Sangat membosankan, jika tahu akan seperti ini Jaera juga lebih memilih untuk bekerja. Jimin baru saja berangkat bekerja.
Sekarang Jaera sedang menatap bosan televisi besar yang sedang menampilkan acara yang menurutnya sangat membosankan.
Suara pintu yang terbuka dan tertutup kembali membuat Jaera terkaget dan segera berdiri dari duduknya. ‘apa Jimin sudah pulang, Atau ada yang tertinggal?’ batinnya. Sambil berjalan pelan kearah pintu.
“ohh.” sentak Jaera saat melihat seorang wanita paruh baya meletakkan sepatu ke rak, dan mengganti alas kakinya dengan sandal rumah.
Mendengar suara Jaera, wanita paruh baya itu segera menolehkan kepalanya ke arah Jaera.
“annyeonghaseyo.” sapa Jaeea pelan dan membungkuk hormat. Jaera tidak mengenal siapa wanita itu.
“ah! Annyeonghaseyo. Selamat pagi. Anda pasti nyonya Jaera.” balasnya sopan dan juga membungkukkan badan.
“perkenalkan saya Shin Mira, asisten rumah tuan muda park.” lanjutnya masih dengan sedikit menunduk dan tersenyum ramah.
Jaera mengerti sekarang, ‘ah ya, tidak mungkin ibu Jimin berpakaian sesederhana itu.’ batinnya.
Jaera belum mengenal ibu Jimin, bahkan dihari pernikahan mereka, ibu Jimin tidak hadir. Untuk alasan ketidak hadirannya ia juga tidak tahu.
Jaera membalas tersenyum, dan juga sedikit menunduk. “namaku emm…” Jaeea ragu, haruskah menggunakan marga aslinya atau marga suaminya. “Kim Jaera. salam kenal ahjumma.” ucapnya. tidak yakin untuk menyebutkan marga suaminya. Menurutnya Jimin juga tidak menganggapnya sebagai istri.
“saya sudah mendengar tentang pernikahan tuan muda dan nyonya. Selamat ya. Seperti yang orang bilang, anda sangat cantik.” ucap Mira memuji. Membuat Jaera sediki tersipu dengan pujian yang tiba-tiba.
“ah y-ya. Trimakasih.” balasnya tersenyum malu.
.
.
.
Jaera mengikuti kemanapun Mira melangkah, sebelumnya ia sudah mengatakan bahwa ia ingin mengetahui tentang kebiasaan-kebiasaan Jimin dan peraturan-peraturan apa yang ditetapkannya di rumah selama ini. Bagaimana cara merapikan rumah yang Jimin suka, apa yang tidak Jimin suka, ia ingin mengetahuinya.Lagipula Jaera bosan, dan berbicara dengan Mira cukup menyenangkan menurutnya.
“tuan muda tidak memiliki banyak tuntutan dan aturan, asal semua barang tersusun rapih dan rumah selalu bersih, itu sudah cukup. Selama saya bekerja disini tuan muda tidak pernah complain.” jelas Mira. Jaera menganggukkan kepalanya menanggapi.
Sekarang Mira sedang merapikan kamar Jimin. Dengan ragu Jaera memasuki kamar Jimin. Aroma maskulin Jimin langsung menyapa indra penciumannya sejak langkah pertama memasuki kamar Jimin.
Kamarnya luas, tentu lebih luas dari kamar tamu yang ditempatinya. Warna hitam dan putih mendominasi. Klasik namun terlihat nyaman.
“hm maaf, bolehkah saya menanyakan sesuatu nyonya?” tanya Mira ragu sambil membersihkan debu-debu yang ada dimeja Jimin.
“ya, tentu.” jawab Jaera.
“a-apakah tuan dan nyonya tidak tidur sekamar? Kulihat di kamar tamu, banyak barang-barang wanita, dan dikamar tuan tidak terdapat barang-barang nyonya.” tanya Mira pelan, tidak bermaksud menyinggung perasaan Jaera.
“ah itu…” ‘ting’ suara pesan masuk berasal dari handphone Jaera. Membuatnga mengalihkan pandangannya ke arah ponsel yang digenggamnya.
“maafkan saya nyonya, menanyakan yang tidak-tidak.” ucap Mira spontan, menyadari bahwa dia sudah menanyakan hal yang tidak perlu diketahuinya.