Jalan Pondok Anggrek
Pernah kita tenggelam bersama dalam dingin gelap malam
Dengan sepeda tua yang kita dorong berdampingan
Kau bangkitkan kembali perasaan lama yang sudah aku timbun perlahan
Namun dirimu laksana palu raksasa
Mengkiskis dengan sangat dalam lubang perasaan yang sudah lama tertimbun
Ironi ......Aku sungguh lemah menghadapimu
Atau perasaankukah yang terlalu kuat menembus penghalang besar itu ?
Kita kembali sedekat ini setelah lama kita sejauh itu
Biaralah ini terjadi , biasa saja
Meski sangat bohong jika dekat tanpa perasaan
Namun aku akan selalu menginggatkan perasaan, bahwa sekarang kita tidak lebih dari teman-Jakarta, 1998-
“ Kamu capek ?” Tanyaku dengan tetap mendorong sepeda tuaku.
“ Enggak kok, masih sangat kuat untuk menyelsaikan perjalanan ini. “Engkau masih begitu kuat untuk menyelsaikan perjalanan ini, Sementara aku ? tergopoh-gopoh menambal dinding perasaan yang mulai liar menjalar keluar menghendaki dirimu lagi.
“ Sudah! Sudah ! “ Ucapku lantang.
“ Kamu kenapa Ram ? “
“ Tidak mengapa Ri, hehehe. “ Jawabku tersipu, malu karena pikiran yang tertekan oleh perasaan liar yang kian menjalar keluar. Dia hentikan dorongan sepeda, menghadapku.
“ Kebiasaan kamu ngomong-ngomong sendiri. “
“Uuu ! “ Tambahnya seraya melakukan tamparan kecil pada pipiku. Aku hanya sanggup membalas dengan senyum penuh kegugupan.
Betapa bergemuruh rasaku, seperti gunung yang akan meletus mengeluarkan larva yang begitu panas. Kali ini gunung perasaan dalam hati itu akan meletus dengan berjuta-juta liter perasaan kasih sayang. Lagi, lagi, lagi, dan lagi.
Seketika aku terdiam akan ulahnya itu, mengingat kembali jauh di masa itu. Ketika hal yang baru saja ia lakukan adalah hal biasa dan penuh rasa, apakah hingga saat ini masih sama?.
Langit tidak bahagia, ia mulai menangis dengan air yang bercucuran. Tidak deras, namun akan menggundang deras.
“ Mari kita percepat langkah kita, hari mulai gelap, langit mulai muram, dan hujan tak lama lagi akan turun.” Ujarku kepadannya, cepat.
“ Baiklah, mari berlari! “
“ Tidak perlu, kita naiki saja sepeda ini ayo! “ Ajakku balik kepadanya.
Dia hanya diam seribu kata dan mulai menaiki set belakang sepada tua miliki ayahku. Kami berjalan di antara hujan-hujan kecil, tanda langit patih hati melihat aku kembali bermesra dengan Riana.
Sepeda aku kayuh dengan cepat, dibarengi dengan lingkaran tangan erat Ria pada tubuhku. Dulu, ia lakukan itu keran takut kehilanganku. Sekarang, ia lakukan itu karena takut terjatuh ke aspal.
“ Hati-hati Ram! “ Suaranya kecil terdengar dari balik punggungku.
Sungguh tidak lagi aku mampu menahan perasaan, mungkin setelah ini yang menjadi bahan otakku berpikir disepanjang hari adalah Riana dan kejadian malam ini. Aku tidak menghendaki, namun hati berkeinginan lain. Terlalu kuat bahkan sangat kuat.
Jalan pondok Anggrek kami lewati dengan kenangan yang terulang, tak lama kami sampai di dipan pintu yang hampir setiap pagi hari aku datangi, dulu.
“ Terimakasih Ram, “ia turun dan bergegas masuk kedalam rumah karena rasa taku kepada langit yang semakin muram, hujan bertambah deras. Aku balas dirinya dengan senyuman dan segera bergegas menuju rumah yang berjarak hanya beberapa ratus meter saja dari rumah Riana.“Perasaan bukan untuk di timbun dalam-dalam lalu berharap hilang untuk dilupakan
Dia datang dan pergi tanpa bisa dipaksakan
Sekuat apapun tembok penghalang yang kau buat bukanlah penghalang besar
Dia akan tetap abadi dalam diri selama harapan terus bersemi (lagi)Langit menangis melihat perasaanku menjalar kembali
Dia pernah tahu aku patah hati pada dunia karena dirinya
Terlihat jelas, dia tak ingin itu terjadi (lagi)
Padaku dengan perasaan yang inginkan dia kembali dan hati yang tak ingin terluka (lagi)... “Semakin basah seragam yang aku kenakkan, aku percepat kayuhanku pada sepeda tua ayah. Les tambahan sore yang menyenangkan.
“ Rasa kian bersemi, semakin tumbuh subur dengan pupuk harapan”Tiba di rumah, aku bersihkan diri dari sisa siraman hujan. Aku berharap juga dari sisa-sisa kenangan. Tepat di depan teras rumah, ditemani angin dan hujan yang sempat menggugah kembali asa. Dengan sendirinya goresan tinta mulai menuliskan perasaanya sendiri di atas kertas putih kecil yang sengaja aku bawa.
“ Padamu yang kukira sudah jauh pergi, tak kuduga kau datang kembali dengan meledakan rasa yang sudah lama terkunci. Dengan mudahnya kau mampu membuatku seakan-akan jatuh cinta kembali kepadamu, seolah-olah terbuka luas kesempatan untukku kembali lagi menemanimu dalam setiap kisah sedih dan suka disetiap harimu. Sudah sering kali aku mencoba menolak namun hati memang tak bisa dibohongi. Entah harus bagaimana lagi, aku tak mampu lagi mengendalikan apa yang seharusnya menjadi milikku, aku kalah. Terus terang saja untuk kali ini aku katakan melalui kertas ini, aku jatuh cinta kepadamu lagi,lagi, dan lagi. “
Malam sudah larut, dingin semakin mengigit tulang-tulang dalam tubuh. Aku tinggalkan angin dan hujan, pergi tidur menjemput mimpi. Besok kembali aku akan menemui wajahnya yang cantik itu, entah mengapa rasa sabar hilang begitu saja dan keinginan meronta agar malam segera habis dan pagi segera datang.
Sampai jumpa !-Jakarta, Jalan Pondok Anggrek-
YOU ARE READING
Antolog Kisah (Kumpulan CERPEN)
Fanfiction" Kamu adalah bab yang rusak dalam novel favoritku! " " Aku tahu dan paham, kamu sudah lelah dengan semua sifat dan kekuranganku. Begitu besar usahamu merubahku, ya memang terjadi perubahan dalam diriku. Namun sayang, ketika perubahan itu belum sele...