1. Cahaya Paling Terang

20 1 0
                                    

18 Maret 2016

"Raaaa..." teriak Wibi dari atas panggung, meminta aku menyemangatinya.

"Bi, lo harus menang! Jangan malu-maluin gue!" balasku berteriak padanya. Ingin sekali rasanya aku mengabadikan momen ini, tapi sepertinya niatku harus aku kubur dalam-dalam karena saat ini aku sedang tidak memegang handphone, handphone-ku sedang aku charge setelah semalaman aku gunakan untuk bertelepon dengan Dirga, pacarku.

Ah, andai Dirga ada disini. Pasti seru. Pikirku.

"Wibiii.. tunjukin kehebatan lo!" sahut Naya ikut berteriak tak mau kalah ingin menyemangati Wibi. Namanya Kanaya Adsila. Sahabatku. Aku, Naya, Wibi, dan Dirga bersahabat sejak SMA. Hampir tidak ada rahasia di antara kami yang tidak kami saling ketahui. Hampir tidak ada hari yang tidak kami lalui bersama-sama. Hampir tidak ada perjuangan kami yang kami lalui sendirian. Selalu kami lalui bersama-sama. Seperti saat ini, Wibi sedang berjuang mengikuti kompetisi menyanyi bersama band-nya. Dan kami -aku dan Naya- ada disini bersamanya, menyemangatinya, dan berjuang bersamanya. Sayangnya, Dirga tidak disini. Ia sekarang sedang menempuh pendidikan di Institut Pertahanan Dalam Negeri (IPDN) yang berpusat di Jatinangor, Sumedang.

"Wibiku... Lagi gugup aja ganteng banget, sih" tiba-tiba ada suara perempuan di sebelahku menyeletuk. Dia adalah Kak Vita. Arvita Wulandari. Penggemar beratnya Wibi, yang selalu mengikuti kemanapun aku dan Naya pergi.

Aku menoleh ke arahnya. Menyunggingkan sedikit senyum, agar terlihat sopan, karena dia adalah senior kami.

"Halo, Kak Vita" sapa Naya, juga ingin terlihat sopan.

"Hai, Tera, Naya. Wah kebetulan sekali ketemu kalian disini" tegurnya ramah. Basa-basi yang terdengar amat dipaksakan.

"Hehe, iya, Kak" balasku dan Naya hampir berbarengan.

"Ah, kalian ini. Kan gue udah sering bilang, panggil Vita aja. Biar lebih akrab."

"Oke, Vit" jawab Naya cepat. Aku hanya tersenyum. Masih canggung rasanya kalau harus memanggilnya dengan sebutan nama.

"Ra, gue rasa bukan kebetulan deh. Dia kan emang sengaja selalu ngintilin kita" bisik Naya.

"Udah iyain aja, Nay. Biar cepet" jawabku sambil cekikikan dengan Naya.

Aku langsung teringat kembali bagaimana Kak Vita selalu ada dimanapun aku dan Naya berada. Seperti ketika aku dan Naya sedang berada di toko buku loakan yang berada tepat di sebelah kanan terminal senen, Jakarta Pusat, untuk mencari beberapa buku, ternyata disana ada Kak Vita yang terlihat sibuk mencari buku juga. Entah apa yang ia cari. Lalu ketika aku dan Naya sedang berada di kedai kopi untuk sekadar nongkrong sepulang kuliah, ternyata ada Kak Vita yang juga sedang memesan kopi, lalu duduk bersama kami. Aku paham. Tujuan Kak Vita melakukan itu tak lain dan tak bukan adalah agar bisa bertemu dengan Wibi. Dan usahanya memang berhasil, karena setelah itu Wibi memang selalu bergabung bersama kami.

"Eh, Wibi.. tadi bukannya kamu bilang masih ada kelas?" Tanya Kak Vita pada Wibi, sesaat setelah Wibi duduk di antara kami. Wibi masuk jurusan Hukum, berbeda dengan aku dan Naya yang mengambil jurusan Management, sehingga jadwal Wibi dengan kami sering tak akur.

"Gak jadi" jawab Wibi singkat.

Padahal saat itu, Wibi memang sengaja berbohong pada Kak Vita agar Kak Vita tidak mengajaknya pulang bareng.

Aku dan Naya hanya bisa saling pandang dan tersenyum jahil melihat pemandangan itu.

...

"Omaaaygaaatt" teriak Naya. Memecahkan lamunanku.

"Gila, Ra. Wibi keren banget ya kalau lagi nyanyi. Mas Raka aja kalah keren, Ra. Haha"

"Huss. Kalau Mas Raka denger bisa-bisa perang dunia lo. Emang lo mau gak jadi dinikahin tahun ini?" jawabku sambil menyikut tangan Naya.

LenteraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang