8 - Terlambat

2.1K 125 37
                                    

"Entah apa yang ku pikirkan,
Namun sulit ku ungkapkan.
Hati ini mendera yang tak bisa ku rasakan
Seolah mati tertumpu dengan beban
Namun, semua itu akan ku tahan"

««»»

Setengah bumi di guyur ribuan air dari langit, membuat penghuni bumi kedinginan. Ada juga yang berkesempatan melakukan aktivitas yang membuat dirinya nyaman, entah itu makan mie, bakso, tidur dan lain lagi.

Tak terkecuali gadis yang menatap hujan dari jendela, nampak seperti murung dan tak bersemangat.

"Abang udah bilang, diluar ujan gede!"

"Enggak papa bang, Ara mau ujan-ujanan. Udah lama banget Ara gak main air" Ucap gadis itu.

"Di kamar mandi bisa." Jawab Kenan enteng.

Ara mendengus kesal kearah abangnya.

"Abangggg, ya Ara mau ujan-ujanan pliiss." Gadis itu menunjukkan wajah melasnya namun Kenan tak akan membiarkan adiknya main hujan. Ara seperti anak kecil sekali.

"Gak! Nanti Ara sakit, abang gak mau ngurusin, biarin aja!"

"Abang jahat! Ya udah Ara minta kak Rey aja yang ngurusin Ara!"

Belum sempat Kenan berbicara, gadis nakal itu berlari pergi menuju kamar miliknya. Memang sulit mempunyai adik seperti Ara, sudah dewasa tetapi pemikiran masih saja seperti anak kecil.

Apalagi jika keinginan tidak di turuti pasti ngambek beberapa hari jika tidak di bujuk oleh es krim atau cokelat.

««»»


Drtt!!

Drrrtt!!

"Abang hp nya bunyii." Seru Ara.

Drrrttttt!!!

"Ish abanggg hp nya berisik! Nanti Ara banting nih? Ganggu Ara main game candy crush aja."

Ara mendumel tidak jelas tetapi matanya hanya fokus pada ponsel miliknya. Dahinya mengkerut seperti berkonsentrasi pada satu tujuan. Anehnya game candy crush tidak menggunakan otak untuk memainkannya. Hanya mencocokkan objek yang sama, tetapi mengapa gadis ini berlebihan menggunakan otaknya? Gadis ini benar-benar.

Drrrttttt!!!

"Ah kalah kan!" Racau gadis itu.

Wajahnya kesal setengah mati, lengannya terulur mengambil ponsel milik abangnya. Kenan pasti tengah mandi dan tidak mendengar teriakan Ara sedari tadi.

Ara menekan tombol hijau pada layar ponsel itu dan menempelkan pada telinganya.

"Ha-" Belum sempat Ara berbicara orang yang di seberang sana sudah mengangkat suaranya.

"Halo! gimana nak, apa kamu setuju dengan tawaran saya? Saya pastikan jika adikmu tinggal bersama saya, hidup kamu akan enak tidak seperti sekarang. Karena tak lama lagi saya akan menikah dengan wanita la-...”

Ara mematikan segera sambungan telepon tersebut.

Detak jantung Ara seperti tak menentu. Suara itu, suara yang sangat Ara kenali. Namun, nomor tersebut tidak berada pada kontak ponsel milik abangnya.

ARA'S Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang