Walaupun kesal dengan kelakuan Jimin yang semalam, tapi Jaera tetap menyiapkan sarapan pagi ini. Sebenarnya bukan karena Jiminnya, tapi Jaera butuh sarapan untuk berangkat bekerja. Masa cutinya sudah berakhir. tidak ada salahnya sekalian menyiapkan untuk suami.Mereka makan dengan tenang. Sesekali Jaera mencuri pandang ke arah Jimin. Karena ingin menanyakan mengenai password apartemen.
'yaampun kenapa serempong ini sih, hanya masalah password saja.' batin Jaera.
Ia sedikit takut untuk menanyakan pada Jimin, jelas ia tidak ingin menyulut emosi Jimin, terlebih dia tidak ingin memiliki mood yang buruk untuk berangkat bekerja.
Setelah sarapan Jaera segera merapikan alat makan mereka. Jimin masih meminum segelas susu yang Jaera siapkan.
'ah jadi dia minum susu untuk sarapan.' batin Jaera, sambil mencuci piring.
Tak lama Jimin mendekatinya dan meletakkan gelas susu yang sudah kosong itu ke tempat pencucian piring. Jaera melirik ke gelas sudah sudah kosong itu.
Namun Jaera merasakan Jimin terus memperhatikannya. Biasanya Jimin langsung pergi setelah sarapan.
"ada apa?" tanya Jaera pelan.
"selesaikan dulu pekerjaanmu." jawab Jimin.
Entah kenapa Jaera merasa deg-degan, ia menduga-duga apa yang ingin Jimin katakan. Ditambah Jimin yang tetap memperhatikannya dengan tenang semakin membuatnya gugup. Tapu Jaera mencoba untuk terlihat tak perduli dan tetap tenang.
Setelah membasuh tangan dengan handuk, Jaera menghadap ke arah Jimin, pandangan mereka sempat bertemu namun Jaera langsung mengalihkannya.
"dengarkan baik-baik. Kalau perlu catat." ucap Jimin tenang.
Jaera memfokuskan pendengarannya.
"866922. password apartemen." ucap Jimin.
Jaera yang memang sudah menyiapkan telinganya baik-baikpun dapat mendengar dengan jelas apa yang Jimin katakan. Sempat kaget, bahwa Jimin memberitahukannya tanpa di tanyakan.
'ah jadi aku salah satu angka.' batinnya. Jaera senang, Jimin akhirnya mau memberi tahu pasword apartemen.
"baiklah, aku ingat. Trimakasih." ucap Jaera sambil tersenyum.
"catat itu, aku tidak ingin kau lupa dan merepotkanku lagi." ucap Jimin sarkas sambil berjalan meninggalkan Jaera.
Jaera menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. 'sabar Jaera, kau harus memiliki mood yang baik untuk bekerja setelah cuti beberapa hari.' batinnya, menyemangati diri sendiri.
.
.
.
.
.
.
.
"hyung! Hyung! Ada info terbaru." ucap sesorang yang menrobos masuk ke ruangan Jimin tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Jimin yang sudah biasa dengan hal itu, tidak mempermasalahkannya."apa? Cepat katakan." ucap Jimin menatap lelaki tinggi bertubuh atletis yang lebih muda darinya itu.
"sepertinya wanita itu mempunyai seorang anak. Aku mendapat info dari orang-orang yang tinggal di sekitar tempat tinggalnya."Jimin membulatkan matanya. "kau serius kook."
"iya, aku juga kaget." jawab Jungkook.
"sejak kecil, anak itu tidak tinggal dengan orang tuanya. Untuk itu kita tidak menyadari keberadaannya selama ini. Setelah ku telusuri. Memang benar, wanita itu mempunyai seorang anak. Aku bahkan sudah mengecek datanya di rumah sakit, tempat dia melahirkan."
Jimin terdiam, pandangannya kosong, pikirannya kemana-mana, Jimin benar-benar tidak menduga akan hal ini.
"apa kau benar-benar tidak mengetahui hal ini hyung?" tanya Jungkook pelan, tidak ingin menyinggung perasaan Jimin. Jungkook tahu, hyungnya yang satu ini sedikit sensitif mengenai hal ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
if you - ParkJimin
Fanfiction🔞 Mature ---- detail ---- vulgar Tolong kebijakannya