Surat 3 : Ajur Mumur

264 70 23
                                    

Dimi melirik kaca di dalam mobilnya, merapikan kembali tatanan rambutnya yang telah dilumuri pomade lalu tersenyum puas setelah ia merasa penampilannya sempurna. Setelah itu Dimi melirik ponselnya yang masih menampakan tampilan chat terakhirnya dengan Rania. Cewek itu bilang ia akan segera turun setelah Dimi mengabari bahwa dia telah tiba di lobby Apartemen milik Rania.

Lima menit telah berlalu dan senyuman Dimi seketika terkembang saat ia melihat sosok Rania muncul, keluar dari pintu lobby utama dengan anggun. Summer dress berwarna baby blue yang dikenakan cewek itu membuat penampilannya belasan kali lebih manis dari biasanya. Rambut panjang bergelombangnya diikat rapi dalam gulungan buns yang dibuat sedikit messy, membuat garis leher Rania terlihat sempurna. Dimi meneguk salivanya, menahan diri untuk tidak tiba-tiba terkena serangan epilepsi dadakan.

"Hai. Lama nunggu gak?" tanya Rania saat cewek itu telah masuk kedalam mobil Dimi .

Sumpah ya! Dimi ingin menangis rasanya. Rania yang tengah berada di hadapannya ini sungguh seperti dewi yang baru saja turun dari surga. "Enggak kok. Ngomong-ngomong, lo cantik hari ini."

Rania tertawa lalu meninju lengan Dimi pelan. "Apasih? Kok canggung banget rasanya. Lo gak jelas deh."

"Ih seriusan." ujar Dimi sambil menyalakan mesin mobilnya. "Baby blue cocok banget di lo."

"Thanks deh kalau gitu." Balas Rania. "Eh Dim ngomong-ngomong, Nala sama Mara jadian ya?"

Dimi menoleh sekilas karena bingung dengan pertanyaan dadakan Rania, lalu kembali memfokuskan matanya ke jalanan dan tertawa setelahnya. "Nala? Jadian? Aduh, kiamat lah dunia ini. Tapi kok lo bisa kepikiran gitu?"

"Tadi gue telpon Nala. Gue kelupaan gitu nanya kerjaan sama dia. Nala sih kedengeran sesantai biasanya cuma tiba-tiba aja gue denger suara cewek, suaranya agak manja gitu. Lo tau lah."

Dimi mengedipkan mata beberapa kali lalu ia menarik garis bibirnya kemudian. Aishaki Rainier dasar kutu kasur, gue ngebohong ke Rania kalau lo bercinta sama Mara eh malah beneran asik bercinta, batinya.

Setelah itu, Dimi menghela nafasnya lalu menjulurkan tangan ke arah Rania sebelum mengacak pelan rambut cewek itu dengan gemas. "Paling juga mereka lagi main."

"Lo kok ngebiarin sahabat lo gitu sih, Dim?"

"Maksudnya?"

Rania mengedikan bahu. "Kalau gue jadi lo, gue akan jaga Nala. Gak seharusnya dia terus-terusan main sembarangan gitu. Gak baik. Keliatannya juga Nala masih sering pergi ke Club. Gue khawatir aja sama Nala."

Dimi tertegun, namun kemudian ia kembali tersenyum lembut. "Nala udah gede dan dia udah dewasa. Nala juga cowok. Dia tahu apa yang dia lakuin. Dia paham mana yang baik dan enggak buat dia."

"Ya iya, Nala emang udah gede. Cuma lo kan sering bilang kalau Nala gak pernah tertarik terlibat hubungan serius. Kalau sampe kejadian sesuatu yang gak dia inginkan gimana? Kan nanti dia sendiri yang kesiksa."

Rania memang sosok perempuan paling perhatian yang Dimi pernah kenal. Padahal Rania dan Nala sebetulnya nggak pernah sedekat itu, dari dulu hingga kini. Mereka memang akrab, tapi Dimi tahu Nala tak pernah nyaman dengan perhatian yang selalu Rania berikan. Nala itu naif. Nala itu liar. Berbanding terbalik dengan Rania yang hangat dan polos. Nala pernah bilang pada Dimi kalau cowok itu tak menyukai kebaikan Rania. Bukan karena cowok itu membenci Rania, tapi karena Nala bingung harus bersikap bagaimana sebagai balasan kebaikan Rania padanya. Nala tak bisa memperlakukan Rania sebagaimana Rania memperlakukannya. Makanya Nala terkadang lebih memilih menjaga jarak.

Secret Admirer Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang