disaksikan langsung oleh Bunda Henry wajahnya langsung memerah.

Bunda Henry yang melihat anaknya yang tidak mau dipisahkan oleh calon menantunya mengambil tindakan.

"Ayo Henry gak boleh begitu ah. Tisya-nya mau kerja" Bunda Henry sambil membantu Tisya melepas pelukan Henry.

"Bun Henry lagi sakit, Henry nyaman tidur kayak gini" Henry enggan melepas pelukan Tisya.

"Gini aja deh, Nak Tisya nanti bisa makan malam disini gak" Bunda Henry menatap Tisya penuh arti.

"Bisa asalkan Kak Henry keadaanya sudah lebih baik." Tisya menatap Bunda balik dengan permohonan.

"Tuh Hen dengerin. Udah yah lepasin. Nak Tisya-nya biar berangkat kerja dulu."

Akhirnya  Henry mengalah dan melepaskan Tisya.

Tisya dan Bunda Henry turun ke lantai bawah. Bunda membantu Tisya untuk mencari taxi dan melepas kepergian Tisya.

Sebelumnya Bunda Henry mengucapkan suatu hal yang penting "Nak Tisya kalau tidak keberatan, boleh panggil Bunda saja jangan tante. Bunda risih dengernya."

"Tan... maaf Tisya gak bisa. Tisya takut, nanti jadi kebiasaan. Tisya belum tahu kedepannya hubungan Tisya dan Kak Henry akan seperti apa." ujar Tisya dengan wajah menyesal.

"Yaudah gak apa - apa tapi janji yah sama Bunda kalau kamu sudah jadi istri Henry kamu panggil Bunda. Gak panggil tante langi" Bunda Henry sambil memeluk sayang Tisya.

"Iya aku janji kalau kedepannya hubungan kami lancar, sampai kejenjang pernikahan pasti Tisya akan panggil Bunda gak tante lagi" Tisya sambil tersenyum.

"Amin. Bunda harap kamu yang jadi menantu Bunda. Bunda gak main - main. Bunda pasti sedih kalau kalian gak jadi." Bunda Henry menatap Tisya penuh harap.

Tisya yang tidak menemukan kebohongan dimata Bunda Henry terenyuh hatinya.

"Yaudah tan Tisya pamit. Nanti malam Tisya akan sempatkan makan malam disini yah tan. Permisi" pamit Tisya.

Bunda Henry yang mendengar penuturan Tisya berbunga - bunga hatinya. Ia sangat mengharapkan Tisya segera menjadi anak menantunya.

•••

Sesampainya dikantor Maria dengan sengaja memegang tangan Tisya.

"Ecie... yang abis ngurusin calon suami, terus tuh Bunda-nya doi udah ngarepin lo jadi anak mantu tuh" goda Maria.

Mendengar ejekan temannya itu wajah Tisya sontak berubah menjadi merah jambu. Melihat perubahan temannya Maria hanya bisa tertawa cekikikan.

"Mar gimana dong ini nyokapnya Henry pengen banget gue jadi menantunya." cemas Tisya sambil memandang temannya itu.

"Terima Sya. Terima, itu keluarga sayang banget sama lo kapan lagi lo bisa punya mertua yang sayang sama lo, kayak ortunya si Henry. If I were you I wont waste my time. Gue akan belajar sayang ke Henry."

"I am your best friend. I want you to be happy. Remember Tisya true love doesn't come twice. So you have to take it or leave it." ucap Maria menatap sahabatnya.

"Tapi mar....."

"Gak ada tapi tapian" sambung Maria sambil meninggalkan Tisya.

"But I don't wanna get married soon" Tisya keluh

"Serah lo" teriak Maria tak peduli.

"Ntar malem juga lo dateng ke rumah camer lo"sambung Maria lagi.

"Sotoy true love true love".

Tanpa disadari mendengar penjelasan temannya yang bisa meramal tersebut membuat Tisya kurang bersemangat dalam bekerja hari ini.

Pikirannya terus melayang. Tisya merasa ambisinya tidak bisa dikesampingkan untuk menikah diusianya yang ke 26 menuju 27. Ia butuh sedikit waktu untuk meyakinkan hatinya.

Tanpa terasa, waktu sudah menunjukan pukul lima sore. Tisya mulai berkemas untuk pulang. Namun, tiba - tiba suara handphonenya berbunyi dengan nomor yang tidak dikenal.

"Halo selamat sore" Tisya menjawab teleponnya dengan ramah.

"Sore Tisya cantik, jadikan makan malam disini. Hebat loh kamu Henry mau minum obat tadi bilang kamu mau kesini lagi asal dia sudah baikan." Bunda Henry memulai percakapan dengan Tisya.

"Masa sih Tan. Syukurlah kalo gitu. Lagian Kak Henry tuh lucu yah. Dokter tapi gak mau minum obat." balas Tisya tertawa.

"Tapi tan. Aku belum izin tan." sambung Tisya kembali.

"Izin sama siap Nak Tisya kalo sama ibu, bunda nanti yang bilang. Tapi kalo sama yang lain bunda angkat tanggan deh" jawab Bunda Henry lembut.

"Hahaha maksud Tisya ibu sama bapak kok tan bukan yang lain" jawab Tisya dengan ringisan yang dipaksakan.

"Sudah dulu yah tan Tisya siap - siap dulu."

"Oke deh bunda tunggu yah anak cantik bunda" Bunda mengakhiri percakapannya dengan Tisya.

"Oh my god gue ngerasa lagi dipaksa dengan halus tanpa bantahan" ujar Tisya dalam hati.

"Kalo gue langsung pulang, gue pasti diomelin ibu. Gak langsung pulang juga diomelin. Simalakama banget sih." Tisya masih berdialog dengan dirinya didalam hati.

Dengan berat hati akhirnya Tisya memutuskan untuk makan malam dirumah keluarga Henry.

***

Done akhrinya chapter 11.

Tisya - Tisya dia yang janjiin, dia juga yang males pergi.

Labil yah hahahha.

Thank you for reading.

Don't forget to Voment yah...

Love you  :*


Make You Mine (HALF UNPUBLISHED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang