09 : Bukan Hukuman

116 18 11
                                    

Cinta bukan sebuah hukuman.
Tapi pengalaman yang dibalut luka dan tawa secara bersamaan.

- Halu -

     Seminggu ini aku semakin ragu, aku tidak pernah ingin tahu tentang perasaanku terhadap Albi. Aku selalu mengatakan tidak meski hati selalu menolak tentang ungkapan itu.

"Keyna," aku tersentak, menatap laki-laki yang tengah berdiri di hadapanku.

"Apa?"

"Pinjem gope dong," di susul lagi oleh satu laki-laki dan berdiri tepat di sampingku.

"Buat apa Rudi?" tanyaku. Amel hanya mempu memandang interaksi kami sambil tetap khidmat memakan cireng Bu Titi.

"Biasa," balas Hikmal, laki-laki tadi yang berdiri di hadapanku.

"Buat mainan?" mereka mengangguk serempak membuat aku menghembuskan nafas jengah. Setiap hari mereka meminta uang gope untuk memainkan permainan yang aku sendiri tidak mengerti.

Dan menyebalkannya, setelah meminjam, mereka tidak akan mengembalikan. Entah sudah berapa puluh kumpulan uang gope dariku. Aku menyodorkannya tiga koin uang lima ratus rupiah.

"Hanya 1.500,-. Aku nggak bawa receh sekarang." balasku membuat mereka mengembangkan senyuman.

"Na, jangan keseringan. Enak amat lu berdua," balas Amel menatap Rudi dan Hikmal tajam.

"Nggak papa, lagian ada uang recehnya." balasku membuat Hikmal dan Rudi menatap Amel sambil menjulurkan lidahnya.

"Aku nggak ngerti deh sama kalian," Hikmal dan Rudi langsung menghentikan langkah, lalu berdiri tepat di hadapan aku dan Amel.

"Kenapa?" balas Rudi sambil menatap Amel penuh tanya.

"Kaliankan suka minta uang gope, dan nggak di balikin lagi-"

"Jangan di perjelaslah Mel," potong Rudi sambil mencomot cireng di tangan Amel membuat aku terkekeh, melihat wajah Amel yang menahan amarah.

"Haruslah, wajib. Terus pas piket, kemarin aku liat di bawah meja kalian itu ada banyak uang receh."

"Nggak ada Mel, adanya buku gue." balas Hikmal sambil menyenderkan tubuhnya pada tihang di belakangnya.

"Astagfirullah suram." balasku membuat Hikmal tertawa dan aku langsung menatap ia jengah.

"Nggak, aku liat uangnya."

"Ih lo ngintip?" balas Rudi membuat Hikmal kembali tertawa.

"Rudi! Jangan buat Amel marah!" ancam Amel membuat Rudi menciut.

"Serem Rud, kayak singa abis lahiran." balas Hikmal lalu setelah itu ia menarik Rudi agar pergi dari hadapan kami.

Aku menatap Amel yang wajahnya sudah memerah menahan amarah, ingin rasanya menyemburkan tawa kali itu juga.

"Kenapa? Mau ketawa?"

"Nggak Mel, sensi amat." jawabku terkekeh.

Halu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang