6

2.3K 399 71
                                    

Uti tak tahu ada apa dengan hari ini. Tiba di sekolah, dirinya seolah menjadi perhatian semua murid perempuan dari berbagai tingkatan kelas. Ia menolehkan kepalanya ke kiri, kanan, depan, dan belakang. Perasaannya diliputi ketakutan. Pasalnya, tatapan yang diberikan para murid perempuan itu bukan tatapan sarat akan pujian, melainkan sebaliknya.

Uti menelan ludah. Ia membetulkan tali tas ranselnya yang sempat melorot, lalu melangkah cepat menuju kelasnya.

Tiba di kelas, tatapan menusuk dari teman sekelasnya jauh lebih menyeramkan dibanding tatapan murid kelas lain di luar sana. Sembari tetap waspada, Uti melangkah pelan menuju kursinya. Tasnya di letakkan ke atas meja, lalu ia mencoba untuk duduk.

Pada saat itu pula, kursi yang gadis itu duduki tiba-tiba patah. Uti terjatuh. Ia meringis sembari menggigit bibir bawahnya.

Bukannya membantu, seisi kelas yang pada saat itu hanya ada murid perempuan, malah menertawakannya. Mulut mereka terbuka lebar sembari menunjuk Uti dengan tatapan penuh ledekan.

Susah payah Uti bangun. Serpihan kayu dari kursi yang patah mampu membuat kulit kakinya tergores.

Sakit, tentu saja. Gadis itu menangis. Saat ia tak tahu kesalahan apa yang telah ia perbuat, semua teman sekelasnya malah memberikan hukuman sedemikian menyakitkan.

Uti butuh sahabatnya. Tapi, tiga gadis itu belum menampakkan batang hidung mereka.

Sembari terisak dan di tengah ledekan para murid perempuan itu, Uti bertanya, "apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa kalian tiba-tiba jahat ke gue? Kalo kalian ingin bercanda, jangan yang kayak gini. Salah gue apa sama kalian, ha?"

Salah satu siswi berdecih kasar. Tangannya berdekap angkuh di depan dada. "Jangan sok polos, Ti. Gue kira cewek kutu buku kayak elo gini nggak bakal kecantol sama yang namanya cowok. Tau-tau, elo nikam kita-kita dari belakang. Mentang-mentang sahabatan sama adeknya tuh cowok, elo berlagak paling cantik di sini?" ujarnya sinis. "Jangan mimpi, plis."

Uti mengangkat kedua alisnya. Ia tak mengerti apa yang Rika katakan barusan.

"Apa? Elo mau bertingkah dan pura-pura nggak tau apa yang terjadi?" ujar Rika penuh keangkuhan. Ia melangkah mendekati Uti. Ia berjongkok untuk menyetarakan tubuhnya dengan Uti. Dagu gadis itu dicengkeram kasar. "Jangan pernah ngimpi buat dapetin dia. Lo jauhi dia atau lo bakal jadi bulan-bulanan kami selamanya?"

Cengkeraman Rika pada dagunya, Uti tepis kasar. Gadis itu berdiri, lalu membalas tatapan menyala dari seorang Rika. Gadis kelas 11 yang ia tahu adalah anak dari salah satu penyumbang terbesar di Labsky itu memang terkenal akan keangkuhannya. Tak ada yang berani menentangnya. Semua yang menjadi kesukaan Rika tak boleh diganggu gugat.

Masalahnya adalah, apa yang telah membuat Rika sangat marah padanya? Uti sama sekali tak mengerti apa yang terjadi. Apakah berhenti memainkan sosial media selama kurang lebih dua hari ini membuatnya melewati sebuah informasi besar? Tapi apa?

"Gue tau elo anak orang berpengaruh di sekolah ini. Tapi, bukan berarti lo bebas ngelakuin apapun sama anak-anak di sini. Lo pikir kami sekolah sini nggak bayar mahal? Otomatis kami juga berhak mendapatkan apapun dari sekolah ini." Uti menarik napas sejenak. "Tapi, jika hal yang membuat elo marah banget sama gue adalah mengenai cowok, lo salah orang. Gue sama sekali nggak menjalin hubungan apapun sama salah satu cowok yang menjadi incaran elo selama ini."

Rika mengepal telapak tangan. Ingin sekali ia memberi pengajaran terhadap Uti yang telah bersikap kasar terhadap dirinya. Tapi, gadis itu tak ingin mengotori tangan mulusnya hanya karena gadis bernama Uti.

"Lo tau, Ka? Hanya orang yang mikir bahwa ia pasti ditolak yang merasa tersaingi oleh cewek-cewek lain di luar sana." Uti menarik sebelah sudut bibirnya karena Rika kehabisan akal untuk mengatainya.

FlowerBoy New EraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang