stupid?

651 17 0
                                    

Walupun menikah tanpa dasar cinta, Jaera tetap bersyukur. Setidaknya dia menikah, memiliki suami, dan bisa membuat kedua orang tuanya senang.

Jaer berpikir, seiring berjalannya waktu mereka dapat mencintai satu sama lain. Hal itulah yang membuatnya tetap melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Yaitu bangun pagi dan menyiapkan sarapan.

Ia tidak yakin apakah suaminya sudah bangun atau belum, perlu dibangunkan atau tidak.

Namun sebelum menentukan untuk membangunkan suaminya atau tidak, sang suami sudah terlebih dahulu keluar kamar dengan penampilan rapih siap bekerja.

"hm Jimin-ssi. Aku sudah menyiapkan sarapan, jika kau mau, sarapanlah sebelum berangkat." ucapnya pelan dan kaku, karena Jimin tepat didepannya, untuk mengambil minum didalam kulkas.

Jimin menatapnya. Belum terbiasa menerima tatapan dingin Jimin, Jaera mengalihkan tatapannya, menunduk kebawah, menatapi jari-jarinya yang bertautan.

Namun Jaera segera mengangkat kepalanya saat mendengar suara kursi yang berderak, menandakn Jimin menerima tawarannya.

Ia tersenyum kecil dan ikut duduk dihadapan sang suami. Mereka menikmati sarapan sandwich mereka dengan tenang.

Setelah menyelesaikan sarapan, Jaera segera memberesakan peralatan makan mereka. Namun dilihatnya scangkir kopi yang disiapkannya untuk Jimin belum tersentuh sedikitpun. 'Mungkin Jimin tidak minum kopi untuk sarapan.' pikirnya.

Dilihatnya Jimin yang berjalan kearah luar. "jimin-ssi." panggilnya, menghentikan langkah Jimin, Jimin menatapnya.

"apa aku boleh ikut denganmu? aku mau mengambil mobilku dirumah orang tuaku." Jimin menatap arloji yang melingkari pergelangan tangannya. "aku tidak punya waktu." jawabnya.

"hm bagaimana kalau aku ikut dan kau bisa menurunkanku di halte bus terdekat." ucap Jaera belum menyerah.

Jimin kembali berjalan, dan mulai memakai sepatunya. "cepatlah." ujarnya sambil membuka pintu.

Jaera yang memang sudah bersiap-siap, segera mengikuti Jimin keluar apartemen setelah memakai sepatunya.
.
.
.
"trimakasih, hati-hati dijalan." ucap Jaera sebelum turun dari mobil. "hm." balas Jimin tanpa mengalihkan tatapannya.

Jimin benar-benar menurunkan Jaera di halte bus terdekat apartemen mereka.

Sebenarnya tidak jauh, bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Tapi Jaera yang baru saja pindah kemari, belum mengetahui lingkungan sekitar sama sekali.

Jaera melihat map lokasi pemberhentian bus yang berada dibelakangnya, dan mencari-cari harus menggunakan bus mana untuk sampai di halte terdekat rumahnya.

Setelah mengetahuinya, Ia menunggu bus yang akan ditumpanginya. Tak lama bus yang dimaksudkan datang. Jaera segera menaiknya dan duduk disebuah bangku kosong.
.
.


.
"hey! Lihatlah pengantin baru kita!" teriak seseorang yang menyambut kedatangan Jimin di kantor.

"kau sangat berisik Tae." jawab Jimin malas. Lelaki yang bernama Taehyung itu tetap mempertahankan senyum kotaknya sambil merangkul pundak Jimin.

"haha bagaimana? Ceritakan tentang malam pertamamu." tanyanya menatap Jimin sambil menaik-turunkan alisnya.

"jangan harap. Aku tidak akan pernah mengatakannya." jawabnya sambil mencoba melepaskan rangkulan Taehyung. Karena memang tidak ada yang dapat diceritakannya.

if you - ParkJimin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang